9. Lagi?

23 14 6
                                    

"Serahkan semuanya sama Zevan pa, Zevan bukan anak kecil. Jadi papa bisa percaya sama Zevan, kalau secepatnya pencuri saham papa bakal ke tangkap."

"..."

"Terima kasih pa."

Zevan menutup telponnya, jam sudah menunjukkan pukul 10:15pm. Gadis itu--Athala pasti sudah tertidur. Jadi Zevan tidak memiliki niatan untuk menelfon atau sekedar mengirim pesan pada gadis itu. Dia tidak ingin waktu istirahat Atha--Alya terganggu.

"Ahh akhirnya..."

Zevan merebahkan badannya di kasur, posisinya tengkurap. Zevan sangat lega sekali bisa merasakan rasa empuk kasur miliknya. Pria itu terlelap dengan cepat, mungkin dia sangat kelelahan karena harus mencari cara untuk menangkap buronannya selama hampir seharian penuh.

Dia terpejam, benar benar sudah terlelap. Namun ada kejanggalan disini, keringat dinginnya mulai bercucuran. Deras sekali, hingga sekujur tubuhnya terasa kaku. Pernafasan Zevan mulai terhambat. Dadanya terasa sangat sesak sekali.

Takut, ngilu, sakit hati. Itu yang ia rasakan sekarang. Zevan mencoba menghirup udara di sekitarnya, ia berusaha sekeras mungkin untuk tidak menyerah. Kepalanya menggeleng keras, entah apa yang terjadi pada pria itu. Perlahan, dia mulai meneteskan air mata.


"Mama... Zevan takut."

Zevan menutup matanya semakin rapat, pria itu mengepalkan tangannya dengan kuat.

"Ma... Mama Athala Ma."

"Tolong... Athala."

"Mama...."

Pria itu terbangun dari tidur lelapnya. Ia duduk di bawah kasur dengan memeluk erat kedua lututnya.

"Papa tolong Pa... Zevan takut hiks," ucap Zevan meracau sambil menangis sesegukan.

"Atha... Jan-jangan Atha hiks."

"Hentikan, Athala...."

"Ku mohon, hentikan...."

"Tolong...."

"Berhenti, ku mohon...."

"Please...."

"Tolong hentikan hiks...."

"Jangan...."

"Athala...."

"Zevan!"

Nadia memeluk erat anaknya yang sedang kacau, ia menangis. Merasa bersalah karena belum bisa menjadi sosok ibu yang sempurna bagi Zevan.

"Ma, tolongin Athala, dia... Athala Ma Athala...."

Zevan menangis sangat kencang, suara tangisannya sangat memilukan hati Nadia. Ia tidak tau harus berbuat apalagi jika anaknya sudah kambuh seperti ini, dia panik, dia hancur.

"Zevan, ayo minum obat."

Nadia merenggangkan pelukannya, ia menatap Zevan dengan tatapan nanar. Manik mata Zevan yang sangat menyiratkan bahwa ia sedang kacau membuat Nadia tidak tega melihatnya.

"Sayang," ucap Nadia dengan nada sangat halus kepada Zevan.

"Zevan sayang."

"Sayang, ini mama nak."

"Zevan..."

"Zevan tatap mama, ini mama nak."

"Mama disini, Zevan...."

Tidak ada jawaban dari pria itu, ia terus menangis sesegukan. Sesekali pria itu mengucapkan kata yang sama seperti tadi.

"Mama, kenapa...."

My wishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang