Assalamualaykum,
Syukron respon cerita ini sangat baik. Makanya aku update lagi.Jangan lupa vote dan komen ya.
Happy reading guys
Waktu menunjukkan setengah lima pagi, setelah Salsa selesai salat subuhnya, gadis itu berinisiatif membantu Bundanya di dapur. Hari ini, ia mendapat jatah siang untuk pergi ke rumah sakit keluarganya.
Ia mengenakan hijab instan sebelum turun ke bawah. Tak lupa menyiapkan seragam kebanggaannya yang akan ia kenakan nanti siang. Setelahnya, kaki jenjang milik Salsa menuruni anak tangga untuk menuju ke dapur.
"Assalamualaykum, Bunda," kata Salsa sembari memeluk bundanya dari belakang yang sedang mengiris bawang merah di kitchen island.
"Waalaykumsalam, sayang. Dapet jatah siang?" tanya Bundanya.
"Iya, Bun. Salsa bantu, ya?"
Siapa yang tahu jika dokter cantik ini masih memiliki sifat manja kepada Bundanya. Bertolak belakang dengan sifatnya ketika berada di rumah sakit. Tentu saja, karena dalam area lingkup kerja, ia harus menjadi manusia profesional. Sifat manja Salsa ini wajar saja, karena umurnya yang masih terbilang sangat muda.
"Udah sholat, subuh? Kalo belum, sholat dulu," kata Bundanya.
"Udah kok, Bun."
Setelahnya mereka berkutik dengan senjata dapur. Bundanya akan memasak sup ayam untuk sarapan pagi ini. Terdengar menggoda dan pas untuk menu sarapan pagi. Mereka memasak dengan di iringi candaan. Salsa lebih banyak menceritakan kegiatannya di rumah sakit. Kemarin ia melaksanan operasi, dan ternyata operasi itu berhasil, dan tentunya atas izin Allah Swt. Bundanya bangga memiliki Salsa. Anak gadisnya banyak menyelamatkan nyawa orang lain karena izin Allah Swt.
Setelah beberapa lama memasak dan bercerita, akhirnya sup ayamnya telah siap di siapkan. Salsa segera menyiapkan meja makan ketika bundanya mengangkat sup ayamnya untuk di tuangkan ke wadah mangkuk besar.
"Salsa masuk, siang?" suara itu bariton yang sangat di cintai oleh Salsa itu telah berjalan mendekat dan duduk di kursi meja makan.
"Iya, Ayah. Makanya bisa sarapan bareng. Kemarin Salsa ada operasi dadakan sampai malam, jadinya dapet keringanan sampai siang, hehe," kata Salsa sembari menuangkan sup ayam ke dalam mangkoknya.
"Pasti berhasil," tebak Ayahnya.
Salsa mengangguk.
Tiba-tiba terdengar bel berbunyi ketika di pertengahan sarapan mereka.
"Biar Salsa yang buka, Bun," katanya. Setelah berkata, Salsa langsung berjalan menuju pintu utama.
"Assalamualaykum," teriak seseorang dari luar, tak lain adalah tamu itu.
"Waalaykumsalam, tunggu sebentar," kata Salsa sembari berjalan cepat.
Salsa membuka pintunya dan alangkah terkejutnya dirinya ketika melihat siapa tamunya di pagi-pagi ini. Sedetik kemudian, Salsa menetralkan rasa gugupnya, merubah mimik wajahnya untuk berusaha tenang. Jangan tanyakan jantungnya, dokter spesialis jantung itu juga bisa merasakan detakan jantung yang cepat.
"K-Kak Ara dan Kak Dirga? Ayo masuk, ikut sarapan bareng Ayah sama Bunda," kata Salsa sedikit gugup dan memasang senyuman garing.
Ara masuk lebih dulu. Ketika Dirga masuk, sempat melirik Salsa yang terlihat aneh menatapnya. Tapi ia menghiraukan dan masuk menyusul tunangannya.
Setelah tinggal Salsa sendiri, ia menutup pintu dan duduk di kursi ruang tamu. Tidak selera menghabiskan sarapan paginya. Hatinya sesak melihat dua anak manusia itu. Kalau begini caranya, bagaimana cara agar Salsa melupakan cinta pertamanya itu?
"Ya Allah, sudah lama perasaan ini bercokol di hati hamba, tapi kenapa tak kunjung hilang. Dia, Angkasa Dirgantara, lelaki yang hamba sukai akan menikah dengan kakak sepupu hamba sendiri. Hilangkan perasaan ini, Ya Allah," gumannya lirih.
Untuk menetralisir keadaan, Salsa kembali ikut bergabung di meja makan. Ara dan Dirga ikut sarapan guna menghormati tawaran Ayah dan Bundanya. Salsa menghabiskan sarapannya perlahan karena seleranya sudah hilang di telan bumi. Mereka bercerita tentang hari pernikahan Ara dan Dirga yang akan di laksanakan bulan depan. Hal itu membuat makanan Salsa tidak bisa masuk ke dalam kerongkongannya. Sesak, dadanya sesak.
Apakah harus, dirinya mengungkap perasaannya secara langsung dan membuat acara pernikahan sepupunya dan Dirga jadi hancur karenanya? Oh jelas tidak, itu bukan tipe Salsa sama sekali.
Ia akan tetap menjadi Siti Fatimah Az-Zahra-nya Ali bin Abi Thalib. Cinta dalam diam itu indah walaupun sakit di rasakan. Fatimah Az-Zahra saja kuat, jadi ia harus menirukannya. Wanita itu lemah lembut dan di junjung tinggi harga dirinya.
***"Dokter Salsa," panggil Rena, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
"Assalamualaykum dulu, kek. Kebiasaan banget deh," kata Salsa sewot sembari menata rapi dokumen-dokumen yang berserakan di mejanya setelah di tanda tangani.
"Iya, iya Sorry. Waalaykumsalam," kata Rena sembari duduk di hadapan meja Salsa.
"Gimana soal percintaan, lo? Udah bisa move on, belum?" tanya Rena memasang raut tanpa dosa. Seakan-akan itu hanya pertanyaan biasa bagi Salsa.
Salsa mendengus, "Nggak usah di bahas, kenapa? Biar jadi urusan gue sama Yang Diatas," katanya sembari menaruh map pink dalam loker meja kerjanya.
"Terus lo anggep gue, apa? Gue juga heran deh sama lo. Bisa-bisanya lo nyimpen perasaan selama tujuh tahun, bayangin, tujuh tahun coba," kata Rena sedikit menggunakan otot ketika melontarkan kata tujuh tahun.
"Gue nggak bisa nyimpen perasaan selama itu, Sal. Lagian, lo itu cantik, soleh, banyak yang suka sama lo, tinggal pilih langsung halalin, kan semua beres. Lo kagak perlu pake acara nyimpen perasaan segala," kata Rena tegas. Pasalnya sahabatnya ini terlalu menyimpan sakit hati karena melihat sahabatnya menderita karena perasaan.
Salsa mendesah, mengusap wajahnya gusar dan mengucapkan kalimat istighfar beberapa kali.
"Tapi nggak semudah itu, Ren. Bukan masalah memilih calon terus langsung halalin, ini masalah hati," kata Salsa lemas.
"Terus lo mau berharap sama calon suami sepupu lo, itu? Astaga Salsabila Aaron Akbar! Sekarang lo tinggal punya dua pilihan, lo ngaku langsung kalo lo cinta, apa lo mundur dari cinta pertama, lo? Gue yakin, lo bakal pilih opsi kedua," kata Rena mantap sembari menggebrak meja Salsa pelan.
"Bener. Gue bakal pilih opsi kedua,"
"Apa perlu gue kenalin sama sepupu gue yang lulusan, Kairo?" tanya Rena sembari memasang wajah masam.
"Nggak lah, apaan sih lo," kata Salsa tidak terima.
"Makanya, move on dong,"
"Ya Allah, Renata Prasojo! Gue udah berusaha move on, tapi tetep gagal. Tapi gue bakal ikhlasin dia kok. Gue terlalu rendah iman, makanya bisa jadi kek gini. Gue terlalu menuruti nafsu duniawi. Ya udahlah, lupain. Lagian, jodohkan sudah di tulis rapi di laufuzl mahfuzh," kata Salsa sembari menatap Rena yang menatapnya balik. Ia bisa melihat betapa sedihnya sahabatnya itu ketika melihat seseorang yang di cintainya telah menjadi milik orang lain.
***
Syukron responnya baik. Jadi aku u
KAMU SEDANG MEMBACA
Imamku, Tentaraku
أدب الهواةBagaimana mungkin aku pergi, jika hati ini masih tertaut pada salah satu hamba-Mu? Angkasa Dirgantara, kapten tentara yang sangat di sukai karena sikapnya yang konyol. Seperti percintaan pada umumnya. Seorang dokter cantik spesialis jantung telah m...