Lou POV
Dengan cepat aku memakai baju yang tadi sudah aku pilih dan siapkan. Kelvin masih setia mengalihkan pandangannya sembari menungguku selesai berpakaian.
Setelah mememakai kemeja, seperti biasa sekarang tugas Kelv untuk memakaikanku dasi, aku selalu suka saat dia memakaikanku dasi, lebih rapi dan aku suka.
Kini penampilanku sudah lengkap, namun saat akan keluar, Kelvin menahan tanganku membuatku berhenti.
"Berbaliklah."
Dan tentu aku menurut, berbalik dan menghadapnya.
Dia mengeluarkan kotak bludru dan membukanya. Di dalamnya terdapat penjepit dasi merk ternama dengan huruf "D" yang terukir di atas lapisan emas.
Dia memasangkannya dengan rapi, setelahnya menyentuh ku lembut.
"Selamat ulang tahun, Lou." Ucapnya lembut tepat di telingaku diakhiri kecupan singkat di pipiku.
Ahh benar, ini tanggal 18 November.
"Dan yang menjadikan hari ini lebih special adalah... Salju pertama." Kelvin menunjuk jendela raksasa di sisi ruang pakaianku.
Benar, salju pertama sudah turun.
"Kau tau? Semua doa yang di ucapkan sepasang kekasih di hari pertama saju turun, niscaya akan menjadi kenyataan." Ucap Kelvin.
Omong kosong.
.
.
Author POV
"Yang aku tau, orang yang bersamamu saat salju pertama turun adalah cinta sejatimu."
Ucapan orang tak di undang yang asal nimbrung itu membuat kedua orang yang tengah asik berdua menoleh.
Vincent ada di sana, sibuk memilah baju yang tadinya Lou kira miliknya.
Pantas saja ukurannya tak pas, ternyata pakaian itu milik Vincent.
"Maaf aku mengganggu, tapi aku harus mandi dan bersiap juga bukan?"
Mereka yang tadinya masih membatu kini tersadar.
"Ah maaf, kami akan keluar sekarang."
Tanpa menunggu balasan Lou menarik Kelvin keluar dan meninggalkan kamar itu.
"Senang bertemu denganmu Louise..." Ucapnya dengan smirk aneh begitu pintu ruangan itu tertutup.
Lou harus bersiap, 30 menit lagi rapat akan di mulai. Dia segera menuju ruangan pribadinya di dekat kantor papanya. Mengambil berkas-berkasnya untuk dibaca sebelum rapat mulai dan juga memakan sarapan paginya.
"Lou, kenapa kau tak pernah makan di restaurant hotel? Dan kenapa harus memesan makanan dari luar hotel?"
Dengan pipi penuh makanan dan mata terfokus pada berkas, Lou menjawab seadanya.
"Hanya tak suka. Aku tak suka makanan hotel. Dan hotel kita belum punya chef handal untuk makanan jepang, tamu kita orang jepang ya jadi aku pesan di restaurant jepang terbaik."
"I'm done." Ucap Lou yang hanya memakan 1/4 sarapan paginya, menghadiahkan tatapan marah Kelvin padanya.
"No, you're not. Selesaikan makananmu! Kau tau banyak orang di luaran sana yang tidak bisa makan dan-"
Tanpa berkata Lou langsung melahap semuanya, tak ingin mendengar omelan seorang Kelvin.
"Sudah!"
Lou menyelesaikan makanya dan segera berjalan.
"Kita harus segera menuju ruang rapat."
Tak lama setelah Lou masuk, semua orang berkumpul dan rapat pun dimulai.
Walau tuan Hasegawa datang dengan membawa anak dan calon menantunya, rapat hanya dihadiri pihak yang bersangkutan saja.
Louise POV
Seluruh rangkaian rapat hari ini berjalan lancar, mulai minggu depan kami akan menjalankan proyek terbaru kami untuk membangun resort yang ada di Jepang.
"Mari tuan, kita nikmati hidangan yang sudah anak saya siapkan." Ucap ayahku sembari mengarahkan tuan Hasegawa menuju lift.
Sebelum memasuki lift, tuan Hasegawa menghubungi anaknya untuk ikut bergabung dalam makan siang ini.
Ahh, Vincent saat ini sudah bersama dengan kami, dia sebagai calon penerus ayahnya tentu harus hadir dalam rapat ini.
Kami menuju arah Restaurant yang berada di lantai 8. Kami berjalan menuju VIP room dimana makanan yang pagi tadi aku pesan sudah tersusun rapi.
Sebenarnya, yang datang dari pihak tuan Hasegawa bukan hanya beliau, anak laki-laki, dan anak perempuan serta calon menantunya namun beliau juga turut membawa 20 petinggi dan karyawannya.
Ruangan terlihat cukup ramai, banyak orang yang tengah berbincang hingga dentingan gelas terdengar. Semua mata tertuju pada papa yang berdiri di depan dengan di dampingi tuan Hasegawa.
Setelah memberi sambutan, jamuan makan siang pun berjalan dengan sangat meriah. Tapi suasana didalam sana terlalu ramai, akhirnya aku keluar untuk mencari udara segar. Vincen menyusulku, dia bersandar di pagar menghadap ke dalam sedangkan aku menghadap pada taman di bawah.
"Kantor pusat kalian sungguh hebat. Pada umumnya orang membuat kantor pusat di tengah kota. Tapi perusahaan kalian membuat kantor pusat di tempat sehebat ini." Ucapnya sambil sesekali menyesap minuman di tangannya.
"Dulu kantor pusat kami memang di kota. Tapi agar ayah bisa bersantai sesekali aku membangun resort ini untuk dijadikan resort sekaligus kantor pusat kami. Ayah dan aku suka melihat laut. Laut selalu bisa membuat seseorang lebih tenang bukan?"
Aku menoleh, aku terkejut karena dia kini tengah menatapku, mata kami bertemu sejenak. Aku merasa canggung dan akhirnya aku memalingkan wajahmu, senyumannya tadi seolah terpatri di kepalaku.
"Ya kau benar, pemandangan dan suasana laut memang indah."
"Ya, aku harap suatu saat aku bisa menikmati suasana ini dengan orang yang aku cin-"
Author POV
Lou kini membeku, dia menatap lurus ke taman yang ada satu lantai di bawah tempat dia berdiri sekarang.
Vincen yang melihat Lou tiba-tiba terdiam langsung mengikuti arah tatapannya. Yaitu pada seorang wanita yang tengah berjalan.
"Oh, Miyu!!!" Teriak Vincen sembari melambaikan tangan kearah wanita yang kini menoleh dan membalas melambai.
Tetapi yang terjadi sebaliknya. Lou malah membalikkan badan dan berpura-pura memanggil Kelv yang huntungnya berada tak jauh dari dia.
"Ada apa Lou? Kau terlihat um... aneh?"
Lou hanya menggeleng dan tersentak saat seseorang menepuk pundaknya.
"Lou? Apa kau baik baik saja?"
Vincen yang tadi masih berdiri menyapa adiknya kini berada di sebelahnya.
"Ah tidak, aku hanya teringat hal yang perlu aku sampaikan pada beberapa staff. Aku permisi."
Lou membungkuk dan berjalan dengan cepat diikuti Kelv yang merasa bingung.
"Kau tak apa Lou?"
Lou terpaku di depan pintu keluar.
"Lou..." Ucap Kelv dan membalikan badan Lou.
"Dia... Dia ada disana...."
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
[ONGOING] Promise You || BL
Romance"aku berjanji, kita akan bertemu kembali." "kau tak bilang sudah kembali?" "maaf aku lupa."