2. Hari Sial.

8.2K 200 21
                                    


Alexandra melotot menatap ke arah Xavier yang duduk santai di kursinya.

"Apa lo gak mau kembali ke kelas lo, Gadis Menyebalkan?" sinis Xavier kepada Alexandra.

Mendengar nada bicara datar dan sinis dari Xavier beberapa pelajar putri berteriak histeris saat mendengarnya. Sedangkan perkataan Xavier membuat Alexandra kesal setengah mati.

"Hey! Lo pikir lo siapa berani nyuruh gue ini itu hah?! Lo itu, kan, bukan anak presiden, juga bukan artis korea yang tampan-tampan. Berani sekali menyuruh seorang Alexandra Milenius yang cantik jelita calon artis masa depan ini. Itu sama sekali tidak pantas!" teriak Alexandra yang berada di luar pintu kelas.

Xavier menatap Alexandra dengan santai dan duduk dengan manis, "Hey, Nona Tanpa Saringan, lo udah membuat pulpen kesayangan gue rusak tidak bisa digunakan lagi. Jadi, lo harus menuruti perkataan gue!"

Dengan penuh emosi Alexandra masuk ke dalam kelas dan menuding laki-laki yang duduk dengan santai.

"Hey, Onta! Seenaknya saja! itu terjadi karena lo gak hati-hati saat berjalan dan berlari tanpa melihat sekeliling, lalu Lo seenaknya menyalahkan gue yang tidak tahu apa-apa."

Laki-laki itu berdiri dan menghampiri gadis yang mencak-mencak di depan. "Pokoknya gue gak mau tahu! Itu salah lo yang berjalan sambil bermain HP, titik!"

Alexandra menganga tidak percaya. "Eh, Dodol, gue gak mau, ya, jadi babu lo! secara Alexandra Milenius yang kece cetar membahana badai calon artis masa depan harus menjadi babu Onta Buluk seperti lo? Pokoknya gue gak mau! Berapa harga pulpen murahan lo biar gue ganti!" ucap Alexandra kesal.

"Pulpen itu sangat berharga, pokoknya tidak bisa diganti dengan uang, lo harus jadi pelayan gue sampai bisa lupa dengan pulpen itu. Titik tidak ada koma tidak ada spasi atau apa pun!" ucap laki-laki itu sambil meninggalkan Alexandra untuk kembali duduk.

Alexandra menatap Xavier dengan penuh kebencian.
Dengan emosi Alexandra meninggalkan kelas itu dan wajah yang sudah ditekuk.

Sepanjang perjalanan Alexandra terus mengumpat dan menggerutu tidak jelas. "Memangnya dia siapa? Berani sekali menyuruh gue ini dan itu. Pokoknya gue gak terima!"

Alexandra duduk di bangkunya dengan wajah yang ditekuk.

"Ada apa?" tanya teman sebangkunya yang tidak lain adalah Thalia.

"Lo tahu?"

Dengan polosnya Thalia menggeleng dan mengatakan, "Tidak, kan, lo belum ngasih tahu gue."

"Gue tahu, makanya jangan asal serobot! dia itu sangat menyebalkan, gue gak menyukainya, si menyebalkan itu menyuruh gue ini itu dan lo tahu ...."

"Tidak, lo belum memberitahu gue semua," ucap Thalia memotong perkataan Alexandra dan menggeleng seperti sebelumnya.

Alexandra yang sudah kesal kini bertambah kesal karena Thalia, hingga akhirnya sebuah pukulan mendarat di paha Thalia.

"Gue sudah bilang, 'kan, jangan memotong cerita gue!"

Thalia hanya memamerkan giginya yang rapi.

"Maafin gue, habis lo mengatakan lo tahu terus, jadi gue jawab kayak gitu, dong." Thalia mengatakan itu dengan nada tidak bersalah miliknya dan mengusap pahanya yang terkena pukulan Alexandra.

"Sekarang jangan memotong perkataan gue!"

Dengan patuh Thalia mengangguk.

"Dia ngusir gue dari kelasnya, gue sangat benci orang seperti dia. Orang yang arogan tidak mau dibantah, orang yang sangat menyebalkan yang pernah gue temui!"

Xa-NdraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang