7

893 78 24
                                    

12 Juni 2026

Gadis berambut violet termenung, menatap kebun sayurnya yang terlihat hijau asri.

Hari ini umurnya menginjak 16 tahun. Bukannya bahagia dengan hari lahirnya, gadis itu malah menitikkan air matanya, sedih.

"Sumire-chan!"

Melihat sang cucu yang tengah bersedih, Hoshi melangkahkan kakinya mendekati sang cucu, berharap dirinya dapat mengembalikan senyum manis cucunya itu.

"Ada apa?" Tanyanya khawatir.

Sumire hanya menggelengkan kepalanya singkat.

"Apa ini berhubungan dengan ulang tahunmu? Bercerita lah pada Baa-chan. Siapa tahu Baa-chan bisa menghiburmu." Ucap Hoshi dengan lembut.

"Hiks...hiks...hiks...
Ba-baa-chan a-a-aku merindukan Kaa-chan. Me-mengapa hiks... ia ber-berhenti mem-memberiku surat hiks...hiks..." jawab Sumire dengan air mata yang kini membanjiri pipinya.

Grep

Tak kuasa menahan sedih, Hoshi langsung memeluk cucu semata wayangnya, berharap dengan pelukannya Sumire dapat tenang.

"Mau mendengarkan cerita?" Tanya Hoshi lembut.

Dengan pelan gadis itu menganggukkan kepalanya.

"Baik, cerita ini dimulai 28 tahun yang lalu...

Flashback

28 tahun yang lalu

Hoshi pov

Hari ini hari keberuntungan bagiku. Jam baru menunjukkan pukul sepuluh pagi, tapi daganganku sudah habis terjual.

Aku berjalan keluar pasar tradisional tempatku berdagang.

Deg

Tak sengaja, aku melihat sesosok anak kecil berambut indigo pendek tengah memeluk lututnya. Wajahnya terlihat ketakutan. Bajunya kotor dan terlihat banyak luka di sana-sini.

Karena merasa iba, aku menghampiri gadis yang ketakutan itu.

"Hey, Nak" sapa ku padanya. Ia memandang wajahku. Wajahnya sangat kumal. Entah mengapa gadis ini ada disini. Apakah orang tuanya tidak mencari gadis ini?

"La....par......" ucap gadis itu terbata. Aku tak tahu apa yang menimpanya. Tapi, hatiku mengatakan bahwa aku harus menolongnya.

"Kau mau makan?" Tanyaku seraya mengelus pipi kumalnya.

Gadis itu menganggukkan kepalanya. Tanpa lama-lama, aku membawa gadis itu menuju stand makanan.

Gadis itu makan dengan lahap, seakan-akan dirinya belum makan berhari-hari.

"Aligato Baa-cama" gadis itu berucap terima kasih selepas makanannya habis. Aksennya masih cadel, mungkin karena umurnya yang memang masih kecil.

Ku usap kepalanya lembut, usapan itu membuat gadis ini terlihat nyaman.

"Douita shimasita nee. Sekarang kau harus pulang yaa...
Kaa-chan mu pasti mencari" ucapku memberi perhatian.

Setelahnya aku bangkit dan meninggalkan gadis mungil itu dengan perut kenyangnya.

Jarak kami mulai berjauhanaku merasa , tapi gadis itu masih saja terdiam di tempatnya tadi.

Karena merasa khawatir, aku kembali mendekati gadis itu.

"Mengapa kau tidak pulang?" Tanyaku penasaran.

"A-a-aku ti-tidak punya lu-lumah" jawabnya terbata.

Saat itu, aku mengartikan "tidak punya rumah" itu sebagai ungkapan tersesat. Namun, setelah sekian lama hidup dengan gadis itu aku tahu arti kata "tidak punya rumah" itu bukanlah tersesat.

Sumire no Kaa-chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang