Three

1.6K 76 13
                                    

Gue ga pernah membayangkan sebelumnya kalau cowok yang masak itu keliatan sexy banget. Ya. Ga pernah terbayangkan Sebelumnya. Dan yang lebih mengejutkan gue adalah... seorang Hanbin! Entah mengapa masak mie doang dia jadi secakep itu masa!

Gue mungkin sedang kehilangan akal sehat gue, tapi sumpah! Kayaknya ada yang salah sama mata gue. Dan jantung gue. Yang dari tadi berdegup kencang melihat Hanbin di depan kompor yang kerjaannya cuman ngaduk-ngadukin mi supaya cepet mateng.

"Udah lama ya kita ga berduaan kaya gini." Celetuk Hanbin.

Gue tersadar dari lamunan gue dan mencibir, "emang pernah kita berduaan."

Hanbin tertawa, "jarang ya?"

Gue cuman diam sambil bertopang dagu.

"Siapa pacar lo sekarang?" Tanya Hanbin tiba-tiba.

"Kepo." Jawab gue singkat.

"Yeee... ditanyain." Ucapnya sambil meniriskan mi.

"Enggak ada." Jawab gue singkat.

Gue nggak boong! Gue lihat Hanbin tersenyum sekilas! Entah dia seneng gue ga punya pacar karena dia masih cinta sama gue atau... dia nertawain gue?!

"Kenapa emangnya?" Tanya gue.

"Ya enggak. Nanya doang. Soalnya dulu kan lu mutusin gue mendadak banget tuh. Kali aja ada cowok lain." Terangnya sambil mengaduk mi dengan bumbu.

"Lu pikir gue kaya gitu?" Tanya gue agak tersinggung.

"Nebak doang. Kalau salah ya maapin." Ucapnya dengan senyumnya yang entah kenapa dari tadi bikin hati gue ga karuan.

Hanbin membawa 2 piring berisi indomi goreng ke atas meja makan dan menyodorkan sepiring buat gue.

Kita pun mulai menyantap mi dalam diam. Gue diam-diam memperhatikan wajah Hanbin. Menlisik perubahan apa yang terjadi di wajahnya.

Tiba-tiba Hanbin mengangkat pandangannya dan mata kami bertemu. Gue buru-buru mengalihkan pandangan dan tersedak mi.

Hanbin tertawa sambil menyodorkan gelas berisi air putih.

"Santuyyy Jen." Ucapnya disela-sela tawanya.

Gue menyambut gelas itu dengan cepat dan meminumnya hingga habis. Sial! Wajah gue sudah pasti merah padam ini!

"Emmm... Jen." Panggil Hanbin tiba-tiba.

Gue mengangkat wajah gue dan menatap Hanbin yang sedang menatap gue dengan ekspresi aneh.

"Gue sebenernya mau bilang ini dari tadi. Tapi nggak enak." Ucap Hanbin.

"Mau bilang apa?" Tanya gue bingung.

Hanbin menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal. "Tapi lu jangan marah ya." Ucapnya.

"Apasih?!" Tanya gue ga sabar.

Pandangan Hanbin turun ke dada gue. "Lu lagi ga pakai beha ya?" Ucapnya pelan.

Anjir! Gue reflek nutupin dada gue dan berlari ke kamar gue. Anjir anjir anjir! Lupa gue! Kebiasaan gue kalau mau tidur emang lepas beha. Kan enak ga ada beban lebih rileks bikin tidur nyenyak. Sial! Kenapa gue bisa lupa anjir! Keliatan banget yaaaa?!

Setelah memasangnya. Gue galau. Ini gue ke bawah lagi enggak ya? Gue udh ga ada tampang mau ketemu ama Hanbin. Sial! Malu setengah mati men.

Tapi setelah mengatur nafas. Menenangkan diri. Dan berpositif thinking gue akhirnya memutuskan turun. Ya. Gue harus menghadapi semuanya!

Hanbin cengar cengir sambil minum di depan kulkas ngeliat gue dateng. Sial!

Gue kembali ke meja makan dan menyantap indomi gue yg udh dingin.

"Ga usah malu. Sama gue ini." Ucap Hanbin santai.

Gue melempar pandangan maut. "Iya. Rejeki di elu." Sindir gue.

Hanbin tertawa, "gue baik loh ngebilangin elu. Ya walaupun ga seberapa itu." Celetuk Hanbin.

"Ya maap deh kalau masih kecil." Ucap gue cuek.

Hanbin tertawa dan duduk di depan gue. Bertopang dagu menonton gue makan

"Paansih lu." Ucap gue risih.

"Lu dari tadi kerjaannya marah-maraaah mulu." Ucap Hanbin.

Gue ga menggubris omongannya dan fokus makan. Ya. Di fokus-fokusin lah.

"Gua juga ga ada pacar Jen." Ucap Hanbin tiba2 bikin gue tersedak lagi.

Hanbin tertawa.

"Ga nanya." Sahut gue setelah batuk gue reda.

Hanbin kembali tertawa.

"Apaan sih. Gada yang lucu juga." Ucap Gue sewot.

Hanbin ketawa lagi. Anjir. Seneng banget ya bikin gue emosi.

"Lu jujur deh. Waktu itu napa mutusin gue?" Tanyanya tiba2.

Gue cuma diem dan melanjutkan makan. Harus banget nih dijawab?

"Heyyy.. Jenn..." ucap Hanbin melambaikan tangannya di depan gue.

Gue menyilangkan sendok dan garpu gue di atas meja tanda selesai makan dan melempar pandangan datar ke dia.

"Kan udh gue bilang waktu itu." Ucap gue enteng trus ngangkat piring gue ke wastafel.

"Gue masih ga percaya itu alesannya." Ucap Hanbin.

"Ya serah kalo ga percaya." Ucap gue cuek sambil menyuci piring.

Hanbin bangkit dan berdiri di belakang gue. Anjir.. ngapain dia?! Mana deket banget lagi. Gue menelan ludah. Badannya yang wangi sabun, anjir.... bikin gue deg degan parah!

Tangan Hanbin tiba-tiba mengelus kepala gue. Kepalanya diturunkan dan gue bisa merasakan hembusan nafasnya di pipi gue.

Gue? Ga berkutik.

"Apa... gara-gara gue ga bisa ciuman waktu itu?" Tanyanya dengan suara pelan nyaris berbisik di telinga gue.

Gue menelan ludah. Anjir! Suaranya kenapa kedengaran sexy banget anjiiirrr!

"Ahahahah..." gue ketawa gugup. "Waktu itu? Sampai sekarang kaleee..." ejek gue berusaha menutupi debaran jantung gue yang udh menggila!

Tiba-tiba Hanbin membalikkan tubuh gue. Sekarang jarak kita bener2 deket. Dia ada di hadapan gue. Menatap gue intens. Dan gue cuman bisa mematung. Ga pernah expect dia bisa kayagini.

Tangan Hanbin mengelus pipi kiri gue. Tatapannya masih belum lepas dari mata gue. Gue cuman bisa menelan ludah merasakan sentuhannya.

"Mau coba buktiin?" Ucapnya dengan jempolnya yang kini menyentuh bibir gue.

shit.... gue ngerasa ada sengatan listrik kecil di bibir gue. Tatapannya bener2 sexy. Dari mata gue, pandangannya turun ke bibir gue. Gue cuman bisa mematung sambil mengikuti arah pandangannya dan balas menatap bibir dia.

Gue kembali menelan ludah. Anjir. Gue pengen. Sudah setengah tahun lebih gue ga ciuman. Hormon gue melonjak apalagi setelah sentuhan-sentuhan Hanbin.

Shit.... belajar dari mana dia ngeginiin cewek! Jangan-jangan setelah putus ama gue dia banyak main cewek makanya seprofesional ini?!

Faklah! Bodo amat! Gue ga peduli dia mau gimana kelar ama gue tapi bener-bener sentuhan Hanbin nagihin anjir..

Gue seakan terhipnotis untuk menatap bibirnya dan badan gue otomatis bergerak maju. Wajah gue sekarang udah sedekat itu dengan Hanbin. Bener-bener dekat sampe gue bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat di wajah gue.

My Brother's FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang