Where are u now?

880 62 12
                                    

Gadis kecil dengan rambut yang diikat dua itu melambatkan langkah kakinya ketika ia sampai didepan pintu sebuah ruangan serba putih yang berbau obat-obatan. Tangan mungilnya kemudian mendorong pintu berwarna putih itu hingga mengakibatkan suara decitan akibat gesekan antara pintu dengan lantai. Otomatis, pria yang berada dalam ruangan memusatkan perhatiannya pada sosok gadis kecil yang baru saja datang.

"Papa," Gadis kecil itu melangkahkan kakinya mendekati pria tampan yang tak lain adalah ayahnya itu. Wajahnya memerah dengan isak tangisnya yang tak kunjung berhenti semenjak ia melangkahkan kaki kecilnya disepanjang koridor rumah sakit bahkan sejak dari rumahnya.

"Ify, kamu kenapa sayang? Ssttt tenang yaa, " Pria itu kemudian membawa putri kecilnya kedalam gendongannya, menenangkan putri kecilnya agar tidak menangis lagi.

"Ify takut Papa, Ify nggak mau sendirian lagi. Ify mau sama Papa," Masih dalam keadaan terisak, gadis kecil itu menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher ayahnya.

"Iya sayang, iya. Ify disini sekarang sama Papa jaga mama ya nak,"

"Maaf Tuan, tadi non Ify bangun dari tidurnya lalu mencari Tuan. Lalu dia menangis dan tidak mau diam walaupun sudah kami bujuk dengan berbagai cara. Kemudian non Ify meminta saya untuk mengantarnya kemari." Penjelasan pria paruh baya yang tak lain adalah salah satu tenaga kerja di keluarga Umari itu membuat Hanafi menghela nafas. Putri kecilnya ini pasti sudah membuat kekacauan dan menyusahkan semua orang dirumah.

"Terimakasih Pak Deden. Maaf sudah merepotkan kalian. Sekarang, biar saya yang menjaga Ify." Hanafi mengusap lembut punggung gadis kecil dalam gendongannya yang kini mulai memejamkan mata. Sepertinya gadis kecilnya mengantuk.

"Tidak apa Tuan. Saya permisi," Pria paruh baya itu tersenyum sopan, lalu beranjak dari ruangan berbau obat-obatan itu.

"Sayang kamu liat kan, peri kecil kita nggak mau ditinggal sendirian. Cepet bangun sayang, biar Ify nggak sendirian lagi waktu aku ke kantor nanti. I love you." Hanafi mengecup punggung tangan wanita cantik yang terbaring diatas ranjang rumah sakit dengan peralatan medis yang bertugas menopang kehidupan wanitanya. Air matanya meluruh bersamaan dengan rasa sesak didadanya yang membuatnya tak bisa menahan isakan. Wanita itu adalah istrinya. Wanita yang melahirkan putri kecil yang kini berada dalam gendongannya. Wanita yang sudah sepuluh tahun menemani hidupnya.

~~~~~

Hanafi memijat pangkal hidungnya sejenak. Kenangan itu, mengapa kembali berputar? Ada apa? Apakah terjadi sesuatu? Pria itu kemudian melepas kacamata yang bertengger dihidung bangirnya. Setelahnya, ia meraih benda persegi berlayar datar dan berwarna emas diatas meja kerjanya lalu menghubungi seseorang.

"Nita, apakah saya memiliki jadwal rapat atau bertemu klien lagi setelah ini?"

"Tidak ada Tuan," Jawab seseorang disebrang sana

"Baiklah, saya keluar sebentar. Jika ada yang mencari saya, katakan bahwa saya sedang berada diluar."

"Baik Tuan,"

Setelah sambungan terputus, Hanafi lantas menyambar kunci mobil dan langsung melesat ketempat yang sejak tadi terbayang di kepalanya. Wajahnya menyiratkan sebuah kekhawatiran, sangat jelas sekali.

~~~~~

Ify menggeliat kecil lalu terbangun dari tidurnya. Gadis itu kemudian mengerjabkan kedua matanya yang terasa berat. Ada apa ini? Kenapa kepalanya terasa pusing sekali?. Dengan tubuh yang lemah, Ify berusaha mendudukkan tubuhnya namun gagal dan ia baru sadar kalau diatas keningnya terdapat kompresan sebelum benda itu jatuh kelantai akibat pergerakannya. Gadis itu lalu kembali merebahkan tubuh lemahnya.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang