Sekarang Eila yang aktif dan periang itu banyak diam. Dia hanya akan aktif lugu dan periang kepada orang orang terdekatnya. Diluar lingkungan rumah dia pribadi yang cuek dan simple. Dia masih mendendam dengan alam. seperti itulah jika hati diisi dengan luka kecewa atas benci. Semua terasa lebih baik sendiri. Lebih baik menghindari resiko kecewa berikut luka bila terlalu ramai urusan luar yang hadir di kehidupan kita. Memeluk erat benci seolah penyakit hati yang kronis, akan selalu menghadirkan rasa sepi, akan selalu menghadirkan kecewa yang setelahnya dan akan terus berkelanjutan luka yang masih di ingat erat oleh pikiran. Selama luka itu masih belum bisa di lupakan oleh ingatan yang sudah terlanjur lekat maka benci itu akan semakin hitam pekat. Yang perlu kita lakukan jika ini terjadi adalah dengan mengikhlaskan semua rasa. Karena benci, luka, kecewa hanyalah soal rasa. Perlu Inkarnasi atas rasa. Bahwa yang bisa melakukan semuanya adalah dirimu dengan Rasa yang menjelma sebagai sosok yang Maha ESA dalam diri. Tetapi tetap bahwa Tuhan atas Rasa yang ada dalam diri yaitu adalah dirimu sendiri. Dirimu sendiri adalah Tuhan yang berkehendak atas perasaan kau sendiri. Kau harus menentukannya, apa yang lebih ingin kau rasa di dunia nyata ini. Seperti itu lah yang harus Eila pahami. Ia terlalu kecewa, terlalu menyimpan luka dan akibat dari semuanya adalah benci yang ada semakin berada. Mungkin juga ditambah karena selama sepuluh ini Eila melihat kekejaman alam dengan bencana nya di tv. Gempa, tanah longsor, badai, erupsinya gunung dan tsunami di laut. Bagi Eila tidak ada yang aman di luar sana itulah alam, alam yang merenggut banyak nyawa dan korban luka, baik luka fisik maupun luka batin yang mendalam. Alam sungguh kejam bagi Eila. Jika para teman sekolahnya mengajak untuk liburan ke suatu tempat Eila selalu memberikan jawaban yang sama yaitu tidak. Untuk mengisi kegiatan luang dia selalu ikut organisasi di sekolahnya seperti OSIS, itupun dibujuk oleh sang nenek dengan susah payahnya sejak SMP. Sang nenek hanya ingin Eila mempunyai pengalaman dan banyak teman. Namun bagi Eila ia hanya memilik satu teman yang ia akui keberadaannya. Yaitu Kiki Puspitasari, dia adalah sahabat sekaligus tetangga Eila sejak SMP. Dan kini mereka sudah lulus SMA bersama di sekolahan yang sama. Dan lagi Mereka diterima melanjutkan ke salah satu perguruan tinggi negeri di yogyakarta yang sama pula. Mereka akan segera melakukan daftar ulang di kampus. Kebetulan mereka mengambil Fakultas yang sama yaitu Fakultas Seni dan Bahasa (FBS). Namun bedanya Eila mengambil Sastra Indonesia sedangkan Kiki mengambil Pendidikan Bahasa. Pagi itu awan tampil malu malu. Dan matahari cukup tersipu. Cuaca cerah sedikit mendung. Seolah matahari seperti lampu bohlam yang diujung masanya terlihat redup dan hanya menampikan cahaya seadanya.
"Nek, Eila pamit yah. Mau daftar ulang dikampus." Pamit Eila sambil mencium tangan neneknya dilanjut dengan mencium pipi kanan dan kiri sang nenek.
"Iya kamu hati hati dijalan. Kalau pulang telat atau terjadi apa apa kabari nomer telpon rumah." Jawab nenek masih memegang erat tangan Eila sehabis Eila mencium tangan beliau.
"Siap Nenekku pahlawanku. Dadaahh nenek." jawab Eila semangat. Eila segera berlalu ke luar rumah dan dilihatnya cuaca sedang mendung. Dan ia berpikir akan ke bagasi untuk memanaskan mobil. Sambil berlalu kebagasi eila menyapa bi Yati yang sedang menyapu halaman dengan sapu lidinya.
"Bi Yati Eila titip nenek yah, Eila mau kekampus."
"Siap nona cantik, hati hati non Eila." Jawab bi Yati yang sedang menyapu halaman rumah didepan.
"Oke bi, dadaahh" jawab Eila sambil Berlalu.
Eila berlalu dengan semangat yang lebih dari biasanya. Ia sangat antusias untuk mulai kuliah di kampus dengan jurusan yang sangat ia minati. Dia merasa bahwa ini semua akan menjadi dunia baru. Begitulah semua orang merasa bersemangat untuk sesuatu yang baru. Merasa bahwa dalam dunia baru itu kita akan terlahir kembali dengan jiwa yang bersih. Ingin menunjukan sesuatu akan dunia itu bahwa kita lebih hebat dari pada dunia sebelumnya, ingin menjadikan bahwa dunia ini harus lebih baik dari dunia lainnya, dan ingin lebih percaya bahwa dunia baru bisa menjadi dunia yang lebih menyenangkan dari dunia lainnya, dan banyak harapan lain lainnya yang ada dalam benak terbayang. Seharusnya dalam hal apapun kita lebih baik menyikapinya seperti dunia baru. Karena setiap tahun pun akan ada musim yang baru, setiap hari akan ada tanggal yang baru, setiap jam akan ada massa yang baru dan setiap detik akan ada nafas kehidupan yang baru tanpa kita sadari. Dengan begitu kita akan selalu bersemangat dan yang terpenting kita selalu memiliki harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berakhir Di Awal
Roman d'amour"Yang pantas kecewa akan kehilangan cuma orang yang punya kenangan akannya. Bukan hanya angan angan. Kau yang kehilangan Ibumu sedari kau lahir lalu kenangan apa yang kau punya bersamanya? Kasar kiranya pernyataan dan pertanyaan ku ini Eila. Tapi in...