9

396 79 1
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan ketika Taehyung melewati ruangan tim Dahyun yang lampunya masih menyala. Ralat, ada satu lampu di bilik yang menyala. Seseorang terisak di sana, diselingi beberapa suara lembar-lembar kertas dan disusul ketikkan laptop.

Ia berkacak pinggang dan menghela napas, berjalan menghampiri bilik tersebut. Tiga langkah sebelum sampai, ia yang ingin bertanya alasan kenapa dia ada di sana diurungkannya. Taehyung mengendurkan rautnya, berjalan pelan dan bertanya selembut mungkin. “Sedang apa?”

Dahyun, dia mendongak sambil sibuk mengusap air matanya. Taehyung menompang diri di biliknya, memperhatikan betapa berantakkannya meja Dahyun dengan beberapa kertas laporan. Ia melirik sekilas jam tangannya dan berdiri tegap lagi.

“Segera pulang,” ucapnya berbalik, meninggalkan bilik Dahyun. “kecuali kalau kau ingin bermalam di sini.”

Dahyun tak menyahut, Taehyung sendiri sudah berjalan keluar dari ruangannya. Mendapati itu Dahyun makin menangis, ia menompang kepalanya yang pusing sambil terisak.

“Aku tidak butuh naik jabatan! Persetan dengan itu semua! Aku muak tiba-tiba diberi banyak beban begini!” rutuknya. Ia kembali memusatkan fokusnya ke laptop, melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. “Taehyung sialan! Mati saja sana!”

Kita tahu sendiri, masalah yang Dahyun hadapi bukan hanya soal pekerjaan. Tapi Kim Taehyung, lelaki yang baru saja meninggalkannya tanpa memberi semangat.


















❄❄❄

Namjoon bersiul sambil melewati ruangan Dahyun dengan senter di tangannya, ia berhenti dan menatap bingung pada bilik yang lampunya masih menyala. Lantas ia mendekat dan melihat Dahyun sedang terkantuk-kantuk di sana.

“Oh, Nona? Kenapa masih di sini? Lembur?” tanyanya mengetuk bilik membuat sang empu terlonjak. “Pulanglah. Ini hampir pukul sepuluh lebih, saya mau mengunci pintu depan.”

Dahyun menghela napas sambil mengumpulkan sisa-sisa nyawanya. Ia membereskan barangnya dan berjalan linglung untuk meninggalkan ruangan. Ini memang sudah malam, ia juga bukan orang pemberani untuk pulang sendirian.

Pekerjaannya masih bisa dikerjakan besok, tinggal sedikit lagi. Tapi untuk jaga-jaga ia membawanya ke rumah. Sambil sibuk mengecek ponsel karena ibunya terus mengirimi pesan, sesuatu menarik perhatiannya di depan gedung.

Taehyung sedang menyeruput kopi yang baru dibelinya sambil bersandar santai di depan mobilnya sendiri. Dahyun menatap bingung sambil berjalan pelan. Suara high heels-nya menarik perhatian sang empu yang sudah menegapkan badan.

“Belum selesai, kan?” tanyanya menunjuk beberapa laporan di tangan Dahyun. “Apa gunanya diam di sini lama-lama sendirian? Mending pulang.”

“Kau sendiri sedang apa?” tanyanya sedikit ketus sambil berjalan melewati Taehyung, namun lelaki itu menahan lengan Dahyun dan menunjuk mobil hitamnya.

“Apalagi kalau bukan menunggu dan mengantarkanmu pulang?” tanyanya sambil mengambil pekerjaan Dahyun dan masuk ke mobilnya. Dahyun tak bisa untuk bertanya lebih, dia sangat lelah malam ini. Jadi dia segera masuk juga ke dalam mobil dan menyamankan posisi di tempat duduknya.

Suasana hening sejak mobil melaju, Dahyun terlelap begitu saja di samping Taehyung. Lelaki itu sendiri sampai terkekeh karena Dahyun benar-benar tak bisa menahan kantuknya. Jadi dengan pelan ia memindahkan pekerjaan Dahyun dan menyimpannya di kursi belakang. Beruntunglah kalau malam begini jalannya tidak ramai.

Dia berniat membantunya, berharap Dahyun akan melupakan kertas-kertas itu ketika turun dari mobilnya.

“Kenapa kau malah memaksakan diri untuk mengerjakannya kalau tak sanggup?” gumamnya mengelus sebentar rambut Dahyun. “Dasar …”

The Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang