Sepuluh : Tak sama lagi

24 2 0
                                    

SMA Harapan Bangsa sudah sepi dari hiruk pikuk lalu lalang para siswa.

Bel pulang sekolah yang sudah berbunyi sejak tadi pun membuat lorong yang tadinya ramai menjadi sunyi.

Sekarang, yang terlihat hanya pergerakan angin yang berhembus menerbangkan daun-daun berwarna coklat yang jatuh dari ranting pohon.

Sementara Kanaka, dia kini memegang pergelangan tangan Kiara erat. Dia sama sekali tak peduli dengan rasa sakit yang akan Kiara rasakan.

"Kita mau kemana sih kak ?"
Akhirnya, pertanyaan itu meluncur juga dari bibir mungilnya. Kakaknya itu tiba-tiba saja memintanya untuk mengkutinya.

Namun, Kanaka hanya diam. Dia semakin menarik pergelangan tangan Kiara. Semakin Kiara mencoba melepaskan genggaman ditangannya, semakin erat pula tangan Kanaka menggenggamnya.

Sifat Kanaka memang berbeda jika sudah berhadapan dengan Kiara. Baginya, gadis itu tidak pantas jika diperlakukan secara baik-baik. Sisi kejamnya langsung muncul begitu saja tanpa bisa di bendung. Berbeda halnya jika menyangkut orang lain. Dia memang akan menghormati dan tidak akan mencari masalah, selama orang itu tidak memancing emosi dan membuatnya marah terlebih dahulu.

"Kanaka."

Langkah keduanya terhenti, seseorang dibelakang mereka mengagetkan keduanya. Langkah Kanaka yang tergesa pun terhenti begitu saja tanpa bisa diduga sebelumnya.

Suara itu tidak terdengar asing, Kanaka tau betul suara siapa itu. Tubuh Kanaka otomatis memutar 180 derajat. Badannya langsung menegang, sendi-sendi tubuhnnya seakan kaku untuk digerakkan. Namun cepat-cepat dia tutupi dengan melepas genggaman tangannya dilengan Kiara.

Selanjutnya, Kanaka berhasil membuat Kiara dan seseorang dibelakangnya membelalak terkejut. Lantaran kini, tangan Kanaka malah berpindah posesif memeluk lengan Kiara.

Pergerakannya yang tiba-tiba itu, sukses membuat Kiara membelalakkan matanya.

Kiara menengadahkan wajahnya, Kanaka yang tau dengan tatapan meminta penjelasan itu pun langsung mengkodenya menggunakan bahasa mata, yang mungkin hanya bisa dipahami oleh mereka berdua.

"Lo panggil gue ?"
Kanaka berkata acuh. Raut wajahnya menunjukkan ketidak sukaan yang tidak bisa lagi ia tutup-tutupi.

"Dia siapa ?"
Gadis yang menghentikan langkahnya tadi tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya lagi. Sudah cukup dia melihat Kanaka berduaan dengan gadis itu di Uks. Dia harus mendapatkan sebuah jawaban tentang hubungannya dengannya gadis yang kini lengannya diapit posesif oleh Kanaka.

"Pacar gue."
Kanaka mempertegas ucapannya. Nada yang keluar dari mulutnya sama sekali tidak ada keraguan di dalamnya. Jika dengan cara seperti ini memudahkannya terlepas dari kejaran gadis itu, tentu dia akan sangat bersyukur.

Mata gadis itu berkaca-kaca. Mudah sekali Kanaka mencari penggantinya. Apa Perasaannya kepada dirinya bisa hilang begitu saja dalam waktu sekejap. Jika iya, mengapa perasaannya masih kuat bertahan sementara dia sudah pernah membaginya dengan orang lain ? Apa disini hanya dia yang berjuang mati-matian meluluhkan hati pujaan hatinya ? Entahlah, gadis itu hanya berharap, kalau semua yang Kanaka ucapkan adalah sebuah kebohongan belaka.

"Lo jangan bohong Ka, gue tau lo masih sayang sama gue." Gadis itu membentak. Dia sama sekali tak percaya dengan ucapan Kanaka. Baginya, Kanaka bukanlah laki-laki yang mudah jatuh cinta dengan sembarang wanita. Kanaka berbeda, laki-laki itu tidak sembarangan dalam memilih wanita.

Kanaka tertawa miring, berapa kali dia harus mengatakan pada gadis di depannya ini kalau perasaan untuknya sudah mati.
Berapa kali dia harus menjelaskan kalau hatinya sudah tidak menyimpan perasaannya lagi kepada gadis di depannya itu.

KANAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang