❌❌Salah Kaprah Memaknai Silaturahim
An Nawawi rahimahullah menjelaskan:
وَأَمَّا صِلَةُ الرَّحِمِ فَهِيَ الْإِحْسَانُ إِلَى الْأَقَارِبِ عَلَى حَسَبِ حَالِ الْوَاصِلِ وَالْمَوْصُولِ فَتَارَةً تَكُونُ بِالْمَالِ وَتَارَةً بِالْخِدْمَةِ وَتَارَةً بِالزِّيَارَةِ وَالسَّلَامِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
“adapun silaturahim, ia adalah berbuat baik kepada karib-kerabat sesuai dengan keadaan orang yang hendak menghubungkan dan keadaan orang yang hendak dihubungkan. Terkadang berupa kebaikan dalam hal harta, terkadang dengan memberi bantuan tenaga, terkadang dengan mengunjunginya, dengan memberi salam, dan cara lainnya”
(Syarh Shahih Muslim, 2/201).
Dengan demikian, perbuatan baik dan menyambung hubungan terhadap orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dan nasab tidaklah termasuk silaturahim, dan tidak termasuk dalam ayat-ayat dan hadits-hadits mengenai perintah serta keutamaan silaturahim.
Sebagian orang salah paham dalam memaknai silaturahim, dengan menganggap semua perbuatan menyambung hubungan dengan orang lain sebagai silaturahim. Jelas ini tidak tepat secara bahasa ataupun secara istilah syar’i.
Dari kesalahan-pahaman ini muncul berbagai macam kesalahan lain yang sangat patut untuk kita koreksi. Diantaranya:
❌1. Menggunakan dalil-dalil tentang silaturahim pada perbuatan yang bukan silaturahim
Misalnya menggunakan dalil-dalil tentang silaturahim untuk mengajak orang mendatangi acara reuni sekolah, acara kumpul-kumpul rekan kerja, dan semisalnya.
Lalu meyakini bahwa acara-acara ini memiliki keutamaan memanjangkan usia, meluaskan rezeki, menjadi sebab masuk surga, yang merupakan keutamaan-keutamaan silaturahim. Tentu ini tidak tepat.
❌2. Menggunakan dalih silaturahim untuk perbuatan yang dilarang agama
Misalnya menggunakan dalih silaturahmi untuk mengajak orang mendatangi acara karokean, merayakan ulang tahun seseorang, acara kumpul-kumpul bersama teman yang campur-baur antara lelaki dan wanita, dan sebagainya.
Sehingga perbuatan-perbuatan yang dilarang agama tersebut disamarkan dengan nama silaturahmi yang merupakan kebaikan.
❌3. Menggunakan dalih silaturahim sehingga enggan meninggalkan keburukan
Misalnya enggan meninggalkan teman-teman yang buruk yang sering mengajak kepada maksiat dan hal-hal tidak bermanfaat dengan dalil tidak mau memutus tali silaturahim.
Enggan berhenti berpacaran dengan dalil bahwa “putus” dengan pacar itu berarti memutus tali silaturahim.
Enggan menolak ajakan teman untuk nongkrong tanpa manfaat dan berfoya-foya karena dalih takut memutus tali silaturahim.
Semua ini adalah kesalah-pahaman dalam memaknai dan mempraktekkan silaturahmi.
Mereka mengira sedang ber-silaturahmi padahal bukan. Sehingga tidak berlaku perintah dan keutamaan-keutamaan silaturahim di dalamnya.
fawaid_kangaswad
︻︻︻︻︻︻︻︻︻︻︻︻︻︻︻
📡 Republished by :
┏━━━━━━━••❁✿❁••━━━━━━┓
🌸 REMAJA MUSLIMAH 🌸
┗━━━━━━━••❁✿❁••━━━━━━┛
🌺 Berpegang Teguh Dengan Al quran Dan Sunnah 🌺
KAMU SEDANG MEMBACA
{REMAJA MUSLIMAH}
Spiritual(COMPLATE) Picture by : @k_uur ┏━━━━━━━••❁✿❁••━━━━━━┓ 🌸 REMAJA MUSLIMAH 🌸 ┗━━━━━━━••❁✿❁••━━━━━━┛