1

3.6K 155 3
                                    

Menggeliat malas, aku menjatuhkan remot tv sembarangan. Hari ini aku masih belum masuk ke sekolah dikarenakan ada beberapa hal yang masih harus diselesaikan oleh Ayah.

Ciko masih belum pulang juga, padahal sudah jam 5 sore, ish menyebalkan. Tidak di Singapura tidak di Jakarta sama saja. Aku akan berakhir sendirian dirumah tanpa ada sesuatu yang harus dikerjakan.

Kulkas milik Ciko-pun seperti tidak berguna, hanya berisi air mineral kemasan. Tidak ada makanan apapun, berbeda sekali dengan kulkasku, apalagi setelah Bunda datang tadi pagi dan merecoki semua isi kamarku. Bingung harus melakukan apa di apartemen Ciko. Aku memutuskan mengambil laptop Ciko yang tergeletak mengenaskan diatas meja makan.

Membuka-buka isi film Ciko yang ternyata didominasi film 18 tahun keatas. Aku putuskan untuk tidak lagi sembarangan membuka-buka laptop anak lelaki. Menjijikan.

Suara pintu yang terbuka seketika membuatku tersenyum. Sepertinya Ciko sudah pulang.

"Cikooooo...oo" Bukan Ciko yang aku temui, tetapi malah orang menyebalkan yang membuatku sedikit takut. Aku mengerem mendadak menyadari bukan Ciko yang ada dihadapanku.

"Gua mau ngambil jaket.." Aji berjalan melewatiku begitu saja setelah mengatakan itu.

"Ciko mana?" Badanku yang tidak ada seberapanya dengan tinggi Aji membuatku harus mendongak untuk melihatnya.

Aku mengikuti Aji yang masuk kedalam kamar Ciko tanpa bisa dicegah. Aji diam saja seperti tidak memperdulikan kehadiranku. Tangannya masih sibuk mencari jaket yang dimaksud didalam lemari.

"Aji..!"

Aji masih saja tidak menoleh aku panggil seperti itu. Mengesalkan. Kutarik saja seragamnya.

"Ajiii..! Ciko mana.. Hmm?!" Setengah merengek aku bertanya pada Aji.

Berhasil. Aji berhenti dari segala aktivitas yang dia lakukan. Dia menoleh kearahku, matanya yang tajam seketika membuatku takut.

Tanganku yang tadi menarik-narik seragamnya seketika tergenggam oleh Aji pergelangan tanganku sepertinya akan memerah. Aku takut.

"Loe tau? Sekarang lagi dimana?"

"Dikamar... Ciko?!" Aku menjawab tidak mengerti.

"Iya, sekarang loe dikamar dan gua cowok, kita cuman berdua disini" Aku menahan nafas. Seketika langsung mengetahui kesalahanku.

"Kalo gua mau.. Loe udah abis daritadi.. Paham?!" Aku hanya mengangguk, menarik tanganku yang tidak juga dilepaskan.

"Ya udah.. Lepasin" Aku menunduk takut. Aji kalau lagi kesal mukanya menakutkan.

Aji menghela nafas, dia berjalan keluar meninggalkanku. Aku berlari menyusul Aji yang ternyata akan pergi begitu saja.

"Aji.. Tungguin" Aji tidak menghiraukanku dia sibuk memakai jaketnya.

Saat Aji menggapai pintu akan pergi. Tanganku dengan sigap menahannya, aku tidak mau ditinggal sendirian. Membosankan sekali.

"Aji..i mau kemana? Oca boleh ikut" Menunduk aku mencoba peruntunganku, kali ini Aji akan mau mengajakku atau tidak. Setidaknya kalau aku ikut aku tidak akan teringat rumah dan rindu Ayah dan Ibu. Padahal baru tadi siang aku ditinggal tapi sudah kangen saja.

Aji menghela nafas. Seperti frustasi, tapi mau bagaimana lagi aku tidak mengenal siapapun selain Aji, Ciko dan Leta.

"Oke.. Tapi inget, ini bukan kaya tempat yang sering elu datengin di Singapura jadi jangan ngerengek disana.. Paham?!"

Aku mengangguk dengan cepat, berlari masuk kedalam mengambil jaket, handphone dan tas kecil. Akhirnya aku tidak terjebak ditempat ini.

***
Ternyata aku mengambil keputusan yang buruk mengikuti Aji kesini, aku seperti orang hilang. Tidak ada yang aku kenal, semua terasa asing banyak wajah-wajah mengerikan bertebaran. Yeah menurutku.

Kamu (Wira Rencaka Aji)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang