8. Pencarian

8 3 0
                                    

Sekarang aku berada di atap gedung perusahaan tempat kerjaku. Tempat yang luas dan nyaman sekali untung berbincang. Sesuai rencanaku, kami bertiga, kak Raffi, aku, dan pak Arman akan berbincang tentang keluarga kami yang sebenarnya. Sekarang hanya ada aku disini,menunggu mereka sambil melihat pemandangan yang indah.

"kak Raffi" sapaku ketika melihat kak Raffi sudah datang.

"mau bicara apa sampai harus kesini? Hahaha, kamu ini, banyak sekali tingkah konyolmu ternyata" ledek kak Raffi.

Syukurlah dia bisa tertawa seperti itu. Kukira dia akan curiga kalau aku akan membawanya bertemu pak Arman atau... Ayah.

"kalian datang cepat ya" ucap pak Arman yang baru sampai dan mendekat kearah kami.

Seperti kemarin, kak Raffi dan pak Arman bertatapan. Aku sungguh tidak tahan dengan kelakuan mereka.

"sudah cukup kamu menyiksa aku, sekarang mau melakukannya kepada dia?!" kak Raffi membentak  pak Arman.

"sungguh, aku tidak ingin melakukan itu lagi. Aku sudah tidak bisa melakukan itu lagi. Sebelumnya, maafkan ayah, Nak"

"maaf apa?! Setelah segala kesakitan yang aku alami karena kamu, dengan mudahnya kamu hanya bilang maaf?!"

"aku bersungguh-sungguh. Bahkan, aku bekerja disini juga untuk menjaga adikmu."

"bahkan kamu tau aku memiliki adik! Mengapa kamu tega membawanya ke panti asuhan?!"

"maaf, aku dan ibumu hanya mampu merawatmu saja. Karena kondisi ekonomi waktu itu sangat sulit, maka aku terpaksa letakkan dia disana."

"sudah tahu begitu, masih saja mabuk dan menyiksa ibu! Kamu pikir aku tidak tau?! Kamu membunuh ibu kan?! Tetapi, kamu bisa lepas dengan mudah karena minuman kerasmu itulah yang memberikanmu alasan yang jelas agar keluar dari penjara! Aku tahu!"

"Raffi, aku sungguh minta maaf. Aku tidak seperti itu lagi. Percayalah"

"kak, dia ayah kita. Bagaimanapun, dia tidak akan menyiksa kita selamanya. Manusia pasti punya perubahan kak. Aku mohon, maafkan ayah"

Entah setan mana yang merasuki jiwaku sampai aku berkata seperti itu. Tapi, memang benar. Walaupun dia pernah jahat, tidak selamanya dia begitu. Dia sekarang bisa bekerja dengan baik dan... Tunggu, dia bilang bekerja disini untuk menjagaku? Darimana dia tahu?

"tunggu sebentar, Pak"

"hah?"

"siapa yang memberitahu kalau aku anakmu?"

"seseorang. Dia tidak memberitahu namanya. Tapi dia menceritakan tentangmu."

"apa yang dia bilang?"

"kamu anak yang baik. Aku akan hidup lebih baik kalau bertemu denganmu. Begitu juga denganmu, Raffi. Dia mengatakan kalau kamu sama baiknya dengan adikmu ini. Karena itu... Aku menyesali perbuatanku kepada kalian berdua. Aku pikir kalian akan mengikut perbuatanku, ternyata tidak sama sekali. Kalian bisa jadi orang yang baik ketika jauh dariku. Aku mengerti sekarang, maka dari itu, maafkan aku"

"kak, maafkan saja" ucapku penuh harap kepada kak Raffi.

Kak Raffi tampak berpikir keras untuk menjawabnya. Sepertinya dia tidak akan memberi maaf kepada ayah. Tapi, aku ingin dia memaafkan saja apa yang sudah berlalu. Ayah benar-benar menyesal dan kami harus bisa menyadari itu.

"ya, aku maafkan. Tapi, ayah harus bantu kami mencari orang yang memberitahu tentang Novia." jawab kak Raffi dengan nada tegas.

"ayah pasti lakukan apa saja yang kalian mau asal dimaafkan" ucap ayah dengan mata berbinar. Hmm, dia pasti senang sekali.

"tapi kak, kenapa kakak mau mencari orang itu?" tanyaku.

