Mesir

141 42 3
                                    

"Gimana, Na? Suka gak?" tanyaku pada Elna saat aku telah selesai merias wajahnya. Iya benar, hari ini adalah hari akad nikahnya, seperti permintaannya beberapa hari yang lalu, aku yang ditunjuk untuk merias wajah temanku ini.

"Bagus kok, makasih Lia"

"Iya, sama-sama"

"Btw, kenapa gak jadi w.o aja sih, Li? Kau ini kan pintar soal make up apalagi soal baju pengantin"

"Ah, iya. Aku gak minat dibidang itu, Na. Aku lebih suka ngajar anak-anak"

"Oh gitu"

"Haaaiiii," seseorang membuka pintu kamar dan langsung menghampiri kami yang berada di meja rias.

"Eh, kamu!" Elna terkejut melihat pantulan seseorang yang tadi datang melalui cermin.

DIA tersenyum.

"Hussss .... Sana! Kamu gak boleh kesini tau!" usir Elna

"Loh, kenapa?" jawab bang Danil.

"Seharusnya sebelum akad kita gak boleh ketemu sayaaanggg. Pamali tau!" jawab Elna yang dibalas dengan senyuman manis oleh bang Danil

"Percaya amat sih? Aku kan mau liat istriku yang cantik ini," goda bang Danil sembari mencium pucuk kepala Elna yang tengah duduk.

"Ihhhh .... Apaan sihhh .... Kita kan belum akad, belum jadi suami istri lah," balas Elna dengan sewotnya.

"Terserah akulah, gak ada yang larang juga kan?" balasnya, kini pipi Elna yang menjadi korban cubitan manja bang Danil.

"Ah, kamu, selalu berhasil bikin aku batal marah," timpal Elna dengan nada manja.

Aku yang sedari tadi masih berada di sana menyibukkan diri dengan membereskan alat-alat make up. Tak tahan rasanya berada dalam kamar itu, apalagi melihat Elna dan bang Danil bercanda mesra.

"Makasih ya udah bantuin Elna make up," kini pandangan bang Danil tertuju padaku.

"Sama-sama," lagi-lagi kujawab cepat pertanyaannya tanpa melihat wajahnya.

"Yaudah, yuk, bentar lagi udah mau mulai nih akadnya," ajak Elna yang diikuti olehku dari belakang sedangkan bang Danil berjalan beriringan dengan Elna.

•••

"Saya terima nikah dan kawinnya Elna Fairuzia dengan mahar tersebut dibayar tunai," terdengar lantang, tegas dan cepat suara bang Danil saat melakukan ijab qobul.

"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya penghulu.

"Saaaahhhh," semua saksi yang berada dalam ruangan itu serentak menjawab kecuali aku.

"Alhamdulillah ...."

Tanpa sadar aku menitihkan air mataku. "Sesakit ini kah Tuhan? Sebegitu berdosanya kah aku hingga kau menghukumku dengan cara seperti ini? Menjadi saksi pernikahan orang yang kucintai dengan temanku sendiri, tak adakah hukuman lain bagiku?"

Astagfirullahal'adzim .... Aku beristighfar dalam hati sembari menarik nafas panjang guna menenangkan diri.

Ingin sekali rasanya berlari jauh dari sini, tapi tak mungkin rasanya jika aku memisahkan diri.

Kepedihanku semakin bertambah saat melihat bang Danil mencium kening Elna dan bertukar cincin dengannya. Hatiku seakan teriris, rasanya sakit, sakit sekali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

D I A [Bukan Pria Almet] {Complete} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang