Lima : Pangeran berkuda putih

27 5 0
                                    

Sudah dua hari ini Kiara hanya menghabiskan waktunya ditempat tidur, berguling ke kanan lalu ke kiri, hanya itu aktivitas yang ia lakukan setelah insiden dimana ia tenggelam dikolam renang.

Untung saja, mbok Darmi yang tak lain adalah pembantu dirumah keluarga Purnama, melihat ada sesuatu yang janggal dikolam renang majikannya itu.

Pasalnya, saat mbok Darmi sedang membersihkan jendela ruang atas yang langsung mengarah ke kolam renang, ia melihat penampakan sepasang sandal milik Kiara yang mengambang dipermukaan air, saat itu juga, mbok Darmi langsung menghentikan kegiatannya, dan berlari memanggil Purnama juga Devia.

Dan benar saja, mereka melihat sosok manusia yang tenggelam didasar kolam, mereka panik, sebelum terlambat, Purnama langsung menyeburkan dirinya untuk menyelamatkan sesosok manusia yang tak lain adalah Kiara, beruntung, setelah tubuh Kia berhasil diselamatkan dari dasar kolam, mereka langsung memberikan pertolongan pertama, jika tidak, mungkin Kiara hanya tinggal nama saja.

"Gue bosen dirumah, gue kangen sekolah, hua...!!! Bete bete bete, coba aja kalau kak Naka gak ceburin gue, gue pasti bisa seneng-seneng sama Dista disekolah, bete ih...!!"

Dista merupakan teman seangkatan Kiara dulu di SMP, mereka sebelumnya bukan teman akrab seperti sekarang, hanya sebatas mengenal nama masing-masing, karena dulunya mereka berbeda kelas.

Jika Kiara bersekolah di SMA Harapan Bangsa lantaran kembali kerumah Ayah tirinya sesuai dengan permintaan Kanaka tiga tahun lalu, maka lain halnya dengan Dista, dia bersekolah di Harapan Bangsa lantaran mengikuti ayahnya yang dipindah tugaskan ke Jakarta, dan siapa sangka, ternyata mereka berdua bersekolah ditempat yang sama.

Kiara merubah posisi tidurnya menjadi miring ke kiri, kedua tangannya erat memeluk guling yang bergambarkan animasi Thinker Bell, bagi Kiara, guling wajib hukumnya berada dipelukannya saat akan tertidur, jika tidak, bisa dipastikan kalau Kiara tidak akan bisa tidur nyenyak, karena menurut Kiara juga, tidur tanpa guling bagaikan sayur tanpa garam, kurang enak dan kurang sedap.

Kiara sebenarnya bukan gadis yang menye-menye, terkadang dia memang manja, tapi dia juga bisa menjadi sosok yang menyebalkan sekaligus tak tertebak.

Apalagi jika menyangkut Kanaka, dia menjadi sosok yang berbeda, sedikit pemberani, karna dia tidak gentar dan takut sama sekali jika akan diacuhkan dan dikasari kakak tirinya itu.

Namun, Kiara tidak membenci Kanaka, sama sekali tidak, sederhana saja, dia hanya ingin kakak tirinya itu suatu saat akan berdamai dengan dirinya, meskipun dari seratus persen kesempatan yang tersisa hanya satu persen, tapi, Kiara tak gentar, Kiara tak menyerah, karna baginya, berdamai dengan Kanaka adalah misi hidup Kiara yang tidak bisa diganggu gugat.

Lalu, sedetik kemudian pikirannya menerawang, membayangkan sosok pangeran berkuda putih yang dulu menolong Kiara saat ia masih duduk di sekolah dasar.

Kejadian itu bermula ketika ia, Devia dan Ayahnya pergi ke pasar malam yang kebetulan jaraknya tak begitu jauh dari rumah mereka, Kiara kecil memilih menaiki wahana komedi putar, Kiara bahagia sekali, senyumnya tak berhenti mengembang ketika komedi putar yang ia naiki bergerak memutar 360 derajat, itu adalah pengalaman pertamanya menaiki wahana itu.

Saking senangnya, Kaki Kia tak berhenti bergerak mengayun kedepan dan kebelakang, dari jauh, Devia sudah memperingati Kiara agar anaknya itu tidak mengayun-ayunkan kakinya, namun apa daya, Kiara yang hyper aktif, tak mau mendengarkan wejangan Devia itu.

Bagai kisah dongeng Cinderella, sendal yang Kiara pakai terlepas, dan terjatuh kebawah kolong komedi putar, Kiara kecil yang sadar sandalnya terlepas, ingin mengambilnya, namun, komedi putar yang ia naiki tak kunjung berhenti, sendal itu adalah sendal kesayangannya, karna itu adalah hadiah terakhir dari neneknya saat ia berulangtahun yang ke delapan.

KANAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang