4. Penyesalan

18 4 0
                                    

"Novia!" seseorang berteriak kepadaku dari belakang. Saat aku menoleh ternyata itu...

"aku.. Aku minta maaf" katanya.

Saat ini mataku hanya bisa membelalak tidak percaya. Mengapa dia ada disini?! Aku sama sekali tidak mengerti. Bukannya dia sudah pergi jauh dari sini?

"Ti.. Tiara? Kenapa ada disini? Bukannya kamu sekolah di Amerika? Ada urusan?" tanyaku yang masih bingung dengan kehadirannya. Tidak peduli apa yang dikatakannya tadi.

"ya, aku ada urusan dan urusan itu denganmu. Bisa kita bicara di tempat lain?" jawab Tiara penuh harap.

Sekarang kami ada di taman sekolah. Ya, dari lorong dekat kelasku, tiba-tiba berada disini hanya untuk mendengarnya bicara. Menyebalkan sekali.

"aku minta maaf soal yang dulu" ucapnya memecah keheningan.

"soal apa ya?" tanyaku heran.

"kejadian semenjak kakakku dihukum"

"kenapa minta maaf? Bukannya kamu berpihak kepada kakakmu itu?"

"itu dulu. Sekarang aku sudah tau betapa jahatnya kakakku. Dia benar-benar tidak berguna. Sia-sia saja aku sudah banyak berkorban untuknya."

"aku kurang mengerti."

"jadi begini. Selama di Amerika, aku selalu ditinggalkan olehnya sendirian di rumah. Aku selalu kesepian dan dia juga tidak pernah memikirkanku. Dia egois sekali. Mungkin karena itulah hidupnya kacau. Aku juga sering diejek karena dianggap orang aneh. Kamu juga tau kan kalau kebiasaan orang Indonesia dan mereka itu jauh berbeda. Disana aku tidak dipedulikan oleh Fani. Dia terlalu sibuk untuk pernikahannya. Dia pernah sakit selama 8 bulan dan aku sendirilah yang merawatnya. Dia manja sekali. Setelah sembuh pun dia hanya menjadikanku pembantu. Terlebih lagi ketika suaminya sering menggangguku. Dia sampai mengusirku dari rumah. "

" jadi? "

" aku menyesal sudah membelanya. Aku minta maaf"

"jadi kamu kesini hanya untuk itu?"

"tidak. Aku tau kamu hanya memiliki satu teman yaitu aku. Setelah aku pindah, kamu mungkin tidak punya teman. Jadi aku ingin menjadi temanmu lagi"

"teman? Kamu pikir aku hanya memilikimu itu selamanya? Sekarang aku sudah tidak berperan seperti dulu lagi. Aku sekarang sudah SMA. Jiwaku sudah dewasa dan begitulah seharusnya. Kamu pikir aku akan begitu terus sampai kamu datang dan meminta maaf?"

"maaf, tapi, maksudku bukan itu. Aku hanya ingin menjadi temanmu lagi. Hanya itu"

"aku bisa memaafkanmu. Tapi tidak bisa menjadi temanmu. Kalau bisa pun, kamu adalah yang terburuk."

"baiklah kalau kamu tidak mau berteman. Tetapi kamu mau memaafkanku? Dengan ikhlas?"

"tentu saja"

"terima kasih. Eeh, tapi teman-temanmu itu siapa saja?"

"banyak. Tetapi yang terpenting... Ah, sudahlah"

Selanjutnya aku pergi dan tidak menggubris panggilan Tiara. Hatiku sakit saat aku harus menyebut kembali nama itu. Keadaan terlalu memaksaku sekarang dan entah sampai kapan begini.

Teng.. Teng.. Teng...

Bel tanda usai sekolah berbunyi. Aku segera pergi ke lapangan parkir. Disana, aku sudah menemui Fera, Bima, dan Raffi. Seperti biasa, kami pulang bersama dengan sepeda motor. Bima dengan Raffi sedangkan Fera denganku.

***

"Via, awas!!!" teriak Fera segera menyadarkanku dari lamunan.

"Uhh, Hati-hati, Via. Untung saja kita tidak jadi menabrak taksi tadi. Kalau tidak mungkin aku sudah mati sekarang" kata Fera dengan cemberut.

We Are Together Forever [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang