"Lo tadi kenapa gak eskul, Let?" tanya sebuah suara di seberang telepon setelah sebelumnya Alleta menanyakan kegiatan eskul jurnalis tadi sore ketika dia mendapat bencana.
"Sha, sumpah. Gue tuh udah niat banget ikut eskul, tapi ada kakak kelas gila yang terus ngejar gue sampe gue dibawa ke ruang BK," jawab Alleta.
"Kakak kelas gila? Cowok? Gak salah tuh, Let? Emang kalian berdua sebelumnya pernah kenal?"
"Bener, kok. Dia cowok, tapi bukan berarti dia suka gue. Dia lebih tepatnya seperti tukang terror bagi gue. Sebelumnya belum pernah kenal, kok."
"Good luck, Let. Semoga lo dan dia bisa akur bahkan jadian." Shasha sambil tertawa cekikikan dan tanpa pamit mematikan telepon.
"Halo, Sha? Woi, sialan! Nyumpahin gue yang gak bener orang ini." Setelah beberapa menit berada dalam telepon dengan Shasha, Alleta merebahkan diri di atas kasur.
"Apa gue terima aja tawaran orang gila itu untuk mengikuti keinginan dia walaupun kesannya gue kaya babu?"
**"
Hari ini free day bagi Alleta. Hari Sabtu yang terus berada dalam isi pikirannya. Alleta sudah mempunyai rencana yang banyak untuk mengisi hari Sabtu dan Minggunya dengan bersenang-senang sendiri, tanpa ditemani siapa pun. Dia ingin memiliki hari dimana dia sendirian tanpa diganggu orang lain.
"Oke, pertama-tama gue akan berolahraga di sekitar kompleks." Dengan cepat, Alleta mengganti baju tidurnya dengan kaos lengan panjang beserta celana training yang biasa ia gunakan untuk berolahraga.
"Ma, Alleta pergi olahraga dulu, ya," pamit Alleta pada ibunya.
"Iya, nak. Hati-hati, sayang. Kamu gak ngajak Bisma juga?"
"Bisma suka susah dibujuk, ma. Kapan-kapan deh, aku ajak dia." Alleta pun segera pergi keluar dari rumahnya.
Bisma yang tadi disebut oleh ibunya Alleta adalah kakaknya Alleta. Kini kakaknya sudah berkuliah di universitas ternama dan fakultasnya pun yang diimpikan oleh para mahasiswa baru. Namun, kakaknya itu sangat sulit diajak untuk berolahraga mengingat bahwa dia hanya pandai dalam bidang akademik saja dan cenderung selalu berada di dalam kamar dengan berpuluh-puluh buku yang dibacanya.
Pagi itu, Alleta berlari-lari kecil mengelilingi seluruh kompleks sambil sesekali melakukan gerakan pemanasan. Udara yang ia hirup sangatlah segar. Mengingat bahwa rasanya selalu sesak jika sudah bernapas di area sekolah, seolah tidak ada udara sedikit pun yang bisa ia hirup karna cowok gila itu.
Gue kayanya perlu ngambil sepeda biar bisa keliling makin jauh, pikir Alleta.
Alleta pun kembali lagi ke rumah dan kemudian sudah kembali berada di luar rumahnya sambil mengendarai sepeda. Karna terlalu nyaman dengan udara pagi itu, Alleta tak sadar bahwa ada suara klakson mobil di belakangnya yang begitu mengganggu. Mobil tersebut nyari saja menabrak Alleta.
"Woi! Kalo lagi pake sepeda gak usah di tengah-tengah jalan dong!" seru sebuah suara yang tak asing lagi.
"Suka-suka saya dong! Mungkin anda yang terlalu ngebut. Emang jalan ini punya anda?!" Alleta berkata begitu sebelum ia membalikkan badannya untuk melihat siapa yang berbicara.
"Elo?" tanya seseorang yang ada di balik kemudi mobil tersebut.
Alleta tanpa berpikir panjang kembali mengayuh pedal sepeda dengan cepat agar dapat terhindar dari orang tersebut.
"Lo bawa sepeda lelet banget, sih. Gak usah pake sepeda, mending ikut gue pake mobil. Liat tuh keringet lo sampe bercucuran begitu." Tiba-tiba, mobil yang tadinya masih di belakang Alleta sudah berada di sampingnya. Orang yang berada di balik kemudi dengan santai mengiringi kayuhan sepeda Alleta di sampingnya. Untung saja jalanan tidak terlalu sempit sehingga mobil dan sepeda cukup untuk beriringan seperti itu.
"Berisik, lo. Pergi sana, jangan ganggu hari libur gue." Tanpa melihat ke sampingnya, Alleta masih berusaha mengayuh sepeda ke arah rumah... Roy. Ia tidak mau orang yang kini ada di balik kemudi mobil mengetahui letak rumahnya.
"Eits... gak sopan banget lo sama kakak kelas."
Tak lama, Alleta menghentikan sepedanya di depan rumah Roy.
"Jadi disini rumah lo?" tanya Osi yang merupakan seseorang di balik kemudi yang tadi hampir saja menabrak Alleta.
Alleta tanpa berpikir panjang segera berlari dan mengetuk pintu rumah Roy dengan keras.
"Assalamu'alaikum. Roy, tolong buka pintunya! Gue dalam masalah!" teriak Alleta.
Osi pun dengan santai membuka pintu mobil dan berjalan ke arah Alleta yang masih belum mendapat respons dari pemilik rumah.
"Siapa itu Roy?" Osi menatap Alleta sambil menahan Alleta dengan satu tangan yang menyentuh dinding rumah Roy.
Sontak, muka Alleta memerah. "Jangan cium gue!"
"Siapa juga yang mau cium lo?"
Tak lama, pintu pun dibuka oleh sang pemilik rumah. Roy, dia berdiri mematung ketika melihat Alleta dan kakak kelas yang ia kenal di eskul basket.
"Eh, elo Let. Ada apa datang kesini?" tanya Roy pada Alleta.
"Tolongin gue dari cowok gila itu!" rengek Alleta. Roy pun mengalihkan pandangannya pada cowok yang berdiri di sebelah Alleta.
"Hello, junior," sapa Osi pada Roy dengan tersenyum ramah. Osi baru menyadari bahwa ada yang bernama Roy di eskul basket.
"Hi, my senior. Kak Osi ada urusan apa dengan temen gue, Alleta?" Roy menyapa balik seraya bertanya.
"Gak ada apa-apa, sih sebenernya. Tadi gue ketemu dia aja di jalan. Padahal gue cuma nyapa tapi dia ketakutan sampe dateng ke rumah lo. Anyway, gue tertarik sama cewek ini. See, ya at the school." Tanpa banyak bicara lagi, Osi berbalik badan, kembali lagi ke mobilnya lalu dan pergi meninggalkan rumah Roy.
"Sekarang lo percaya kan kalo ada cowok gila yang ngejar-ngejar gue?" Alleta dengan jengkel melipat tangannya di dada.
"Gue gak nyangka, cowok yang didewa-dewakan di sekolah oleh para cewek bisa suka sama lo, bahkan sampe terobsesi," ujar Roy.
"Asal lo tau aja. Dia gak suka sama gue. Dia mau bales dendam dengan alibi kalo dia suka sama gue."
"Emang lo punya salah apa sama dia?"
"Besok deh gue ceritain." Alleta berjalalan ke arah dimana sepedanya diparkirkan setelah berpamitan pada Roy.
***
Hi, guys! How are you? Maaf nih ya baru upload new episode. Yang masih mau next mana nih suaranya? I hope you guys like it and keep reading my stories. Karena aku udah kelas 12 jadi sibuk sama persiapan UTBK dan SBMPTN. Do'ain ya, guys. Semoga berjalan dengan lancar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sin 90°
Teen FictionCintaku bagaikan sin 90°. Hanya 1 untukmu. Nilai sin 90° adalah satu. Satu adalah nilai sin terbesar. Ya, seperti cintaku yang sangat besar dan hanya satu untukmu. Bagaimana jika seandainya suatu saat ada sin 0° diantara hubungan kita? Plagiator jus...