Selamat membaca...
***
“Dia Sakha, cucu kesayangan saya,” Laila menjelasankan seakan membaca isi pikiran Shabina.
Tapi tunggu …
Oma Laila bilang apa tadi? Sakha? Nama cucunya Sakha? Bukankah … nama itu juga yang sempat ku dengar di club malam? Tidak—tidak, tidak mungkin dia Lelaki yang sama, sedang wajah mereka saja sangat jauh berbeda.
“Kenapa Shabina? Apa kamu sempat bertemu dengan Sakha sebelumnya?”
“Eh?” Shabina gelagapan, kemudian menatap Sakha dengan intens. “Sepertinya tidak pernah,” jawabnya sedikit ragu.
Namun tatapan dari Laki-laki yang belum Shabina kenal, membuatnya sedikit meringis. Disana terdapat tatapan penuh rasa kasihan. Apa-apaan?
“Silakan Masuk, Mas.”
Meta yang mempersilakan hingga Pria bernama Sakha itu menurut. Masuk dengan langkah elegannya, dan duduk diantara Shabina dan Lelaki yang sampai saat ini masih diam saja. Menariknya lagi, aroma yang tercium seiring dengan kedatangannya, berhasil menenangkan indera penciuman Shabina.
‘Dimanakah aku sempat mencium aroma ini?’ batin Shabina bertanya-tanya.
Entah berapa lama Shabina melamun, tahu-tahu Meta menyenggolnya dengan menunjuk tangan Sakha yang sudah terulur dihadapnya. Sedetik kemudian Shabina langsung menyambut uluran tersebut dan turut memperkenalkan diri.
“Sakha.”
“Shabina,” ujar keduanya kompak.
Kunjungan pada malam itu berlangsung cukup lama. Meski pada awalnya penuh kecanggungan, namun lama-kelamaan obrolan mereka jadi lebih menyenangkan dan mengalir apa adanya. Ditambah dengan candaan yang dilontarkan Danzel, membuat suasana semakin hangat.
Ya. Ternyata nama Lelaki yang ditugaskan mendorong kursi roda itu Danzel, dan dia tidak sependiam yang Shabina pikirkan pertama kali. Diantara ketiganya—Sakha, Danzel dan Laila, jutru Danzel yang lebih banyak bersuara.
Kalau Sakha, tidak perlu ditanya lagi. Paling dia hanya akan menjawab, ja-tidak-bisa jadi-oke. Lalu sisanya menggeplak kepala Danzel, ketika Lelaki itu menggodanya.
Ketika malam sudah mulai larut, Laila pun pamit undur diri mewakili yang lain. Kemudian berpesan jika di hari-hari berikutnya akan berkunjung kembali ke rumah ini. Kalau perlu, Laila ingin berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir mendiang Ibu Shabina juga.
Maka dengan senang hati Shabina meng-iyakannya.
***
Sakha sedikit kecewa, karena ternyata sampai mereka pamit pulang pun Omanya tidak juga membahas tentang insiden satu malamnya bersama Shabina. Padahal sedari tadi, lebih tepatnya sedari Sakha berada di dekat Shabina, Ia sudah sangat tidak tahan untuk membeberkan semuanya.
Namun tatapan Omanya selalu saja penuh antisipasi, seakan berkata jika pembahasan tersebut cukup serius untuk dibicarakan pada awal pertemuan mereka.
“Udah, sabar aja. Yang penting sekarang kita tahu, bahwa Perempuan itu baik-baik saja.”
Sakha menoleh pada tangan Laila yang mengusap pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Secret [[REVISI]]
RomanceCERITA INI TERSEDIA JUGA DI DREAME/INNOVEL DENGAN JUDUL 'Rahasia Indah Sang Presdir' Sakha dan Shabina dipertemukan dalam hubungan satu malam yang tidak disengaja. Sakha yang dalam pengaruh alkohol mengira, jika perempuan yang bersamanya adalah Kari...