2

3.1K 144 3
                                    

Plakk

"Kamu ngapain..?!" Kurang ajar!

Aji tersenyum miring, matanya masih memperhatikanku, wajahku memerah tidak terkontrol. Percuma juga aku menyembunyikan wajahku yang memerah. Mata Aji tidak pernah mau lepas menatapku. Sial. Memang ini bukan ciuman pertamaku, tapi tetap saja terasa menyebalkan. Yakali gua langsung mau aja disosor sama orang baru kenal.

Tanganku panas setelah menampar wajah Aji.

Aku mendorong Aji menjauh dari hadapanku dan mencoba turun dari kursi sialan ini, tapi tangan Aji tidak mau berkompromi. Tangannya masih dengan seenaknya merengkuh pinggangku. Shit.

"Lepasinn... Aji..!"

"Hmm.."

Rengekanku dihiraukan, Aji masih merengkuh tubuhku dalam jangkauan lengannya, percobaanku melepaskan diri berakhir sia-sia, tanganku yang menarik tangannya mencoba melepaskan rengkuhan di pinggangku sudah terasa kebas saking lamanya mencoba, matanya menyipit melihat tingkahku, benar-benar menyebalkan. Dia meremehkanku.

"Loe sendiri yang maksa ikut tadi.. Gua bahkan udah peringatin.." Argh. Sial. Mama! Kenapa aku bisa terjebak dengan lelaki menyebalkan ini.

"Tapi kan.." Tangan Aji tidak mau berpindah, wajah Aji yang mendekat keleherku membuatku semakin takut. Tanganku mencengkram erat jaket yang dipakai Aji mencoba mendorong tapi percuma. Oh tuhan. Aji mengecup leherku, aku merinding tidak karuan, bahkan sesekali dia menghisap leherku keras. Mama!

Damn! it feels good.
Aji mencoba memberi tanda di area leherku menjilat dibeberapa sisi, dan menghisap lembut. Aku tidak bisa mengelak kalau ini terasa enak. Beberapa kali bahkan mulutku mengeluarkan rintihan aneh. Bad girl!

Mulut Aji masih mengecupi area leherku, baru saat tangan Aji merangkak ke atas, dengan sigap aku menahannya. Tidak! Jangan jadi wanita murahan Oca!

"A..aji udah..." Aji masih tidak menghiraukanku. Aku benar-benar takut.

"A..ji aku mohon! Ah.." Hembusan nafas Aji yang terasa dileherku membuatku merinding tidak karuan. Kecupan-kecupan nikmat menambah pusing kepala.

Mendorong kepala Aji menjauh malah tambah membuatku deg-degan tidak karuan, dengan tidak tahu dirinya tanganku sudah nangkring membingkai wajah Aji, sial! Ingin sekali rasanya mengusap kumis tipis wajah dihadapanku ini.

"Berhenti! Aku takut... please.." Aku menggeleng-geleng tidak suka. Tangan Aji yang tadi sudah berniat melakukan hal lain langsung berhenti, tatapan Aji yang terselimuti kabut benar-benar mengerikan.

Berarti tadi benar-benar gawat, kalau aku tidak sadar dan mencoba mencegah.

Aji mengusap air mata dipipiku yang tanpa sadar mengalir, dia mengecup pipi dan pelipisku lama. Jangan sampai terjadi lagi, lebih baik setelah ini aku menghindar semampuku. Siapa tahu aku yang malah gila lalu menyerang Aji brutal? Hati manusia siapa yang tahu.

"Hei... Sorry, hmm.." Aku mengangguk tentu saja, mau marahpun takut. Posisiku sekarang tidak menguntungkan untuk marah-marah bisa-bisa dia akan bertindak yang lebih menyeramkan, yang aku sukai itu. Really really bad girl!

Aji membawaku masuk kedalam pelukannya, beberapa kali dia mengecup kepalaku sayang. Oca! Sadar! Jangan sampai terbodohi.

Hening menyelimuti kami. Hanya hembusan nafas teratur antara aku dan Aji. Suara tertawa orang diruangan lain menjadi musik pengiring kami, detak jantungku yang menggila membuatku cemas, takut ketahuan. Benar-benar hening yang membuatku nyaman sampai aku hampir melupakan kejadian mengerikan tadi.

"Aji jangan gitu lagi ya..." Tangan kecilku membuat pola random diatas tulisan kecil bagian kanan dada Aji.

"Hmmm.. Iya dan tidak.." Aku mengernyit langsung memutuskan kontak tubuh kami yang tidak terputus sama sekali sebenarnya.

"Kok gitu jawabnya..." Well, dia benar-benar menantangku! Dia pikir aku akan diam saja diperlakukan seperti itu?! Never!

"Gua ngga bisa janjiin sesuatu yang emang ngga bisa gua tepati.."

Aji mengecup dahiku lama. Menyeretku turun dan membawaku keluar dari dapur sialan ini. Aji menuntunku lebih masuk lagi kedalam gedung jelek ini, dia menyeretku memasuki ruangan yang berisi beberapa lemari buku dan ranjang untuk istirahat.

Sungguh, aku baru mengetahui ternyata ada gedung seperti ini, dibilang tidak terawat tapi banyak ruangan yang berisi fasilitas yang nyaman, dibilang terawatpun tidak bisa karena bentuk gedung dan atap ruangan depan yang menghilang. Pusing.

Aji mengamatiku yang masih bingung. Mataku berpendar meneliti ruangan ini, cukup nyaman jika hanya untuk tidur semalam.

"Ini tempatmu?" Aji mengangguk menyetujui.

"Kenapa ada bukunya?" Memiringkan kepala aku menunggu jawaban Aji, yang hanya terdiam tidak jelas.

"Kenapa harus ngga ada bukunya?"

Memutar mataku malas aku menelusuri buku-buku itu dengan tangan. Menyebalkan memang saat pertanyaan kita dibalik menjadi pertanyaan lagi. Sial.

Aji tampak diam, dia duduk ditepi ranjang mengamatiku. Aku gelisah tidak karuan, salah tingkah dilihat terus seperti itu! Ish.

"Kenapa kita disini?" Memiringkan kepala aku balik mengamati Aji.

"Karena nggak mungkin, ngebawa kamu keluar..."

"Aku ngga seburuk itu dalam hal sosialisasi.."

"Oh ya..? Lalu siapa yang daritadi berputar-putar canggung seperti orang hilang..." Oh shit! Lihat ?! Dia meremehkanku lagi. Mulutnya benar-benar menyebalkan, fakta yang diucapkannya menamparku keras. Sangat menyedihkan saat kamu bertemu seseorang yang ternyata benar-benar mengerti pergerakanmu. Seperti tidak memiliki jalan keluar untuk lari.

Aji bangkit menarik tanganku dan menuntunku untuk berbaring.

"Tidurlah, aku tahu matamu sudah tidak dapat ditahan"

"Aku bukan anak kecil.. Yang jam segini harus tidur"

"Aku tidak bilang kamu anak kecil.. Aku hanya bilang matamu sudah tidak dapat ditahan.."

Aku mendengus. Sama saja! Dasar! Menuruti kemauan Aji aku mencoba berbaring, bukan ide yang buruk sebenarnya.

Seketika bau parfum Aji yang tertinggal dibantal tercium hidungku. Tidak buruk.

Aji menggenggam tanganku, dia menarik kursi dan duduk disampingku. Tangannya memainkan tangan kecilku yang tidak seberapa besar dibandingkan dengan tangannya.

"Tidurlah, aku akan menjagamu"

Menarik selimut Aji menyelimuti seluruh tubuhku, tangannya menggenggam tanganku lagi. Tatapannya berpindah menatap mataku. Seketika wajahku memerah, baru kali ini aku diperlakukan seperti ini oleh lelaki selain Ayah.

"Dimana yang lain..?"

"Hmm.. Menikmati malam?!"

Aji mengecup tanganku, lalu mengusapnya lagi. Aku seperti orang sakit saja.

"Tidurlah.. Aku disini"

Aku mengangguk, dan perlahan mataku tertutup, benar saja aku benar-benar sudah mengantuk.

Kamu (Wira Rencaka Aji)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang