youth :: 06

23 1 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Javas menghela napas lewat mulut tatkala punggung nya menyentuh ubin dingin malam itu. Ruangan kedap suara sekaligus gelap menambah malam yang hujan saat itu semakin dingin.

Keringat yang bercucuran dari rambut jatuh ke beberapa sisi wajah. Kaos yang dikenakan pun setengah basah. Ruang latihan sudah gelap, baru saja di matikan oleh pemiliknya.

Dan langkah kaki yang terdengar kembali membuat Javas menghela napas berat, lengannya bergerak menutup matanya. Malas membuka mata apalagi bergerak dari tempat disaat nafasnya pun masih terasa terbata-bata.

“Javas.”

Javas mengerang kecil tanpa suara, ia enggan mendengar suara itu. Suara lembut tanpa dosa itu, dia sungguh enggan.

“Udah malem, hujan, mau mampir? Gue mau kunci ruang latihan.”

Javas menghela napas panjang untuk kesekian kalinya, bergegas duduk dan melihat perempuan berambut urai berjongkok disebelahnya.

“Gue mau langsung pulang.” jawab Javas dingin, lebih dingin dari angin hujan malam ini.

Tubuhnya bergerak berdiri, menghampiri tas dan barang-barangnya yang lain untuk ia bawa keluar ruangan.

“Javas, dengerin aku,”

Javas reflek mendesis, kedua alis yang menyatu membikai bola mata tajam Javas ketika menatap Sarah tidak suka.

Ditatap demikian, kedua tangan Sarah mengepal cemas.

“Jangan bersikap seolah kita deket, Sar.” ujarnya, berusaha bersikap biasa dengan beralih pada barang-barang nya untuk ia masukan ke dalam tas.

“Tapi lo panggil nama gue. Lo bahkan dateng ke ruang latihan gue. Banyak tempat, Vas, banyak tempat yang bisa lo datengin cuman buat latihan hal percuma kayak gini.”

Javas memejamkan kedua matanya, menahan sebuah emosi yang hampir meledak jika saja Javas tidak melihat gender seseorang, pasti ia akan mengamuk ditempat. Namun, Javas tidak sepengecut itu. Lebih baik ia bergegas pergi daripada meladeni ular seperti Sarah.

“Jawab, Javas!” sentaknya lagi tatkala Javas mulai melangkah pergi.

Javas berhenti, menoleh pada Sarah dibelakangnya. “Lo mau gue anggep bener-bener orang asing?”

Sarah menelan ludah.

Javas hanya tersenyum sinis. “Jangan lakuin sesuatu kalo lo gak bisa terima resikonya, Sar. Gue udah bilang makasih kan ke lo?”

Sarah mengernyit. “Maksud lo?”

“Makasih udah begoin gue.” balas Javas sebelum benar-benar pergi dari ruangan yang ia rasa semakin pengap sejak kehadiran Sarah.

Kakinya terus menaiki tangga, karena ruang latihannya ada dibawah tanah, tepat dibawah toko bunga. Setelah sampai di emperan toko, matanya menengok ke kanan dan ke kiri. Hujan belum reda, malah makin deras. Ia tidak membawa jaket, karena memang sebelumnya cuaca terasa begitu panas.

YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang