Teror Sosok Bayangan

79 13 11
                                    


     Namaku Salsa Dhea Oktavia, teman-temanku biasanya memanggil namaku dengan panggilan Salsa atau Dhea, ingat! Bila menuliskan nama panggilanku D-h-e-a. Pakai ‘H’ jadi ‘Dhea’ bukan Dea! Aku sekarang sudah kelas XI SMA. Tinggal beberapa bulan lagi Ulangan Akhir Semester untuk kenaikan kelas XII. Rasanya begitu cepat, padahal kemarin aku masih baru saja menginjakkan kaki di SMA. Oh ya, aku berada di kelas XI-IPA 1. Sejujurnya jurusan IPA terlalu sulit bagiku. Awalnya aku mengira tidak akan sesulit ini, untung saja aku mempunyai teman-teman baik di kelas yang selalu siap membantuku. Kalau soal tugas, bagi anak SMA itu sudah seperti makanan setiap hari. Hari-hari yang melelahkan memang ... tapi aku sudah terbiasa, kok.

     Akhir-akhir ini aku sering tertidur di kelas. Sudah beberapa hari ini aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Setiap kali mataku terpejam, aku merasa sedang ada yang mengawasiku. Ayah dan ibuku sudah dua minggu pergi keluar kota karena urusan kantor. Alhasil aku sendirian tinggal di rumah. Saudara? Aku tidak punya saudara. Aku anak tunggal. Kejadian ini sudah berlangsung sejak tanggal 13 Maret. Sosok seperti bayangan yang sekelebat lewat dari luar jendela, bahkan aku pernah setengah sadar dari tidur melihat sosok bayangan itu di sudut kamarku. Agak samar aku melihatnya, bayangan itu seperti sosok anak remaja, hanya itu yang aku tahu. Saat itu saja aku langsung menarik selimut ketakutan. Kadang juga sosok itu muncul dengan wujud yang berbeda seperti hantu jubah! Suara ketukan pintu, jendela, sampai-sampai adanya jejak sepatu yang tertinggal di di depan rumah itu semua sudah membuatku terbiasa. Kalau kalian pikir itu pencuri atau penguntit, aku berani jamin bukan! Mengapa? Karena aku tinggal di perumahan komplek dengan pos jaga dua puluh empat jam dan CCTV yang terpasang di perumahanku bisa menjangkau seluruh celah kecil sekalipun. Bila ada yang mencurigakan pasti para pengurus keamanan komplek akan bertindak. Aku tidak mungkin menelpon ayah dan ibu lalu mengatakan kalau ada hantu di rumah. Hei ayolah! Aku bukan anak kecil berusia sepuluh tahun lagi!

     Pagi ini juga. Mataku terasa berat untuk tetap terjaga. Ingin rasanya terlelap dalam rasa kantuk yang teramat sangat ini. Tahan Dhea, tahan! Kalau aku tertidur di jam pelajaran Bu Wiwik bisa mati aku kena ceramahnya. Kurang satu dering bel lagi maka jam istirahat akan tiba, setelahnya aku bisa mengistirahatkan mataku. Tapi aku benar-benar mengantuk apalagi ini jam pelajaran Matematika.

  “Salsa, coba kamu maju ke depan kerjakan soal yang baru ibu terangkan.” Aku langsung menelan saliva mendengarnya.

  “Sstt, Dhea! Kamu di suruh maju tuh,” panggil Ira teman satu bangku denganku.

     Aku bukannya tidak mendengar Bu Wiwik memanggilku, tapi dari tadi aku tidak mendengar penjelasannya di depan sama sekali! Bagaimana aku bisa mengerjakan soal di depan!

   “Salsa, ayo maju,” titah Bu Wiwik memanggilku lagi,

     Mau gimana lagi? Aku tinggal maju dan pura-pura mengerjakan sebisaku saja. Baru aku melangkahkan kaki mendekati papan tulis bel sudah berbunyi. Dewi Fortuna berpihak bagiku. Bu Wiwik memberi salam penutupan mata pelajaran dan berangsur menyeret langkahnya keluar kelas. Aku bernapas lega kembali ke tempat duduk, selamat dari omelan Bu Wiwik yang tentunya akan marah bila aku tidak bisa mengerjakan soal itu.

  “Beruntung banget kamu, Dhe,” ujar Ira menepuk pundakku.

  Aku mendaratkan kepala di atas tanganku yang terlipat menempel meja. “Iya nih. Untung aja bel istirahat bunyi, kalau enggak bisa cengo aku tadi di depan nunggu Bu Wiwik marahin aku.”

  “Hahaha, iya juga. Eh, Dhe. Ke kantin yuk, laper nih,” ajak Ira. Bukannya aku tidak mau ikut ke kantin dengannya. Tapi yang ingin aku lakukan sekarang adalah mencoba untuk tidur.

  “Sorry, Ra. Aku di kelas aja. Aku ngantuk banget nih.”

  “Aduh. Aku lupa lagi, belum ngasih tau Fela sama Nia! Tadi ketua padus minta tolong ke aku sampein kalau nanti pulang sekolah langsung kumpul di rumah guru pembimbing buat berangkat bareng-bareng ke stasiun,” ujarnya. Ira sendiri bukan anggota padus. Ia hanya dititipi pesan oleh ketua padus untuk menyampaikannya ke Fela dan Nia karena kami satu kelas.

Kumcer ASOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang