4

2.7K 129 9
                                    

Kepalaku sakit tidak karuan, rasanya seperti ada puluhan orang yang memukul kepalaku dengan palu. Mataku buram tidak jelas, terkena sinar matahari.

"Sadar juga ternyata..."

Secepat kilat aku memaksa mataku terbuka sepenuhnya mencari sumber suara.

"A..ji kok disini.."

Aji duduk tepat disampingku diatas kursi belajar sambil memainkan gadgetnya.

"Menurut loe? Ngapain gua disini"

Aku menggeleng tidak mau ambil pusing. Yang aku pikirkan sekarang bagaimana mengatasi kepalaku yang mau pecah dan tenggorokanku yang terasa seperti tercekik.

"Aji.. Pusing..."

"Minum nih"
Aji mengulurkan sebuah pil dan air mineral. Setelah meminum obat itu, pandanganku mulai jelas dan kepala pusingku perlahan mulai reda.

"Hmmm makasih..." Aku langsung memasang senyum termanisku.

"Hei... Stop doing that.."
Aji menghampiriku duduk tepat disampingku.

"Err.. Doing what?"
Aku benci kode-kode seperti ini. Otakku tidak akan sampai kalau bicaramu setengah-setengah seperti itu Aji bego!

"Elu ngga tau.. Berapa lama lagi gua bisa nahan ini..."
Yang tidak aku sangka Aji mengecup dahiku lama dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun yang dapat dicerna otakku. Hell.
***

Kelasku tidak terlalu buruk, aku berbeda kelas dengan Ciko dan Leta, Ciko dan Aji yang anak IPS berada tepat disamping kanan, dan kelas Leta berada disampingku. Sekolah bentuk leter U ini cukup nyaman, fasilitas yang oke dan guru-guru yang menyenangkan menambah nilai plus sekolah ini dimataku.

Sekolah di Singapur berbeda dengan Indonesia, apalagi Belanda. Aku bahkan tidak tahu cara seperti apa yang Ayah lakukan agar aku bisa masuk disekolah ini. Ayah yang seorang diplomat dituntut untuk sering berpindah dari satu negara ke negara lain. Dan Bunda sebagai istri yang baik tentu harus mengikuti kemauan Ayah.

Karena alasan itu pula aku tidak bisa bertahan lama pada suatu daerah, yang mana membuatku menjaga jarak dari orang-orang disekitarku agar tidak terlalu dekat. Karena akan sakit nanti saat kita mau tidak mau harus berpisah, seperti beberapa kenalanku di Belanda yang benar-benar membuatku terpuruk karena harus meninggalkan mereka dan berpindah ke Singapur.

"Ca.." Aku terkesiap kaget, menoleh dan menemukan ketua kelasku sudah berdiri disampingku.

"Iya.. Kenapa Ngga?"

"Isi biodata diri ya, buat keperluan kelas.."

Angga menyodorkan kertas putih berisi beberapa daftar yang harus aku isi. Well, ada juga yang seperti ini.

"Modus...!"
"Modus tuh Ca.."
"Dasar lu nyet! Gercep aja kalo ada yang bening"

Sorakan dari anak kelas hanya aku tanggapi senyuman, aku mengangguk menerima kertas itu dengan senyum. Angga yang diledek seperti itu hanya berdiri salting dan berlari mengejar teman-teman yang tadi menggodanya.

Grasak-grusuk dari belakang tidak aku hiraukan. Sedikit banyak mengganggu sebenarnya. Tapi kita nikmati saja.

"Gua Sheril... Lu ga lupa kan?"
Sherill cewek yang duduk tepat dibelakangku berseru mengagetkanku, aku tidak tahu sudah berapa lama dia berdiri disampingku.

"Iya.. Aku ga lupa"

"Berasa ngomong ama emak gua, kalo pake aku-kamu cuk.."

"Sorry.." Aku meringis tidak enak, well kebiasaan dari rumah tidak dapat aku hindarkan.

"Kaga papa, santai aja.. Ayo ke lapangan, mumpung kaga ada guru"

"Ngapain?" Aku bertanya heran.

"Liat anak-anak main.. Kuy?!"

Sheril menarik tanganku, aku jadi tidak memiliki kesempatan untuk menolak sial. Menyebalkan sekali diluar, ngapain juga panas-panasan.

Sheril mendudukkanku di kursi besi yang mengelilingi lapangan ini. Seperti cerita-cerita anak SMA lainnya pasti selalu ada saja cowok-cowok keren keringetan lagi main bola dilapangan.

Mataku mengedar mengitari lapangan mencari sosok yang mungkin aku kenal, karena sedari tadi aku seperti orang linglung tidak mempunyai teman. Melirik Sheril disampingku yang mulutnya langsung diam entah karena apa sedari tadi, cukup mengesankan manusia secerewet Sheril tiba-tiba kicep, malu-malu najis.

Melirik ke arah mana pandangan Sheril aku langsung paham. Iya kehidupan anak gadis pada umumnya pasti ada cerita cinta diam-diam yang memuakkan.

"Itu gebetan kamu?"
Muka Sheril memerah, langsung menoleh ke arahku menyuruhku diam.

"Namanya Joko, panggilannya Jo.. Walopun namanya jelek dan gabisa dibanggain tapi mukanya ngalahin standar manusia normal"

Aku hanya menggelengkan kepala, malas. Para gadis dan cinta butanya. Aku setuju kalo Jo itu lumayan tapi tidak terlalu menonjol sebenarnya. Jo dan kawan-kawannya yang sedang main futsal memang benar-benar menarik perhatian anak satu sekolah.

"Gue denger loe gebetannya si Aji.."

"Kata siapa ?"
"Udah keliatan kok dijidat loe.."

Para gadis dan gosipnya. Entah darimana bualan itu tersebar. Aku memutar mataku malas.

"Males ah.. Kantin yuk"

"Bentaran etdah.. Kaga sabaran banget si.. Ayo!"

Menuruti perkataanku kita berdua berjalan beriringan. Memasuki area kantin yang hening, cukup terasa berbeda sebenarnya. Anak-anak yang lain masih didalam kelas. Hanya kelas kami yang kosong.

Sampai mataku menemukan sesuatu yang sedikit membuatku bingung. Diujung kantin tepat dikursi pojok aku melihat Aji sedang bersama seorang perempuan yang tidak aku kenal.

Yang paling mengejutkan lagi adalah tangan Aji yang merangkul bahu perempuan itu dan disambut dengan manja oleh sang perempuan. Sial! Jadi sebenarnya dia sudah mempunyai pacar.. Yang dapat aku pahami sekarang adalah perlakuannya terhadapku kemarin hanya sekedar iseng dan penasaran mungkin?

Kamu (Wira Rencaka Aji)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang