Amensalisme 2.2

2.5K 349 31
                                    

Agenda pencarian yang Alin lakukan berlanjut lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Agenda pencarian yang Alin lakukan berlanjut lagi. Setelah semalam tak berhasil menemukan apa pun, pagi ini dia kembali mengulik satu per satu email dari Remi. Dia sampai menolak ajakan Desna untuk pergi ke kantin di jam istirahat pertama ini. Lagi pula, dia masih kenyang. Jam istirahat pertama ada untuk memberi kesempatan anak-anak yang tidak sempat sarapan agar bisa mengisi perut. Alin tidak butuh itu. Energi sisa sarapannya masih banyak, cukup untuk membantunya bertahan hidup sampai jam makan siang nanti.

"Kantin, yuk?" ajak Desna tadi.

"Gue masih harus ngecek banyak email," jawab Alin sambil menunjukkan jumlah pesan masuk di emailnya. "Lagian, aku belum lapar. Kamu pergi sendiri aja nggak apa-apa, kan?"

Desna terlihat sedikit kecewa, tapi dia mengangguk. "Mau titip sesuatu?"

"Nggak usah. Gue belum pengin apa-apa."

"Oke."

Sejak Alin ditinggalkan sendiri di kelas oleh Desna, dia sudah membaca tiga email. Tak ada satu pun yang membuatnya senang. Sama halnya dengan percakapan Remi dan Lima via pesan Whatsapp, email-email dari lima juga tak memberinya petunjuk apa pun. Email-email itu hanya berisi dua tiga kalimat pendek, semacam 'Ini prediksi jawaban buat besok, cetak sesuai instruksi gue' yang dilampiri dengan jawaban yang Lima maksud.

Beberapa prediksi jawaban sudah Alin unduh untuk dia pelajari nanti. Dia sengaja mengesampingkan lampiran-lampiran itu, karena dia yakin hanya akan menemukan sesuatu yang tak lebih dari sekadar sontekan biasa. Menemukan jejak Lima dalam kumpulan materi Kimia atau Biologi jelas lebih tidak mungkin dibanding dalam belasan tangkapan layar yang sudah Alin baca.

Alin masih menikmati suasana kelas yang hening ketika dia mendengar langkah kaki mendekat. Tadinya dia pikir itu langkah kaki salah seorang teman sekelasnya yang sudah kembali dari kantin. Ternyata begitu dia mendongak dari layar ponselnya, dia mendapati Bian sedang berjalan ke arahnya. Di tangannya tergenggam sekotak susu cokelat dan sebungkus roti lapis, menu andalan koperasi Gerha Cendekia yang paling banyak dicari di jam istirahat pertama. Tanpa berkata apa-apa, dia duduk di kursi Desna dan menaruh barang bawaannya persis di depan Alin.

Alin menoleh pada Bian. "Buat aku?"

Bian mengangkat bahu. "Buat cewek bintang kelas yang lebih suka nahan lapar dibanding nggak nemu petunjuk masalah yang sedang dia selidiki."

Alin menaruh ponselnya di meja dan meraih susu dan roti di depannya. "Bi, aku beneran masih kenyang. Tadi pagi aku sarapan banyak di rumah."

"Ya udah, kamu simpan aja susu sama rotinya buat nanti," balas Bian sudah sedikit lebih santai.

Alin mengangguk dan memasukkan dua benda itu ke laci meja. Dia meraih ponselnya dan kembali tekun membaca, mengabaikan keberadaan Bian di sampingnya.

Untuk beberapa menit, keheningan kembali tercipta. Kalimat demi kalimat berhasil Alin baca dalam damai. Namun, sepertinya Bian memiliki kehendak lain. Dia tidak suka hening yang tercipta.

SIMBIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang