Bayangan

19 2 0
                                    

Banyangan,,
Ia selalu setia bersama meski tidak pernah nyata,
Ia selalu menemani kita meski ia tak berarti apa-apa,
Ia yang selalu ada dan tak pernah lupa posisi nya,
Yang selalu pergi menghilang tanpa lupa arah jalan pulang,
Bayangan...
Meski itu hanya siluet hitam dan mencekam
Tapi kau tak pernah tampak padam...

Butiran air ini mengalir sangat banyak dan cepat, ia turun bersamaan dengan auman alam semsesta yang membuat ku takut, ia mengalir bersama kilatan cahaya langit yang membuat hati ku ciut, rintik air ini mereka menyebutnya hujan...
yah hujan di tengah malam ini sangat amat membuat dahi ku mengkerut,,,

Lampu tiba-tiba saja padam, di bawah atap rumah ini aku hanya berdua dengan tante ku, kami berbeda kamar, tidak ada orang lain hanya kami berdua saja, aahh aku khawatir mata ku tak kan bisa terpejam nanti,,

Ku raih ponsel di atas meja ku, aku mencoba menghubungi Sufa, dambaan hati ku, hanya dengan dua deringan nada saja ia sudah menjawab nya, seketika luntur lah rasa takut dan cemas dalam hati kuuu,

"Ah sayang, di sini lampu nya padam, hujan ny sangat deras, kilat nya juga, aku takut sekalii" nada suara ku mulai bersembunyi di balik panggilan ponsel itu

"Yah sudah aktif kan panggilan video nya, biar aku temani kamu dikamar, sabar yah syang sampai nanti kita halal" Sufa menghibur dengan nada nya yang memanjakan aku, ah rasa nya aku ingin menikah hari ini juga agar aku bisa bersama Sufa setiap waktu..

Kemudian kami mulai bercanda di balik panggilan video itu, Sufa selalu saja membuatku tertawa dengan candaan nya yang akhh bisa ku bilang itu sangat konyol, sampai aku lupa deras nya hujan, sampai aku tidak mendengar besar nya suara petir diluar..

Hanya beberapa jam saja aku ingat sekali waktu itu sudah lewat jam 12 malam, tiba-tiba ponsel ku mati dari panggilan, dan ternyata aku kehabisan kuota, aaahh benar-benar sial, kemudian Sufa menelfon menggunakan nomor ponsel biasa, aku jelaskan pada nya agar berbicara besok saja lagi, aku tidak apa-apa hanya mendengar suara nya, lalu tiba-tiba Sufa mematikan ponsel nya dan itu membuatku sangat kesal,,

15 mnit berlalu hujan semakin deras, petir semakin kencang saja, ah aku menelfon Sufa hingga puluhan kali tapi tidak di angkat nya, ah aku tidak bisa menelfon melalui wathsapp, bagaimana ini, aku akan marah padanya nanti ketika ia menjawab telfon ku lihat sajaaa,

Lalu tiba-tiba Sufa menelfon, malas sekali aku mengangkatnya, kemudian secara serontak perir menyambar kencang bersamaan dengan nada panggilan terakhir dari Sufa, ah aku khawatir, kenapa aku merasa ada yang tidak baik dengan nya, ah Sufa sekali lagi kamu berhasil membuat aku meredakan amaraku ini, 

Aku menjawab telfon Sufa, lalu ia berbicara tidak jelas, yang terdengar keras hanya suara hujan dan petir, lalu ia berbicara dengan teriakan aku seperti mendengar suaranya dengan lantang dan begitu dekat, tapi itu tidak mungkin sekarang sudah hampir jam 1 malam dan diluar hujan nya sangat deras sekali,,

Lalu Sufa berteriak sekali lagi "syang, sayang, diluar, di depan jendela kamarrrr" ah aku kaget, aku tarik layar jendela ku, lalu ku lihat di balik gelap nya malam, di balik lampu yang padam, hanya ada cahaya lampu motor, tubuh seorang lelaki dengan baju kaos hitam lengan pendek, celana lepis pendek berwarna dongker terang, memakai sendal jepit, samar benar-benar sangat terlihat samar, ia melambai pada ku, seketika aku langsun mengenali nya. Ahh, itu Sufa kuu,

Aku keluar melihat tubuh nya yang basah kedinginan, aku sampai tidak mau mencari payung karena aku benar-benar khawatir bhkan rasa itu bercampur bahagia, aku ingin membuka pintu pagar rumah ku, menyuruh nya duduk di teras sebentar sampai aku dapat kan mantel dan jaker untuk nya, tapi Sufa menolak, ia menyruh aku melindungi diri di balik jilbab ku dan berbicara di antara pagar rumah,, ah rasa nya sangat sedih sekali berada di antara sekat..

Sufa lalu memberiku sepotong kartu, aku tau itu kartu kuota, aku memandang nya dalam, di antara hujan dan petir, sama dengan nya tubuh ku pun akhir nya basah tertimpa air, aku sangat pasrah, biar lah malam ini hujan yang membuat kita basah, biar lah petir yang membuat kita takut, dan biar lah pagar ini menjadi sekat, karena nanti saat itu tiba saat dimana rasa ku tidak akan pernah runtuh oleh hujan yang lebih deras, petir yang lebih kencang, bahkan pagar yang lebih tinggi, ingat lah Sufa itu tidak akan membuatnya berkurang sedetik pun..

Aku mencoba menutup kepala Sufa dengan tangan ku di balik besi-besi pagar, lalu aku bertanya padanya "sayang, tunggulah, akan aku carikan mantel untuk kamu pulang" tangan ini aku harap bisa membantu melindungi mata Sufa dari air hujan yang tajam..

"Tidak, jangan, aku ingin berkorban untuk mu, jika dengan air hujan saja aku masih butuh perlindungan bagaimana kelak aku harus melindungi mu dari hal yang lebih kejam dari ini" sambil menarik tangan ku dari kepala nya ia mencoba untuk menggenggam nya erat, sangat eratt, aku diam dan tersenyum, jujur saja bersamaan dengan air hujan itu ada air mata yang mengalir di pipiku, aku hanya tidak ingin Sufa tau aku menangis, tidak bolehhh..

"Syang, masuk lah. Hujan sudah mulai nakal padamu, ia mencoba menggoda mu dan membuat mu enggan pergi dari sini, aku tidak ingin hujan menemani mu lebih lama dari aku, maka masuk lah sayang, kunci pintu rumah itu, nanti akan kuhubungi ketika aku dirumah" Sufa membuatku hanyut dengan suasana malam itu, andai saja begini andai saja begitu, bnyak sekali andai-andai yang aku harapkan untuk nya...

Malam itu berakhir dengan sangat dalam, malam itu berakhir dengan hati ku yang hanyut oleh Sufa, malam itu berakhir dengan penuh keharuan...
ah tidak bukan, tidak berakhir tapi malam itu dimulai dengan kisah ku yang lebih dalam dengan Sufa, kisah yang setelah ini pun tak kan kuat aku menulis nya, bahkan mengingat setiap detik kisah itu pun aku tak kan mampu, tidakk bukan tidak mau, tapi aku tidak akan sanggup menahan air mata, sesak, bahkan menahan rasa rindu yang dalam padanya...

Sampai pada jam 5.25 pagi telfon ku masih aktif dengan wajah Sufa yang tertidur pulas di baliknya, pipinya, hidungnya, matanya, alisnya, keningnya, bahkan helai rambutnya aku masih ingat betul detailnya, yah begitulah rasa ku pada Sufa, aku tidak khawatir karena aku percaya Sufa menyanyangi aku lebih besar dari ini...

Tapi kini, semua itu hanya lah banyangan hitam yang aku bawa bersama ku, semua itu hanya cerita kelam yang terlihat terang pada masanya,
Semua itu hanya ukiran-ukiran kisah yang dulu membuat ku melayang namun sekrang membuat ku hanya bayang-banyang.

Tak apa, sungguh benar-benar tak apa, karena sejatinya aku berpijak pada ucapku, yah sampai detik ini ucapku adalah benar padanya, yah pada mu Sufa, hujan yang lebih deras dari malam itu telah aku lalui, petir yang lebih kencang dari gelap itu tak membuatku berhenti, bahkan pagar yang lebih tinggi dari sekat itu tidak mampu membuatku goyah, tidak Sufa, ketahuilah tidak pernah sedetikpun rasa ku kurang, tak pernah sejengkalpun rasa ku hilang, bahkan tak pernah setitik pun rasa ku berpaling...

Sufa, jika nanti entah kapan itu, suatu hari kau merindukan aku, maka bacalah tulisan ku, jika nanti kau ingin mengetahui hidupku tanpa mu maka selesaikan lah bacaan mu dalam tulisan ku, dan jika kau ingin tau akhir rasa ku padamu, maka datang lah padaku, maka kau akan mendapat semua jawaban yang kau mau...

Yah rintangan malam itu pun, aku akan menjelaskan nya seperti bayang-bayang untuk mu, entah di bagian mana, tapi kau tunggu saja. Kau akan tahu bahwa aku tidak pernah menipu....

Terimakasih banyangan, kau mengajarkan banyak hal, maka tolong ajarkan Sufa cara menghilang yang tidak pernah lupa jalan pulang....

Menjarah Arah HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang