Nine

1.3K 67 6
                                    

Mino bangun dengan kepala yang sakit. Ia melemparkan pandangan ke sekeliling dan ngeh kalau dia di kamarnya sendiri. Malam tadj dia pasti mabok berat. Mino berjalan terhuyung-huyung ke luar kamar. Tenggorokannya kering. Dan mulutnya bau muntahan. Entah bagaimana nasib Hanbin harus mengurusnya kemarin malam.

Oh iya. Hanbin kemana ya setelah mengantar dirinya malam tadi? Apakah langsung pulang? Atau bagaimana? Mino berhenti di depan kamar Jennie. Pintu kamarnya tertutup. Ya. Seperti biasa. Tapi entah kenapa... Mino penasaran untuk membukanya.

Hanya untuk memastikan Hanbin tidak ada disana. Ya, Mino memang punya fikiran konyol. Memang tidak mungkin Hanbin berada di kamar Jennie. Mereka putus untuk waktu yang lama dan Adik semata wayang nya itu lah oknum pemutusan itu. Tidak mungkin Hanbin berada disana hanya karena mengantarkan Mino yang mabuk berat.

Ya ya tidak mungkin. Tapi entah mengapa Mino benar-benar penasaran. Dan mungkin sedikit takut jika apa yang difikirannya menjadi kenyataan. Ia mungkin sudah gila mungkin pula ini efekk kebanyakan minum sehingga otaknya sedikit geser. Tapi ia benar-benar harus membuktikan bahwa Hanbin memang benar-benar tak ada disana. Semua ini hanya untuk mematahkan feelingnya saja.

1... 2.... 3....

Ceklek.

Pintu kamar Jennie terbuka. Mino yang reflek menutup matanya kini membuk perlahan kelopak matanya. Oke... pemandangan wajar sewajar-wajarnya di depan matanya. Seorang adik manis sedang tidur nyenyak di atas ranjangnya dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya.

Mino menghela nafas lega. Dugaannya salah. Dan entah mengapa ia merasa lega.

Tapi tunggu duluuu!!!!

Mata elang Mino menangkap sesuatu yang janggal disana! Apa itu!!!! Gundukkan apa itu disebelah Jennie!!!!

Mino berjalan mendekati ranjang Jennie. Ia sekarang berdiri di sebelahnya dan matanya kini benar-benar membesar.

Gundukan itu adalah seseorang!!! Dan Mino tahu siapa orangnya!!

"Banguuuuuunnnn!!!!" Seru Mino dengan murkanya.

Jennie dan Hanbin terkejut dan terbangun dari tidur nyenyak mereka. Mata Mino terbelalak melihat pemandangan di hadapannya.

Jennie dan Hanbin sama terkejutnya dengan Mino. Jennie segera menarik selimut menutupi tubuhnya. Begitu pula dengan Hanbin. Keduanya bertatapan dengan panik kemudian menoleh takut ke arah Mino.

Mino benar-benar murka sekarang. Wajahnya memerah dan kepalanya seakan mengeluarkan tanduk.

Ia mengusap wajahnya kesal dan membuang nafasna berat. "Gue ga percaya apa yang gue lihat sekarang." Desis Mino.

Jenbin dengan kompaknya menunduk seakan merenungi kesalahan mereka.

"Untung lu sobat gue, Mbin. Kalo ga udh gue hajar lu." Ucap Mino.

Hanbin segera mencari bajunya dan memasangnya dan meminta maaf pada Mino.

"Tapi kalian main aman kan?" Tanya Mino.

Hanbin dan Jennie bertatapan kemudia menunduk dengN lemas.

Mino kembali frustasi dan mengacak rambutnya. "Ya Tuhaaaannn!!!" Serunya.

"Gue tanggung jawab No!" Seru Hanbin membuat Jennie dan Mino menganga ngedengernya.

"Apapun yang terjadi gue tanggung jawab! Lagian gue emang ada niatan mau nikahin Jennie! Gue udah mikirin resikonya! Dan gue siap bertanggung jawab!" Seru Hanbin dengan lantang.

Sedangkan. Kakak adik di hadapannya hanya bisa melongo mendengarnya.

"Yang bener aja lu Mbin." Ucap Mino ga percaya.

"Gue serius. Gue emang secinta itu sama adek lu No. Gue mau nikah sama dia." Ucap Hanbin dengan ekspresi yakin.

Mino dan Jennie berpandangan. Keduanya benar-benar terkejut dengan ucapan Hanbin. Keduanya tak menyangka.

"Tunggu-tunggu. Gausah ngomong nikah dlu. Jennie juga keliatannya ga siap nikah muda. Bener Jen?" Tanya Mino kepada adiknya.

Jennie mengangguk cepat.

Mino menghela nafas lalu menepuk pundak Hanbin. "Gue hargai kegentlean lo. Tapi kita cek dlu, kalau Jennie ga hamil ya ga perlu sekarang nikahnya oke? Masa depannya masih panjang dan kita bisa mati ditangan bokap nyokap kalau lu nikahin Jennie sekarang." Ucap Mino.

Hanbin mengangguk, "gue sekali lagi minta maaf ya bro." Ucapnya dengan ekspresi tak enak kepada Mino.

Mino mengangguk. "Selow, selow, gue cuman kaget aja dan ga ngira kalian beneran. Mengingat kalian mantanan udah lama banget kan." Ucap Mino.

Mino lantas menoleh pada Jennie. Dan menggeplak kepala adik semata wayangnya itu. "Pasti lu goda dia kan?!"

Jennie melayangkan tatapan protesnya namun belum sempat mengeluarkan protesnya, Hanbin sudah mendahuluinya.

"Ga kok. Gue yang goda dia kok!" Belanya.

Mino mendadak ngakak. Kemudian geleng-geleng kepala. "Gue iya in aja dah. Orang mabok cinta kaga bisa dilawan. Udah ah! Gue turun aja, haus mau minum!" Seru Mino lalu keluar begitu saja dari kamar Jennie.

Jennie dan Hanbin hanya bisa berpandangan heran kemudian geleng-geleng kepala melihat kelakuan Mino.

"Ga jelas emang." Ucap Jennie.

"Kakak lo." Ucap Hanbin lalu duduk di tepian ranjang di sebelah Jennie.

"Sobat lo!" Balas Jennie sambil menjulurkan lidahnya.

"Lu jangan mancing  gitu ah." Ucap Hanbin otomatis membuat Jennie menutup mulutnya.

Hanbin tertawa renyah dan mengacak rambut Jennie. "Gue ikut turun ya, ga enak sama Mino. Lu buru pake baju trus turun juga ya." Ucap Hanbin sanbil natap Jennie lembut.

Jennie ngangguk dan senyum. "Untung lu ga di hajar." Ucap Jennie dengan kikikannya.

"Eh, dia marah banget loh tadi. Cuman ya ga ditunjukin aja. Gitu-gitu dia sayang lo tau. Ga mau lu kenapa-kenapa." Ucap Hanbin.

Jennie mencibir ucapan Hanbin. "Ga kebalik? Dia tuh sayang sama lo, ga mau lo di apa-apain adeknya." Sahut Jennie.

Hanbin ketawa, "gue sih ga masalah di apa-apain adeknya." Ucapnya membuat wajah Jennie memerah.

"Udah ya, gue nyusul Mino. Bye sayang." Ucapnya lalu secepat kilat mencium bibir merah muda Jennie.

Sebelum keluar dari kamar. Hanbin berhenti sebentar dan menoleh kepada Jennie dengan senyum manisnha, "btw, makasih ya Jen." Ucapnya membuat wajah Jennie benar-benar semerah kepiting rebus.

Jennie menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan menutup kepalanya dengan selimut. Tak menyangka hal ini terjadi kepadanya. Dan Hanbin. Ia benar-benar tak menyangka mereka melakukannya. Di jam 3 pagi. Di kamar ini. Jennie masih ingat rasanya. Dan... yah, ia tak menyesal melakukannya dengan Hanbin. Melihat kesungguhan Hanbin tadi. Senyum Jennie mengembang. Ia tak salah pilih.

Jennie cekikikan sendirian mengingat betapa paniknya Mino melihat Jennie dan Hanbin. Dan ketakutan Mino kalau Jennie hamil. Lucu sekali. Hanbin sudah berjanji akan main aman. Dan ia benar-benar menepatinya. Jennie yakin 100% ia tidak akan hamil. Seingatna memang Hanbin selalu buang di luar. Hihi.

Jennie segera menepuk wajahnya dan memakai bajunya. Ia harus segera turun barang membuatkan sarapan pagi untuk sogokan minta maaf kepada kakaknya itu.

END

My Brother's FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang