“Lo masih inget sama gue?” tanya laki-laki itu lagi.
Alana tidak menjawab, masih sibuk dengan perasaannya yang saat ini tidak ia mengerti.
“Setiap hari gue berharap lo selalu mikirin gue,” ucapnya lagi membuat tangis Alana semakin kencang.
“Lo nangis, lo kangen sama gue kan? Kenapa lo gak dateng ke tempat gue? Atau berusaha nemuin gue. Kenapa lo tahan harga buat akui kalau sebenarnya lo kangen sama gue?” tanya laki-laki itu seraya mengeratkan dekapannya.
Alana belum menjawab apapun. Gadis itu masih menikmati tangisannya, entah tangisan apa ia sendiri juga tidak tahu. Yang ia tahu saat ini ia ingin menangis.
Lama...
“Udah dong. Masa gue dateng kesini cuma buat dengerin lo nangis?” Raka, ya laki-laki itu Raka kini menggoyang-goyang pundak Alana. Sudah sekitar 10 menit Alana berada dalam dekapannya.
Alana meregangkan jarak tubuhnya. Menepis air mata yang bersisa di pipinya, karena sebagian besar air matanya meresap pada kaos yang Raka kenakan.
“Gue pikir lo sama sekali gak inget gue,” ucap Alana, sama sekali belum menatap Raka.
“Gimana caranya gue gak inget sama lo, sementara di pikiran gue setiap saat berkelebat senyuman lo?” Raka menjitak pelan kening Alana.
“Yayaya. Dan gue gak akan terbang, karena gue tahu kata-kata itu pasti udah lo pake sebelumnya buat cewek lain.” Alana manyun.
“Sok tau! Itu--cuma buat lo,” ucap Raka seraya menggaruk-garuk tengkuknya salah tingkah, tatapannya ia edarkan ke segala arah.
Alana menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan rasa geli yang mengelitiki dadanya. Yakin itu hanya untuk Alana? Raka memang pintar merayu.
“Lo belum jawab pertanyaan gue?” Raka kini menatap Alana.
“Apa?” Alana mengangkat kedua alisnya.
“Lo kangen gak sama gue?” Pertanyaan Raka benar-benar tanpa basa-basi membuat Alana sulit menjawabnya.
“Gak penting kan buat lo. Gue kangen atau enggak, lo gak akan perduli perasaan gue.” Alana mengerucutkan bibirnya, sesekali menyeka sisa air matanya., air matanya masih sedikit menggenang.
Raka mendekat, wajahnya semakin dekat. Dan...
Mata Alana membulat ketika mendapati bibir Raka kini sudah menyentuh hangat bibirnya. Alana masih mematung, belum merespon apapun. Setelah Raka menarik pinggangnya untuk lebih dekat, Alana baru sadar apa yang sedang terjadi saat ini.
Alana masih memperhatikan wajah Raka yang kini miring ke kanan dan beberapa detik kemudian berubah miring ke kiri. Kedua lengan Raka masih melingkar erat pada pinggang Alana. Apa artinya ini? Alana malah sibuk dengan perasaannya sendiri.
Rakq melepaskan pagutannya.
“Ini artinya gue perduli sama lo,” ucap Raka masih belum berhenti mengemut bibirnya sendiri.
“Bawa tissue gak?” Pertanyaan Raka terdengar polos, seolah tidak terjadi apa-apa.
Alana tidak menjawab, sibuk memperlambat degupan jantungnya yang saat ini tidak terkendali.
Raka mengerutkan keningnya. Memperhatikan Alana yang sama sekali tidak menjawab pertanyaannya.
Raka menggeleng, dengan lancang ia menarik tas yang menggantung di bahu Alana. Mengaduk isi tas tersebut untuk mendapatkan selembar tissue.
“Gini nih ribetnya ciuman sama cewek yang pake lipgloss. Lengket,” ucap Raka tanpa beban seraya membersihkan bibirnya dengan tissue yang baru saja ia dapatkan dari dalam tas Alana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siete Ocultos
Short Story"Penyendiri yang menyisakan kesendirian, didalam nya diriku tersesat Sebuah surat perpisahan terlipat kumal ada dikantongku." November 2018