5. Diary

12 4 1
                                    

"wohnghkb"

"kenapa? Mau bicara? Kamu tau ini dimana? Kita di gudang dan tidak akan ada yang bisa menolongmu!"

"ygitkhb"

"diam! Kalau mau bicara, tunggu dulu sampai mulutmu terbuka! Kamu pikir dengan mulut terbekap itu suaramu jelas?! Telingaku sakit mendengarnya!"

"Tiara, akan kita apakan dia?"

"tunggu dulu Tya, aku punya rencana"

"cepatlah! Sekarang sudah sore. Bagaimana kita pulang nanti kalau gerbang sudah dikunci?!"

"ah kamu cerewet sekali! Ya sudah, bawakan aku gunting, pisau kecil, dan air panas tadi"

"oke"

"kamu mau bicara hah?!" dia membukakan pembekap mulut.

"mau kau apakan aku?! Sampai kapanpun, kalau kamu melakukan kekerasan pasti hidupmu tidak akan damai! Berhentilah!"

"tidak! Aku mau kamu tersiksa!"

Rambut itu ditarik kasar dan dipotong secara paksa. Sampai... Rambut itu jadi pendek dan tipis, tidak beraturan. Lalu, satu ember air yang masih berasap karena hawa panasnya disiramkan sampai kulit seluruh tubuh itu memerah.

"ini, aku tinggalkan pisau ini disini. Talinya kamu saja yang buka sendiri!"

Lalu orang itu pergi dengan santainya seperti tidak terjadi apa-apa.

"bagaimana ini?"

Dibukanya tali yang mengikat tubuhnya di tiang menggunakan pisau kecil yang ditinggalkan orang jahat tadi. Sulit sekali sampai harus melukai tangan dan kaki. Darah mulai banyak bercucuran dan seluruhnya mulai gelap...

"sakit!!!! Tidak! Jangan lagi!!!!"

"Novia?! Kamu kenapa?" teriak Fera cemas.

"hah.. Hah.. Hah.. Aku... Aku disiksa oleh orang itu.. Tidak!!! Aku tidak mau!!!" ujarku dengan napas tersenggal dan menangis keras.

"Novia, jangan menangis.. Jangan takut. Kamu aman sekarang. Tidak ada yang menyiksamu" Fera menenangkan.

Selanjutnya kami melanjutkan tidur. Tetapi, entah mengapa sulit sekali bagiku untuk memejamkan mata. Dan saat aku mulai menutup mataku...

"Novia, tenang saja.. Selama aku masih ada kamu akan aman. Tidak ada yang akan kubiarkan mengganggumu"

Apa?! Andini?! Kenapa dia menenangkanku dan menampakkan senyumnya kepadaku?! Apa lagi ini?!

"aku akan menjagamu seperti adik kandungku sendiri" ucapnya lagi dan setelahnya langsung menghilang. Pandanganku langsung gelap dan aku yakin  akan tertidur kali ini.

***

"Novia, bangun"

"hmm..." lirihku saat membuka mata.

Ternyata sudah pagi. Aku masih bisa mengingat jelas apa saja yang aku lihat tadi malam. Mengapa bisa terjadi seperti itu? Apa depresiku sudah berat sampai berhalusinasi?

Aku dan Fera bersiap untuk perkumpulan. Kami hanya akan berkumpul di rumah Fera tetapi sebelum itu aku akan mengambil barang itu di rumahku dulu.

Setelah dikumpulkan, kami lalu berunding untuk membuka barang pemberian siapa dahulu. Akhirnya kami sepakat untuk membuka milik Fera.

Di kotak itu ada sebuah kertas dengan surat yang isinya kira-kira mirip dengan milikku. Lalu, dibawahnya ada figura yang berisi foto-foto kami bersama. Ada juga sebuah kalung dengan liontin berbentuk hati.

Selanjutnya di kotak milik Bima, ada benda yang sama dengan milik Fera kecuali kalung. Kalau di kotak milik Bima, ada sebuah buku bergambar band asal jepang favoritnya. Ada catatan yang mengingatkan kalau buku itu untuk menyemangati Bima untuk belajar.

Di kotak Raffi, ada foto dan surat yang sama tetapi ditambah dengan kanvas dan cat lukis. Di dalam catatan disebutkan kalau Andini memberinya itu agar Raffi bisa melanjutkan bakatnya dalam melukis yang bagus.

Dan terakhir, kotak milikku. Aku juga penasaran apa saja isinya karena yang sempat kulihat waktu itu hanya surat.

Ternyata ada foto yang sama dan sebuah buku. Tunggu, buku itu sepertinya tidak pernah aku lihat. Sepertinya itu buku harian.

"apa itu buku diary Andini?" tanya Fera kepadaku.

"aku tidak tau. Bahkan aku tidak tau kalau dia punya diary" jawabku dengan wajah tercengang.

"kita baca saja secepatnya. Pasti ada pesan tersembunyi dari Andini di dalam buku itu" ucap Raffi masih dengan wajah tenang.

17 juli

Aku sedih sekali karena ibu. Kenapa harus aku yang kena lagi? Apa dia tidak bisa sembuh? Kenapa harus dia yang jiwanya begitu? Alu rela jika aku yang mendapatkannya, jangan ibu. Tetapi, aku tidak bisa melawan. Untung saja mereka berempat bisa menyemangatiku setiap hari. Terima kasih Novia, Fera, Bima, dan Raffi. Kalian keluargaku yang baru.

18 juli

Hari ini kami berlima pergi ke taman bermain. Novia hebat sekali karena saat bermain di mesin boneka, dia bisa mengambil banyak boneka sedangkan aku tidak. Lagi-lagi Raffi bersikap dingin dan tak acuh. Aku sedih karena pasti dia belum bisa beradaptasi dengan lingkungannya sekarang. Dia juga kan punya masa lalu yang kelam. Tidak mungkin dia bisa melupakannya secepat itu. Apalagi setiap dia melihat Novia, pasti hatinya luluh. Aku yakin di dalam dirinya, dia mengagumi Novia yang memiliki kelebihan. Kelebihan Novia itu... Alasan mengapa dia pernah tersiksa. Hahhh... Aku kasihan dengannya. Tetapi kami akan berusaha untuk bahagia.

Aku langsung menutup buku itu tiba-tiba dan menatap sendu kearah Raffi. Tanpa bertanya pun dia bisa menjawab pertanyaanku berdasarkan buku tadi.

"aku.. Aku pernah mengalami KDRT oleh ayahku. Dia pernah membakar punggungku dengan setrika. Sejak itu, aku pergi dari rumah dan tidak memiliki siapapun. Aku tinggal di jalanan dan akhirnya diadopsi oleh orang tuaku yang sekarang. Sampai sekarang aku juga sulit mepercayai orang lain kecuali kalian. Dan... Ibu angkatku itu ternyata bersaudara dengan ibu angkat Andini. Maka dari itu Andini tau segalanya tentang aku. " jawab Raffi sambil menangis.

Baru kali ini aku melihat ekspresi Raffi yang menangis tetapi juga merasa ringan dari beban pikirannya. Aku sangat merasakan itu saat menatap matanya.

"lalu kenapa tidak kamu ceritakan kepada kami semua?" tanya Fera.

"ayahku pernah bicara kalau aku tidak boleh sembarangan bicara. Pernah sekali aku mengatakan padanya untuk menghemat uang, jangan terus membeli minuman keras. Tetapi, dia malah membentak dengan mengatakan kalau aku sok tahu dengan kegiatannya dan jangan pernah bicarakan kekurangan saja. Makanya aku tidak pernah bisa menyebut kegundahan yang aku rasakan" terang Raffi.

Tidak ada satupun diantara kami yang tidak menangis mendengarnya. Ternyata hidup Raffi tidak semulus yang kami bayangkan.

"lalu apa maksud Andini kalau lelebihanku itu alasan kamu disiksa?" tanyaku masih bingung.

"kamu bisa melawan keketasan orang lain meskipun orang itu lebih berkuasa dibanding dirimu sendiri. Sedangkan aku tidak. Segala kekerasan yang aku dapatkan tidak pernah aku lawan sehingga hidupku selalu tersiksa." jawabnya.

Aku mengerti dan kami pun tenggelam dalam kesedihan. Mengingat bahwa kehidupan kami masing-masing tidak berjalan di jalan yang rata saja. Kami pernah melewati kerikil, genangan air, bahkan batu dan lubang yang besar sudah kami lalui. Jadi, sekarang ini kami hanya perlu bersyukur atas apa yang sudah kami dapatkan.

We Are Together Forever [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang