Aluna

253 11 1
                                    

#cerita_mini

#Aluna

"Aku hamil?"

Hanya itu yang kuucapkan berulang begitu keluar dari kamar mandi. Bergegas menghampiri suami yang sedang menemani anak kami menggambar.

Kusodorkan alat kecil itu ke hadapannya, yang kemudian disambut dengan senyum tipis menatap seolah memastikan anggukanku.

"Alyn mau punya adik, Mas," tegasku.

"Alhamdulilah," sahutnya seraya memeluk.

Aku pun merasa bahagia, tapi di balik itu, terselip rasa kekhawatiran saat mengingat betapa sengsaranya kondisi tubuh ini ketika hamil pertama, dulu.

Ya, aku memang sehat dan gemuk.
Tapi ketika hamil akan berubah drastis.
Aku masih ingat ketika hamil Alyn dulu, anak pertama. Sering pingsan, tak nafsu makan, cengeng, juga emosian.
Ah ....

Benar saja, setelah dinyatakan positif oleh Bidan, aku mulai dengan ritual hamil yang dulu pernah kujalani.

Tak jauh berbeda, mulai dari minum obat penguat kandungan, vitamin, juga mengurangi aktifitas pekerjaan sehari-hari. Suami sudah tak kaget lagi saat tiba-tiba menemukanku meringkuk di lantai dapur, pingsan. Juga tak aneh lagi ketika rumah berantakan dan aku hanya duduk di pojokan dengan setoples beras kencur, cemilan hand-made kiriman Ibu, karena aku tak doyan makan.

Begitulah selama masa kehamilanku hingga menjelang kelahiran.

Lagi-lagi, aku harus menelan kekhawatiran saat diberi tahu kalau posisi bayi dalam kandungan tak normal, dan diprediksi akan lahir sungsang.
Allahu akbar!

Aku mulai cemas membayangkan harus SC, tak nyenyak tidur karena dikuasai perasaan takut yang berlebih, karena dulu anak pertama aku melahirkan secara normal.

Mengetahui kondisiku, Ibu tak bosan menenangkan, memberi wejangan kuno ala jaman-nya. Kadang ada rasa tak percaya dan sempat pesimis, pasrah dengan keadaan, tapi tetap berusaha mengikuti saran dari kiri kanan.

Mulai dari posisi tidur yang miring kiri, juga berlama-lama saat bersujud. Rajin makan telur ayam kampung rebus karena benci nasi. Berjongkok saat mengepel pun rela aku lakukan setiap sore meskipun dengan perut yang semakin besar karena sudah bulan kelahiran.

Aku masih ingat, saat tak sengaja terpeleset di dapur dan hampir jatuh dengan posisi tertelungkup.
Subhanallah!
Ternyata kedua tanganku reflek menopang sebelum perutku menyentuh lantai, tak putus mengucap syukur waktu itu.

Alhamdulilah, akhirnya bayi mungilku lahir dengan normal dan tidak melalui proses SC. Kami memberinya nama, Aluna.

Ada yang lain dari anak keduaku.
Dia jarang menangis, lebih banyak tidur dan bahkan harus dibangunkan saat malam untuk memberinya asi.

Setidaknya, dia masih mengeluarkan suara saat menangis meskipun tak sesering bayi lain pada umumnya. Pikirku waktu itu.

Bulan berikutnya keanehan semakin tampak dan membuatku cemas dan mulai bertanya dalam hati. Ada apa dengan bayiku?
Lebih banyak diam, hanya sepasang matanya yang tak sipit itu yang memandang tanpa senyum. Bahkan saat di ajak bicara dan bercanda pun tak merespon sama sekali.

"Jangan-jangan anakmu tuli? atau bisu?" Bisikan dari keluarga dan tetangga, bak sembilu yang menyayat hati ini.

Tidak!
Mereka pasti salah. Sekuat tenaga meyakinkan diri sendiri dan tak jarang mengajak bayiku ngobrol saat menidurkannya.

"Benarkah apa yang mereka bilang, Mas?" keluhku malam itu, saat suami baru saja menyelimuti anak sulung kami, di kasur yang sama.

"Jangan suudzon, berdoa saja yang terbaik."

Senyum suami sedikit mendinginkan bara di dalam dada.

Setahun sudah, belum ada tanda-tanda Aluna bisa berjalan. Padahal dulu anak sulung kami, Alyn sudah bisa berlari di usia ini. Sempat ada tetangga yang bergunjing kalau anakku 'tèkor'.
Ya Allah ....

Alhamdulilah, aku bersuami orang yang bisa meredam kemarahan dan emosi yang kian teruji.

"Bersabarlah, berdoa." Itu yang selalu dia ucapkan.

Tepat setahun dua bulan, Aluna bisa berjalan. Perlahan namun pasti, dia mulai tersenyum dan mengucap sepatah duapatah kata, jika ada yang mengajaknya bicara, pun merespon dengan baik.

Alhamdulilah, ya Allah!
Semua kekhawatiranku dan gunjingan yang sempat dilontarkan mereka, semua terpatahkan.
Anakku kini tumbuh menjadi gadis kecil yang riang dan aktif, bahkan lebih aktif dari kakaknya. Tak kusangka perkembangannya begitu pesat, bahkan terkesan cerewet.
Semoga terus sehat dan semakin cerdas ya, Nak? Doaku selalu.

Tapi masih ada keanehan yang tersisa pada Aluna. Hingga detik ini, ketika usianya sudah lima tahun, tetap belum berubah.
Aluna menolak makan dengan lauk ikan/ayam/daging.
Hanya nasi hangat dan kuah sayur bening. Tahu dan tempe masih oke, dua tahun terakhir baru doyan telur ceplok.

Alhamdulilah ....

🌹🌹🌹

Mom's,
Setiap tumbuh kembang anak itu berbeda, ya? Jangan disamaratakan.
Kuncinya adalah bersabar.

tèkor = ( maaf ) lumpuh.

Mohon maaf atas segala kekurangan, terimakasih sudah membaca.
🙏

Kumpulan Cerpen SUSIe😙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang