Raka duduk di atas motor Septian. Mengetuk-ngetuk telapak kakinya, menunggu seseorang untuk keluar dari pintu kaca fakultas. Gadis yang tadi pagi ia lihat, gadis yang membuat hidupnya semakin sial.
“Nah!” Raka melihat gadis itu melangkah bersama seorang gadis di samping kanannya.
“Hey!” Seru Raka seraya melambaikan tangannya, menatap gadis yang kini keluar dari pintu kaca fakultas.
“Waw... Lucu. Lo kenal sama tuh cowok? Dia manggil lo kan?” tanya gadis yang berjalan di samping Alana.
“Chh. Lucu?”
Alana tidak percaya sahabatnya-- Rani berbicara seperti itu. Tanpa basa basi Alana meninggalkan Rani untuk menghampiri Raka.
“Naik.” Ketika gadis itu sudah sampai di hadapannya, Raka menyegerakan gadis itu untuk mengikuti perintahnya.
Alana menatap Raka sejenak, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Memicingkan matanya dengan kepala condong ke kanan.
“Ck!” Raka berdecak.
Risih dipandangi seperti itu.
“Gue orang baik-baik okey! Gue gak akan bikin diri lo bahaya! Gue cuma butuh kunci apartemen gue, dan sekarang lo naik! Gue anter lo pulang! Setelah itu masalah kita kelar.” Jelas Raka, tentu saja dengan nada suara yang tidak santai.
“Besok gue kasih kuncinya ke lo! Balikin hp gue!”
Kini gadis itu menengadahkan telapak tangannya, sepertinya ia belum percaya sepenuhnya pada laki-laki di hadapannya ini, sehingga sama sekali enggan menggerakan kakinya untuk naik ke atas motor itu.
“Ok! Lo kasih aja besok kuncinya sama gue, dan biarin untuk hari ini sampe besok gue ngegembel di jalanan.” Raka mulai kesal.
“Ayo lah! Gue cuma mau kunci gue!”
“Gue juga mau hp gue balik!” Timpal gadis itu dengan suara menghentak.
“Gue balikin hp lo kalau kunci gue udah balik.” Raka berkata cuek, menatap gadis itu yang masih berdiri mematung. Cukup lama ia berpikir, sehingga membebaskan Raka untuk memandanginya saat ini.
Tinggi gadis itu standar untuk ukuran seorang gadis, sekitar ±160. Tubuhnya ramping namun tidak kurus, ideal lah dengan tinggi badannya. Kulitnya putih. Wajahnya cantik--menarik, semakin lama dilihat semakin tidak membosankan. Rambutnya tergerai panjang melebihi bahu. Dari penampilannya, sepertinya gadis ini tipe gadis feminin. Kaos berwarna biru muda dan rok rayon cokelat membalut tubuhnya saat ini, dengan tas menggantung di bahu kanan.
Mengapa Raka bisa melewatkan gadis semenarik ini? Hei, kemana saja ia selama ini? Selama 3 tahun Raka menjadi playboy di kampus bisa tidak mengenali gadis itu. Tapi...
'Lupakan!' Raka menggeleng kencang. Berkat gadis kesialannya hari kemarin bertambah sempurna.
'Tapi dia cantik." Raka kembali plin-plan. Masih memperhatikan sosok gadis di hadapannya, tanpa disadari kepalanya miring ke sisi kanan.
“Kalo lo liatin gue kayak gitu, gue makin gak percaya sama lo!” Gadis itu melangkah mundur.
“Astaga!” Raka tersadar dari pandangan seriusnya.
“Gue cowok baik. Gue gak akan ngapa-ngapain lo. Ayo lah, gue cuma butuh kunci.” Kali ini suara Raka terdengar setengah memohon.
“Gue pake rok, gue gak bisa duduk di atas motor.” Gadis itu lagi-lagi beralibi, bagaimanapun caranya ia enggan untuk diantarkan pulang oleh laki-laki asing itu.
'Srttt'
Raka membuka jaketnya dengan cepat, menarik lengan gadis itu dengan kasar, dan melingkarkan jaketnya pada pinggang rampingnya, membuatnya sangat tersentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siete Ocultos
Short Story"Penyendiri yang menyisakan kesendirian, didalam nya diriku tersesat Sebuah surat perpisahan terlipat kumal ada dikantongku." November 2018