5

3.2K 146 24
                                    

Aku menguap malas. Jus manggaku sudah tandas sedari tadi, tanganku menyolek-nyolek siku Letta yang sepertinya tak berpengaruh sama sekali. Huft. Aku mengamati sekelilingku yang sama-sama sedang bosannya.

Hari ini beberapa anak dikumpulkan untuk perwakilan pembentukan & pengenalan panitia sekaligus penjelasan beberapa informasi mengenai penyelenggaraan lomba futsal antar SMA. Sekarang aku baru paham kenapa, untuk apa Jo cs, mau panas-panas di lapangan. Aku kira karna hanya ingin pamer saja.

Aku terpaksa mengikuti Letta yang ditunjuk sebagai perwakilan dari SMAku. Kami dikumpulkan di aula yang terdapat di perpustakaan daerah ada banyak anak yang masih berseragam sepertiku dan di dominasi oleh anak laki-laki, hanya beberapa saja yang mengirimkan anak perempuan. Aku merasa sangat-sangat asing disini, Letta benar-benar fokus kedepan, beberapa kali ada anak laki-laki yang mencuri pandang ke arahku yang sangat membuatku tidak nyaman bukannya aku ke gr'an, hanya saja disamping dan belakangku sudah tidak ada orang hanya tembok yang menjulang tinggi, jadi aku bisa menyimpulkan seperti itu.
Aneh rasanya berkumpul ditengah-tengah orang yang tidak aku kenal sama sekali.

Di depan ada seorang Bapak-bapak sedang menjelaskan sesuatu yang sama sekali tidak didengar oleh sebagian orang yang ada di aula. Bosan pasti, apalagi ini sudah menunjukkan pukul 5 sore. Dan pembahasan masih belum selesai juga.

Tepat pukul setengah 6 akhirnya pembekalan hari ini ditutup dan dibubarkan. Aku dan Letta bergegas keluar, kami benar-benar sudah kehabisan energi.

"Gila! Bosen banget tau..."

"Sama, gua juga"

"Paan.. Kamu tadi serius banget liat ke depan juga"

"Hehehe" Letta hanya terkekeh sendiri seperti orang gila.

"Laper.. Ta"

"Cus.. Kita makan"

Pembekalan yang benar-benar menguras tenaga, kami memutuskan untuk pergi ke salah satu cafe di dekat perpustakaan daerah, yang ternyata memang dituju oleh sebagian besar anak yang tadi mengikuti pembekalan.

Cafe itu berada tepat diseberang perpustakaan, mataku menelusuri seluruh penjuru ruangan cafe yang di dominasi seragam putih biru seperti kami. Yang tidak aku sadari adalah ternyata Letta sudah membuat janji dengan beberapa anak futsal yang sekarang sedang duduk-duduk dikursi dekat tangga menuju lantai atas.

"Baby...."

Letta dengan tidak tahu malunya memanggil Ciko di tengah keramaian cafe. Sial. Praktis semua mata tertuju ke arah kami, yang membuatku semakin muak adalah Ciko dengan bahagianya membalas sapaan Letta dengan tidak kalah keras. Damn. Dasar manusia tidak punya muka.

"Letta bego bikin malu!"
Seperti biasa aku diabaikan oleh manusia itu. Dia dengan bahagianya berlari bergabung ditengah-tengah Ciko dan teman-temannya.

Dan aku si manusia kikuk masih berdiri macam keledai bodoh.

"Sini Ca.. Deket gua"

Letta mengusir dua orang anak laki-laki yang duduk disampingnya, untung saja manusia satu itu masih ingat ada aku dibelakang.

Suasana riuh langsung tercipta saat pramusaji mencatat pesanan mereka. Aku benar-benar merasa asing ditengah-tengah manusia ini. Ada Jo gebetan Sheril yang duduk tenang dekat jendela dan beberapa muka orang yang tidak aku kenal sama sekali. Memanfaatkan kursi disampingku dengan baik aku menaruh tasku disana. Letta paham sekali suasana hatiku hari ini, dia dengan baiknya menyingkirkan orang yang menempati kursi disampingku, untuk membuatku nyaman. Untuk hal satu ini aku patut memuji dia.

Setelah pesanan kami diantarkan, suasana hening langsung tercipta semuanya fokus sendiri dengan makanan mereka masing-masing. Teman-teman Ciko tidak ada yang berani mengajakku berbicara sedari tadi. Syukurlah karena aku sedang malas untuk berbasa-basi.

Aku mengerjap malas melihat ada irisan tomat di piringku. Aku sangat membenci tomat, aku pernah memiliki kenangan buruk tentang tomat di Belanda. Saat itu aku terkubur hidup-hidup diantara tumpukan tomat ulah dari Ciko yang menjahiliku.

Tasku yang awalnya ada dikursi berpindah kebelakang bersandar disandaran kursiku. Aku mengerjapkan mata kaget melihat siapa pelakunya.

Orang yang tidak aku harapkan hadir. Damn. Aji dengan santainya duduk disampingku. What the hell?!

"Gua udah dipesenin belom?"

Ciko menggeleng menjawab pertanyaan Aji. Dengan sigap Aji memanggil pramusaji dan memesan makanannya. Okay, rileks! Aku mencoba fokus pada makanan didepanku, menyingkirkan tomat menyebalkan itu di pinggir aku meneruskan makananku. Mataku melirik Aji yang duduk disampingku yang sialnya matanya tak pernah lepas memandangku. Kenapa dengan makhluk ini?

Mencoba bersikap masa bodoh aku mengalihkan kembali perhatianku pada makanan dihadapanku. Makanan ini terasa tidak enak, apalagi setelah mendapat pelototan orang yang ada disampingku, padahal sedari tadi cacing di perutku sudah berteriak lapar. Tapi sekarang makanan ini terasa hambar. Mataku kembali bergerak melirik ke samping yang sayangnya langsung bertubrukan dengan pandangan Aji yang masih dengan setia memperhatikanku. Shit!

Dia benar-benar tidak tahu malu, oke ini yang terakhir. Aku menoleh lagi ke arahnya dengan berani, pandangan kami bertemu dan dia sama sekali tidak merasa terciduk telah memperhatikanku malah dengan santainya menatapku tanpa mengalihkan pandangannya. Damn. Dengan terpaksa aku yang mengalah mencoba menarik kursiku ke arah Letta yang lebih sialnya lagi kursi ini susah digerakkan. Dan pelakunya tidak lain Aji si bodoh dan kurang ajar.

Kaki kanannya menahan kursiku badannya yang menghadapku semakin membuatku terintimidasi. Bukannya menjauh malah kursiku tertarik mendekat dalam kungkungan kaki Aji. Damn. Parfumnya enak lagi. Jantungku sudah berdetak tidak karuan, makananku acak-acakan.

Mencengkram garpu dan sendokku aku menatap Aji bertanya. Dia hanya tersenyum miring. Tangan nakalnya bahkan sudah merangkul pinggangku. Damn boy!

Menghela nafas berkali-kali aku mencoba mengabaikannya. Rasanya tanganku gatal sekali ingin mencakar muka songong Aji.

Pesanan Aji datang, syukurlah tangannya sudah tidak merangkul bahu kursiku. Jantungku mulai berdetak normal, parfum Aji yang tadi melingkupiku mulai mengilang sedikit. Dia makan masih dengan senyum miringnya dan sesekali melihat ke arahku.

Aku harap hari ini akan berakhir dengan baik.

Kamu (Wira Rencaka Aji)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang