04. Kisah yang Rumit

3K 489 22
                                    



"Ah! Sial! Aku benar-benar ingin tidur!"

Kantung mata Kyungsoo sudah menghitam. Kemarin malam ia bahkan tak bisa menutup mata untuk terlelap bahkan sejenak lantaran Kim Jongin terus merapat memenuhi tubuhnya dengan pelukan hangat.

Jangankan untuk berlelap menutup mata, untuk berpikir jernih saja Kyungsoo sudah tidak mampu. Aroma tubuh yang begitu maskulin dan hangat kulit saat bersentuhan, begitu saja sudah membuat akal sehat menghilang.

Lantas kemudian jika ditambah dengan kerja paruh waktu yang Kyungsoo lakukan seharian penuh, Kyungsoo benar-benar sudah tak kuat lagi. Dia ingin cepat-cepat menyelesaikan cucian piring-piring restoran tempat ia bekerja dan kemudian pulang ke rumah sewanya. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul hampir sebelas malam.

"Kyungsoo ssi, kau benar-benar tak apa? Kau terlihat begitu lelah? Sudah kukatakan untuk tinggalkan saja cucian piringnya, itu bisa dikerjakan esok pagi sebelum restoran dibuka." Chef Jo tiba-tiba muncul di dapur restoran. Sebenarnya sejak tadi ia terus menanyakan apakah Kyungsoo baik-baik saja. Tak heran sih, lantaran memang Kyungsoo terlihat tak baik; wajah begitu pucat lantaran tidak tidur.

Kyungsoo masih sok tegar. Dia bahkan tersenyum dan menggeleng kepala. "Saya baik-baik saja, Chef. Jika dibiarkan besok, dapur akan berbau tak sedap. Tenang saja, tinggal sedikit lagi." Kyungsoo dengan ceria mengangkat piring di tangan yang sedang berbusa.

Namun, tanpa disangka-sangka piring itu terpelesat jatuh ke lantai dapur. Suara berderang itu nyaring sekali terdengar. Mata Kyungsoo membulat sekelebat.

"Kyung, ada ap—Oh, Chef?" Salah satu partner kerja Kyungsoo yang sedang menyapu lantai ruangan restoran, masuk ke dapur menjenguk.

"Minsuk ssi, tolong bereskan pecehan piring yang berserakan. Jika sudah selesai menyapu, kau bisa pulang. Saya akan mengantar Kyungsoo, sepertinya ia tak enak badan."

"Oh, baik Chef."

Chef Jo bahkan menarik karet pencuci piring yang dikenakan Kyungsoo di tangannya. Dia lantas membawa Kyungsoo keluar dari dapur restoran.

"Ch—Chef, maafkan saya." Kyungsoo benar-benar merasa bersalah. Padahal tak satu pun pekerja yang berani ceroboh di restoran ini, tetapi dia yang baru aja bekerja, sudah berani memecahkan sebuah piring.

Kyungsoo menghentikan langkah kala Chef Jo yang menggenggam tangannya tak memberi respons. "S—Saya akan mengganti piring yang pecah, jadi Chef Jo tolong maafkan saya." Kyungsoo mencebil, memasang wajah menyesal atas perbuatan yang dilakukan.

Chef Jo menghela napas dan lantas berbalik menatap. "Apa piring itu lebih penting? Lihat keadaanmu, Kyung!" Chef Jo berseru. Dia yang biasa berbicara formal, kini ia berbicara tak formal bersamaan dengan ocehannya. "Matamu menghitam, wajahmu begitu pucat. Kau terlihat seperti aku memaksamu melakukan kerja rodi tanpa henti, tanpa memberi istirahat, dan tanpa memberimu makan."

Kyungsoo mengangkat kepala dan iris mata melebar mendengar ucapan sang Chef. Bosnya itu bahkan terlalu baik bagi Kyungsoo, tak pernah sekali pun Kyungsoo berpikir melakukan kerja rodi selama bekerja di restoran ini. Kyungsoo bahkan menyukai pekerjaannya. "Chef, saya—"

"Aku benci harus merasa khawatir dengan seseorang, apalagi jika itu adalah pegawaiku. Jadi, berhentilah membuatku khawatir!" Chef Jo berjongkok. Dia bahkan membuat Kyungsoo tersentak dan melangkah mundur manakala ia mulai memunguti serpihan pecahan piring yang menempel di sepatu.

"Cepat ambil jaket dan tasmu. Aku akan mengantar pulang!" perintah Chef Jo kemudian.

"Chef, saya benar-benar tak apa. Saya bisa pulang—" Kalimat Kyungsoo tak terselesaikan lantaran suara kerincing pintu masuk yang dibuka seseorang.

Good Manner Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang