2

680 102 0
                                    

Keduanya sepakat berjalan beriringan. Rasa pegal yang Dahyun rasakan tergantikan dengan perasaan canggung sejak Taehyung menghampirinya. Sama halnya dengan lelaki itu, saking canggungnya ia sampai tak bisa mencari jalan keluar untuk membuat obrolan.

Padahal itu keahliannya.

Kedua otak bekerja keras, mencari cara membunuh suasana yang begitu tak mengenakkan. Dahyun menoleh ragu, Taehyung melemparkan tatapan tanya. “Maaf merepotkan.”

Taehyung menatap objek yang Dahyun tunjukkan, tangannya yang sedang memegang payung demi melindungi keduanya dari salju.

Gwenchana.”

Merasa awal yang baik sudah tercipta karena rasa tak enak gadis itu, Taehyung kembali menoleh dan mulai melancarkan aksi apa yang disuruh otaknya.

“Kudengar kau … dipromosikan untuk naik jabatan?” tanyanya yang membuat hati memaki keras pada Tuan otak. Haduh, sudah lama tak bertemu malah membicarakan soal pekerjaan. Aneh.

“Iya, semua kandidat berjuang untuk bisa lolos.” Taehyung mengangguk paham, lagi, ia bingung karena jawaban Dahyun memutus topik. “Bagaimana denganmu? Hidup di Prancis pasti menyenangkan.”

Bersyukurlah, Tuhan memberi anugerah pada otak Dahyun untuk mengambil alih.

“Tidak juga. Banyak yang tak aku kenal dan kehidupannya berbeda, aku menyesuaikan diri dan sempat stress di awal-awal,” jelasnya sambil menerawang. “bule semua, cih. Tidak ada yang imut selain anjing Shih-Tzu punya tetanggaku.”

Pffftt!” Dahyun menahan tawa, padahal dulu sebelum berangkat Taehyung sangat antusias karena akan bertemu banyak bule. Sekarang malah mengeluh karena tidak ada yang imut di matanya selain anjing. Dasar.

Taehyung menunjukkan senyum tipis, guyonannya membuahkan raut berbeda dari Dahyun. Walau jalan mereka santai, entah kenapa saat memergoki itu jantung Dahyun terasa bekerja keras. Ia malu sendiri karena Taehyung mungkin akan menganggap selera humornya rendah.

“Daripada membicarakan itu … sudah tiga tahun kita tidak bertemu,” ucap Taehyung setelah berdeham sebentar. “bagaimana kalau kita berbagi sesuatu.”

“Apa itu?” tanya Dahyun.

“Judulnya, ‘The best thing I ever did’ selama kita jauh satu sama lain.” Dahyun mengangguk-angguk. “Mau?”

Dahyun menyetujuinya, ia mulai berpikir dan mengorek beberapa hal yang dilakukannya selama tidak bersama Taehyung. Teman kantornya yang dulu sempat interview masuk kerja bersama. Atasannya yang jika di luar takkan pernah mengganggap Dahyun sebagai bawahan.

“Tidak perlu menjawab sekarang, lagipula kita sudah sampai di rumahmu,” katanya meralat sambil menyadarkan Dahyun dari lamunan. Ia baru sadar bahwa ternyata kecanggungan tadi membawanya dengan cepat sampai di depan rumah.

Padahal ia selalu merasa jaraknya dari kantor ke rumah jauh sekali. Bisa jadi memang iya jauh atau hanya karena ia lelah dan ingin cepat beristirahat. Lalu ada apa dengan hari ini? Kenapa Dahyun merasa ia hanya berjalan lima langkah keluar dari kantornya?

Baiklah, lupakan. Taehyung pun harus pulang sekarang.

“Omong-omong, kenapa oppa tahu rumah baruku?” tanya Dahyun berhenti, ia membalik badannya agar bisa berhadapan dengan Taehyung.

“Kenapa aku harus tak tahu?” Dan itu adalah pertanyaan mudah yang tak bisa Dahyun jawab. Ia menelan air liurnya, panas menjalar ke pipi dan ia harus segera bertindak agar tidak melakukan tingkah konyol. Efek kegugupnya.

Taehyung tersenyum, benar-benar tersenyum sampai Dahyun harus menahan mati-matian untuk ikut tersenyum. Tangannya terangkat, Taehyung hampir mendekatkan tangan kekarnya ke kepala Dahyun kalau saja ia tak ingat mereka baru bertemu beberapa jam yang lalu.

 Tangannya terangkat, Taehyung hampir mendekatkan tangan kekarnya ke kepala Dahyun kalau saja ia tak ingat mereka baru bertemu beberapa jam yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang