Gue lagi asik-asiknya maskeran ketika hape gue berdering. Hanbin. Halah. Gue reject panggilannya. Ga penting. Gue kembali meratakan masker di wajah gue. Hape hue berdering lagi. Kali ini Mino.
Gue jawab panggilannya dan memencet ikon loudspeaker.
"Halo nyet?" Ucap gue.
"Jen. Bukain pintu!" Seru suara diseberang telepon. Bukan suara kakak gue. Tapi Hanbin.
Gue menghela nafas gue. "Ga ah. Males. Ngapain." Sahut gue.
"Huweeeeekkkk..." terdengar suara orang muntah di seberang sana. "Jen! Ni kaka lo kobam berat nih!" Seru Hanbin di seberang sana.
Gue menghela nafas dan memutar bola mata. "Hedeh... iya iya gue turun." Sahut gue dengan malas bangkit dari ranjang dan turun ke bawah untuk membukakan pintu.
Pintu terbuka. Pemandangan di depan gue jelas Hanbin yang sedang membopong kakak gue semata wayang yang udah ga sadarkan diri.
Gue menghela nafas lagi. "Kenapa nih orang?" Tanya gue pada Hanbin.
"Biasa. Abis diputusin." Sahut Hanbin pendek. "Bantuin nih bawa kaka lo masuk." Ucap Hanbin ingin menyerahkan Mino ke gue.
Gue segera mengambil langkah mundur. "Ogaaahhh! Bau muntahan yieekss! Lu aja urus dia!" Seruku dengan tampang jijik.
Hanbin menghela nafasnya. Dengan langkah berat ia mengantar Hanbin masuk ke kamarnya. Gue hanya mengikuri dari belakang.
"Gantiin nih bajunya." Ucap Hanbin.
Gue menggeleng keras. "Lu aja sana! Jijik gue ah!" Enggan gue.
"Lah lu kan adeknya." Ucap Hanbin.
Gue mengangkat bahu gue enteng. "Kan lu yg ngajak dia mabok."
"Gue cuman nemenin aja." Sahut Hanbin.
"Gapeduli. Lu aja sana urusin!" Seru gue sambil menggeleng cepat dan melipat tangan di depan dada.
Hanbin menghela nafasnya berat lalu mulai menggantikan baju Mino.
"Clckckkc kenapa ceritanya bisa putus dia ama ka Irene?" Tanya gue sembari Hanbin menggantikan baju Mino.
"Tanya aja sendiri ama kaka lo." Jawabnya singkat.
"Idih.. pelit amat." Cibir gue.
"Selingkuh si Irene ama katingnya. Anak orang kaya kayaknya. Biasa. Cewek kan emang matre." Sahut Hanbin.
"Yeee enggak ya! Gue ga matre!" Seru gue.
"Iye lu ga matre tapi childish!" Ejek Hanbin.
Gue mencibir perkataan Hanbin. "Dendam ya lu?"
"Kesalahan terbesar gue itu pernah jadian ama lu. Bocah." Ejek Hanbin.
"Bocah bocah. Enak aja." Sahut gue ga terima.
Hanbin selesai menggantikan baju Mino. Berjalan ke arah gue dengan tampang datarnya.
"Emang lu bocah." Ucapnya santai.
Gue pastinya ga terima, "ohh.. jadi gue bocah. Terus lu apa? Ciuman aja ga bisa sok sokan bilang gue bocah!" Ejek gue.
Wajah Hanbin memerah. Kena lu! Gue bongkar masa lalu abis lu!
"Gue itu baik. Mau menjaga lu. Ya taunya lu liar. Ga sepolos yang gue pikirin." Balas Hanbin.
Gue tertawa. "So? Jadi siapa dong yang bocah disini? Gue apa lu?" Tantang gue.
"Elu." Ucap Hanbin lalu menoyor kepala gue dan berlalu.
"Sial." Decak gue kesal. Gue berjalan di belakang Hanbin. "Mau kemana lu?" Tanya gue bingung melihat arah Hanbin.
Hanbin berhenti di depan kamar mandi dan menoleh dengan wajah datarnya. "Mau mandi. Mino muntah sampe kena gue. Kenapa? Lu mau bantu gue bersihin badan?" Tanyanya dengan senyum menggoda.
Gue merinding. "Gaya luuu ngajakin gue mandi bareng. Ciuman aja ga bisa mau sok sokan ngajak mandi." Ejek gue.
"Lu bawa-bawa topik itu mulu. Lu kangen ciuman ama gue?" Tantang Hanbin bersender di pintu kamar mandi.
Gue tertawa. "Jijay. Sana mandi! Bau tau!" Seru gue mendorong Hanbin masuk ke kamar mandi dan menutup pintu dengan cepat.
Hanbin terdengar mulai menyalakan air. Gue berjalan ke ruang tengah dan menghidupkan tv. Beberapa menit kemudian....
"Jennn!!!" Teriak Hanbin dari dalam kamar mandi.
Gue menghela nafas dan berjalan mendekati kamar mandi.
"Apasih?!" Seru gue kesal. Ganggu orang lagi nonton aja.
"Minta handuk!" Seru Hanbin.
Gue menghela nafas dan pergi ke jemuran dan mengambilkan handuk Mino. Mengetuk pintu kamar mandi dengan keras.
"Cepetan ambil nih!" Seru gue kesal.
Perlahan pintu kamar mandi terbuka sedikit. Tangan Hanbin menjangkau-jangkau handuk di tangan gue. Gue segera memberikannya dan pergi dari sana untuk melanjutkan menonton tv.
Hanbin keluar dari kamar mandi dengan handuk yang terlilit sempurna di dadanya. Tawa gue tak bisa terbendung melihat pemandangan itu.
"Ngapain lu ketawa?" Tanya Hanbin berjalan mendekat.
"Lu kaya anak gadis aja pake handuk disitu!" Seru gue disela-sela tawa.
"Kalau gue pake di pinggang ntar lu engas lagi liat dada bidang gue." Ucap Hanbin semakin membuat tawa gue pecah.
"Kaya badanlu bagus aja!" Ejek gue.
"Oh mancing.. lu kalau mau liat bilang aja." Ucap Hanbin berjalan mendekat.
Gue mendorong tubuh Hanbin menjauh. "Apaan sih lu. Minggir ah! Ganggu gue nonton aja!" Seru gue sambil mengalihkan pandangan.
Hanbin menyeringai dan duduk di samping gue. Merangkulkan tangannya di kursi belakang gue.
"Gugup ya lu?" Godanya.
Gue tertawa. Gugup. "Enak aja! Gugup sama lu?" Ejek gue masih tak mau melihat Hanbin.
Hanbin tertawa dan mencolek dagu gue. "Liat sini dong.." godanya.
"Ogah anjirr!" Seru gue menepis tangannya. "Lu sana ah!"
Hanbin tertawa, "yeeeanjir gugup beneran ya lu!"
"Enggak lah! Ngapain gue gugup ama lu!" Seru gue membela diri.
"Lu masih cinta kali ama gue." Ucap Hanbin santai.
"Ngimpi! Udah ah sana Mbin! Lu macem-macem gue teriak nih!" Ancam gue.
Hanbin tertawa. "Mau teriak ke siapa lu? Bokap nyokap lagi pulkam kan? Kakak lu lagi tewas di kamarnya." Ucap Hanbin.
Gue menelan ludah. Sial.
Hanbin tertawa dan mengacak rambut gue. "Kasian juga gue lihat lu gugup kyagini. Bocaaah bocaaah.." ejeknya lalu bangkit.
Gue menoleh tak terima, "lu yang bocah anjir."
Hanbin tertawa dan menoleh. "Apa? Gara-gara gue ga bisa ciuman? Asal lu tau ya. Gue bisa bikin lu kehabisan nafas dalam sekali ciuman."
Gue tertawa meremehkan, "gaya lu! Udah ah lu cepet pake baju trus pulang! Bosen gue liat muka lo yang nyebelin itu!"
Hanbin mencibir kemudian masuk ke kamar Mino untuk berganti baju.
Gue pun masuk ke kamar mandi dan membasuh masker di wajah gue. Sial. Maskernya ga kering-kering gara-gara gue marah-marah mulu dari tadi. Hanbin si mantan sialan itu bikin gue ga bisa menikmati masker time gue aja!