Hal apa yang dapat membunuh seseorang secara perlahan? Mungkin salah satu jawabannya adalah rasa rindu. Hanya lima huruf, namun mampu membuat seseorang mati. Bukan, bukan raganya, melainkan perasaannya. Bukankah Dilan pun berkata bahwa rindu itu berat? Itu benar. Jika rindu tak tersampaikan, perasaan itu akan menumpuk dan perlahan membunuh si perindu.
Seseorang pasti pernah merasakan rasa rindu pada sesuatu, seseorang, atau bahkan sebuah momen bukan? Dan saat rindu itu datang, ia ingin dibalas temu, benar? Lalu apa jadinya jika apa yang kita rindukan sma sekali tidak dapat kita temukan? Apa kita harus mati juga karena perasaan itu?
Rumit memang, dan hal itu terjadi pada Ify selama bertahun-tahun lamanya. Perasaan rindu sering kali menghantui gadis polos itu. Hanya lewat doa-lah ia dapat menyampaikan rasa rindunya. Hanya di hadapan-Nya Ify dapat menceritakan segala bentuk rasa rindunya akan sosok ibunya.
Bertahun-tahun terlewati tanpa ada figur seorang ibu bukanlah suatu hal yang mudah. Ify kadang merasa iri dengan teman-temannya yang dengan bebas dapat bermanja pada ibu mereka. Ify ingin dimanja, diperhatikan dan dipeluk dengan wanita yang telah melahirkannya seperti Sivia. Ify ingin merasakan lezatnya masakan yang dibuat langsung oleh ibunya, seperti Agni. Ify ingin dipilihkan model baju yang bagus oleh ibunya seperti Shilla. Namun angan hanya tinggal angan. Semua itu tidak akan pernah terjadi.
Ify harus bersyukur, karena walaupun ia tidak memiliki ibu setidaknya ia memiliki seorang ayah yang sangat menyayanginya, memanjakannya, dan sebisa mungkin menjadi figur seorang ibu walaupun sulit.
Setidaknya kita belajar bahwa sesuatu yang terlihat sempurna memiliki banyak kekurangan.
~~~~~
Ify berjalan diantara ratusan gundukan tanah sembari menggengam buket bunga dan bunga hias tabur ditangan kanan kirinya. Langkahnya kakinya sedikit lambat karena sejujurnya kepalanya masih berat. Namun sebisa mungkin ia harus sampai ditempat yang sudah ia rindukan sejak seminggu lalu, walaupun harus pergi diam-diam tanpa diketahui orang-orang dirumahnya.
Langkah kaki gadis itu terhenti pada sebuah pusara dengan nisan bertuliskan Stefany Winata. Gadis itu kemudian meletakkan bunga yang ia bawa lalu memejamkan matanya dan melafalkan doa.
Cukup lama sebelum ia kembali membuka mata. Ah, jangan lupakan air mata yang berlomba-lomba untuk jatuh ketika gadis itu membuka matanya. Entah sejak kapan gadis itu menangis.
Ify menaburkan bunga yang ia bawa diatas makam ibunya, matanya menatap sendu pada pusara milik ibunya itu.
"Assalamualaikum Mama, Ify dateng lagi nih hehe." Gadis itu mengusap nisan milik ibunya lalu terkekeh miris, ada air mata yang meleleh dalam tawa ringannya itu.
"Maaf ya Ma, lagi-lagi Ify kesini sendirian. Ify belum bisa ajak Papa untuk ikut kesini jenguk Mama, Ify belum bisa bikin kita bertiga kumpul lagi. Maafin Ify ya Ma," Sebisa mungkin Ify menahan isak tangisnya yang hampir pecah. Rasanya sesak, tenggorokannya tercekat. Dengan susah payah gadis itu mencoba menarik nafas agar tangisnya tidak pecah.
"Ma, Ify nggak tau lagi gimana caranya buat bikin Papa kesini sama Ify. Ify bingung Mama, Papa berubah. Nggak banyak, tapi Ify bisa ngerasain. Ify harus gimana?"
Hening. Hanya ada suara gesekan antara angin dan dedaunan. Oh jangan lupakan Ify yang mulai terisak. Gadis itu tidak bisa untuk tidak menangis lagi. Sekeras apapun usahanya untuk menahan, sialnya air matanya tetap turun seiring dengan isakan kecil yang menyesakkan.
~~~~~
Takdir sudah memulai perannya sebagai pelengkap jalan cerita kehidupan. Mau tidak mau, suka tidak suka, siapapun tidak bisa mengelak apapun yang akan menjadi takdirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Teen Fiction'Kamu indah seperti senja.. Hingga aku sadar, Senja tidak datang untuk menetap' 'Ketika kamu memilih pergi tanpa alasan, maka jangan pernah kembali dengan satu pembelaan. Karena di satu sisi aku tidak akan percaya, dan disisi lain semua omongan mu...