"Aku pasti sudah gila."
"Untuk apa aku harus datang ke pesta pernikahan seorang mantan?"
"Dan kenapa juga aku harus menyewa gaun dan berdandan? Padahal aku hanya orang yang biasa memakai pakaian pria untuk bertahan hidup."
Gadis berwajah manis yang berkali-kali menarik bagian bawah gaunnya mengeluh. Uang yang dia dimiliki saat ini tidak banyak, jadi dia terpaksa memakai gaun sewa yang terlihat terlalu pendek baginya agar tidak dikasihani.
Ya, gadis itu adalah Kim Jennie. Dia seorang mahasiswa tahun kedua jurusan business management. Belum lama ini keadaan ekonomi keluarganya semakin memburuk akibat perusahaan yang dipimpin oleh Ayahnya mendadak bangkrut. Rupanya hal itu terjadi karena para penanam modal menarik kembali saham mereka, setelah mengetahui jika perusahaan gagal mendapat tawaran kerjasama dari perusahaan asing. Dan akhirnya mau tak mau seluruh aset milik keluarga Kim termasuk rumah disita pihak bank untuk menutup hutang, lalu kedua orangtua Jennie terpaksa pindah ke rumah neneknya di Busan untuk kembali menjalani kehidupan.
Beruntung selama ini Jennie berkuliah dengan beasiswa, sehingga dia tidak terpengaruh dampak apapun kecuali apa yang dia makan dan tempat tinggalnya. Gadis itu kini menumpang di apartment teman baiknya sejak sekolah menengah, Kim Jisoo.
"Ah.. karena sibuk memperhatikan gaun, aku sampai lupa kamar nomor berapa yang Jisoo sewa."
"Apa benar di lantai ini?" tanya gadis mungil itu entah pada siapa bergantian melihat nomor kamar hotel. Malam ini Jennie dan Jisoo menginap bersama karena jarak Seoul dan Incheon lumayan jauh untuk mereka tempuh, belum lagi -Choi Seungcheol- kekasih gadis itu adalah teman baik -mantan kekasih Jennie- Kim Hanbin.
Jennie kemudian mengeluarkan benda pipih dari tas kecil yang dia bawa untuk memastikan di kamar nomor berapa dia akan tidur. Dia juga ingin segera berganti pakaian, karena apa yang dia kenakan ini benar-benar tidak nyaman.
Tutt... tutt..
Sambil menunggu nada tanda panggilan yang tersambung, gadis itu masih mengedarkan pandangannya sembari mengingat-ingat yang sempat Jisoo katakan.
"Tapi kenapa ada suara ponsel yang berdering di sekitar sini?"
"Eyy.. jika itu Jisoo, dia pasti akan langsung mengangkatnya. Tidak mungkin dia mengabaikanku."
Solma..
"Om-ommo." ucap Jennie membungkam langsung mulutnya buru-buru berlari mencari tempat sembunyi, saat melihat sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat. Temannya pasti sudah gila dengan bermesraan di lorong hotel dengan kekasihnya, walaupun mereka memang sudah berencana akan menikah.
Aaaaaa-- pekik gadis itu merasakan badan mungilnya terjungkal ke belakang. Bagaimana jika dia jatuh dari tangga darurat?
Seorang pria bertubuh tinggi dan berkulit putih pucat yang bertelanjang dada dan hanya memakai handuk tengah mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Hari ini entah kenapa banyak sekali hal yang tidak sesuai dengan harapannya dan semua terasa melelahkan. Bahkan dia baru sempat mandi, meski ini sudah hampir tengah malam. Ditambah lagi -Kim Mingyu- keponakan sekaligus Sekretaris pribadi yang pergi mencari makan malam namun entah kenapa tidak kunjung kembali. Jadi, lengkap sudah penderitaan pria bernama Jeon Wonwoo itu.
Jujur, menjadi seorang CEO adalah pekerjaannya yang paling tidak mudah selama 6 tahun ini. Bisa dibilang pertemuan antara pengelola perusahaan cabang merupakan hal yang paling menyita energi. Sebagian dari mereka memiliki prinsip yang sama dan beberapa berbeda menurut wilayah. Jadi Wonwoo selalu merasakan kepalanya mendadak pening saat mendengar orang-orang itu berdebat.
"Eottokae? Kenapa ini tidak bisa terbuka?"
"Apa pintunya rusak?"
"Lalu bagaimana caranya aku bisa keluar?" suara seseorang yang terdengar panik mondar-mandir di depan layar pemantau untuk mencari cara membuka pintu. Ternyata tadi Jennie tidak sengaja bersandar pada pintu sebuah unit dan gadis itu terjatuh begitu saja. Sialnya, belum sempat dia berdiri pintu hotel itu otomatis tertutup.
"Jogiyo, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Wonwoo begitu melihat sosok gadis mungil yang tidak jauh darinya mengernyitkan alis. Tidak mungkin jika Mingyu yang melakukan hal ini, mengingat menjaga image adalah paling penting.
"Ne?" sahut Jennie melihat ada sosok asing di belakangnya. Walaupun tidak terlalu dekat, dia melihat dengan jelas postur tubuh sempurna milik pria itu.
"Eoh.. aku tidak sengaja masuk kesini, tapi aku tidak bisa ke-keluar." jelas gadis itu kemudian menundukkan kepala karena terlalu malu.
Wonwoo yang merasa hal itu sangat aneh mengernyit bingung mendekati layar pemantau untuk membuka pintu. Dia benar-benar ingin beristirahat, jadi pria itu harus menghilangkan segala hambatannya.
"Geurae (Benarkah)?"
"Eoh.. tentu saja. Kenapa aku harus berbohong?"
"Ani. Cha-chakkamman (tunggu)!" cegah gadis manis itu memejamkan mata menahan badan Wonwoo dengan kedua tangannya. Bagaimana bisa seseorang yang memiliki wajah tampan seperti itu bisa memperlakukan seorang gadis seenaknya? Andai saja ponselnya tidak terlempar, dia pasti langsung menelepon polisi.
"Neo.. mwohaneungeoya (apa yang sedang kau lakukan)?"
Pria yang tidak mengerti sama sekali maksud gadis yang hanya setinggi dadanya itu menghela nafas. Wonwoo baru saja selesai mandi, tapi sekarang dia merasa kotor lagi.
"Aku ingin mengecek pintunya, tapi kenapa kau malah menyentuhku?"
"Aish.." ujar pria tinggi itu lalu menekan tombol yang dia tahu untuk membuka pintu.
Crrringgg... suara pintu hotel yang yang terbuka membuat Jennie membuka kedua mata bulatnya. Dia langsung menurunkan tangannya yang menahan dada pria jangkung di hadapannya.
"Aniyo--"
"Aku sungguh tidak bermaksud macam-macam." ujar Jennie yang merasa tidak enak sudah salah paham berusaha menjelaskan.
Wonwoo membalikan badannya segera kembali menuju kamar mandi.
"Palli gaseyo (Cepat pergilah)!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
When I'm Falling (WONWOO x JENNIE)
Fanfic"Bagaimana jika sebenarnya aku sudah mengetahui hal itu sejak lama?"