"kamu akan paham nanti. Lagipula aku akan berterima kasih kepadanya." jawab kak Raffi tenang sambil menatap langit.

***

Hari ini kami berkumpul di rumah kak Raffi. Ayah, aku, dan kak Raffi. Kami berkumpul layaknya keluarga yang selama ini aku inginkan.

"sebaiknya ayah jangan bekerja lagi di kantor. Daripada ayah lelah bekerja lebih baik di rumah saja. Semua kebutuhan biar kami saja yang mencari." ucapku.

"yang benar saja kamu... Ayah masih seorang bapak. Ayah tidak bisa melihat kalian bekerja saat ayah bisa bersantai. Ayah masih kuat untuk bekerja. Lagipula, kalian mencari uang juga untuk kalian saja. Ayah terlalu banyak kesalahan kepada kalian. Tidak pantas ayah menerima hasil jerih payah kalian. " jawab ayah masih dengan rasa bersalah.

Setelah beberapa perdebatan kecil, akhirnya ayah mau membiarkan kami yang bekerja. Aku tidak tega juga apabila dia masih bekerja. Sudah sepatutnya aku memberikan apa yang aku bisa untuknya sebagai anak.

" oh ya, besok sabtu kan? Kita cari orang itu besok." ucap kak Raffi tiba-tiba memecah keheningan.

"kenapa besok? Terburu-buru sekali" tanyaku.

"aku sudah bilang, ada sesuatu. Kamu akan senang sekali nanti." jawabnya lagi.

***

Hari ini, sesuai dengan rencana, kami akan mencari 'seseorang' yang ingin sekali kak Raffi temui. Tapi, satu hal yang aku lupakan. Dimana kami akan mencari orang itu?

"ayah, dimana ayah bertemu dengan orang itu?" seolah mendengar isi pikiranku, kak Raffi menanyakan hal yang sama kepada ayah.

"ayah ingat tempatnya dimana. Jalan saja." jawab ayah.

Sesampainya kami di suatu tempat, aku merasakan hal yang aneh. Sesuatu yang sering aku rasakan dulu. Ya, sedih. Entah mengapa aku merasa sedih ketika ada disini.

***

"dimana aku?" ucapku kepada seseorang di depanku.

"shtt! Diam! Nanti kalau ada yang dengar bahaya!" jawabnya dengan berbisik.

Dia seperti mengawasi sekitar. Setelah beberapa lama kami diam saja di dalam ruangan itu, dia pergi. Aku ingin bicara, tapi aku takut seperti tadi lagi.

Dia datang dengan membawa satu kotak alat pengobatan. Dia membersihkan luka-luka bekas membuka tali itu dan mengoleskan obat luka bakar ke kulitku yang memerah karena air panas. Dia juga merapikan potongan rambutku.

Mengapa dia sebaik ini? Dia menolongku? Bahkan aku mengenalnya baru dalam satu hari. Apakah dia masih manusia? Tapi.... Aku ingin terus mengenalnya lebih jauh sampai.....

.
.
.

"andini..."

"Novia! Syukurlah kamu sudah sadar. Tapi... Kenapa kamu menyebut Andini?" kata kak Raffi.

"hah? Aku dimana sekarang? Andini?..... Oh ya! Aku ingat hal itu lagi, Kak" lirihku.

"tenang saja. Tidak ada hal seperti itu lagi. Kamu selamat selama aku masih bisa menjagamu" jawaban kak Raffi membuatku teringat kembali kepadanya. Andini... Kenapa kata-kata itu terulang lagi?

"aku lupa apa yang terjadi. Apa kita menemukan orang itu kak?" tanyaku kembali.

"ah, sudah.. Jangan dipikirkan lagi. Kita tidak jadi menemukannya. Kamu pingsan tadi. Jadi, kita pulang saja ke rumah karena aku tahu kamu tidak akan sanggup melihat tempat itu lagi." jawab kak raffi sambil mengelus puncak kepalaku.

Aku terkejut sekali mendengarnya. Bahkan hanya dengan melihat gedung kosong itu saja aku pingsan dan mengingat hal itu kembali.

Kak Raffi dan ayah kembali ke rumahnya saat sore hari. Badanku juga sudah agak sehat. Satu hal yang harus aku ingat saat ini adalah, jangan pernah mengingat kembali masa-masa itu. Atau aku akan terjebak dalam masa lalu itu lagi.

We Are Together Forever [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang