Tok
Tok
Tok...!!!Pintu kamar Sehun dan Jena diketuk dengan cukup keras. Alhasil dua orang yang tengah terlelap di dalamnya terpaksa harus bangun dan membukakan pintu.
"Siapa sih, Mas?" Jena berusaha membuka kelopak matanya yang terasa lengket. Seperti dilem.
"Gak tau, kamu aja sana bukain. Aku masih ngantuk ini."
"Kok aku sih? Kamu aja sana."
"Aku baru tidur sebentar, Jen," protes Sehun. Dirinya memang baru tidur 1 jam karena kerjaan kantor yang memaksanya untuk lembur.
"Hhh! Bukain pintu aja gak mau." Akhirnya Jena berjalan menuju pintu kamar dan membukanya.
Ia mengucek matanya, "Apa Mas?" Ternyata Suho yang mengetuk pintunya tadi.
"Loh Mbak Irene ngapain malam-malam ke sini?" imbuhnya begitu melihat Irene berdiri di belakang Suho sambil memegang perutnya yang mulai membuncit.
"Eummm gini, Jen. Sehun ada gak?"
"Mas Sehun ada. Emang kenapa?"
"Duh. Sebenernya gak enak banget nih mau bilangnya."
"Bilang aja, Mas. Gak pa-pa kok."
Suho melirik Irene sebentar dan berbisik kepada sang istri, "Beneran harus Sehun yang beliin?"
Irene menatap Suho nyalang. Perempuan itu sedang sentimen malam ini akibat ngidamnya yang diragukan Suho.
"Pokoknya harus Sehun yang beliin! Kalo bukan Sehun aku gak mau tidur titik!"
Jena menggaruk kepalanya. Ia bingung dengan tingkah laku kakaknya yang tiba-tiba bertingkah tidak jelas seperti ini.
"Kenapa, Mas?" Jena kembali bertanya.
"Jadi gini, Irene kepengen makan ketoprak. Kayanya dia ngidam deh."
Jena mengerutkan dahinya, "Ya kalo kepengen tinggal beli, kan?"
"Nah! Itu masalahnya! Irene pengen makan ketoprak yang dibeliin langsung sama si Sehun. Makanya tadi Mas nanya Sehun ada apa enggak."
"Oh gitu... yaudah kalo gitu aku tanyain ke Mas Sehunnya dulu ya, ntar kalo aku ketok pintu rumahnya dibukain ya pas nganter ketopraknya," ucap Jena sebelum masuk kembali ke kamar.
Ia menghampiri Sehun yang masih tertidur dengan lelapnya.
"Mas? Mas Sehun? Bangun dong, please. Mbak Irene butuh bantuan, nih." Jena menggoyangkan bahu sang suami supaya segera bangun.
"Apa sih? Kan tadi aku udah bilang. Aku ngantuk mau istirahat," gerutu Sehun dengan mata tertutup.
"Ihhh itu Mbak Irene minta tolong."
"Minta tolong apa???"
"Itu tuh dia ngidam pengen makan ketoprak tapi harus kamu yang beliin."
"Yaudah besok aku beliin."
"Ya gak gitu lah. Nanti kalo Mbak Irene gak bisa tidur gimana?"
"Sabar dong. Emang harus banget sekarang? Gak mau, Jen. Aku kan baru tidur sebentar banget." Sehun nyaris merengek.
"Jadi gak mau, nih?"
"Ya bukannya gak mau. Pesen gofood aja deh ntar aku yang ngasih ke Irene."
Jena mencebikkan bibirnya.
"Berarti kamu gak sayang aku, ya?" ujar Jena lirih.
Sehun dengan sangat terpaksa bangun dan menatap Jena, "Kok gak sayang sama kamu?"
"Iya lah. Orang kamu disuruh bantuin kakak aku aja gak mau berarti kamu gak sayang sama keluargaku. Kalo kamu gak sayang sama keluargaku berarti kamu juga gak sayang sama aku, kan?"
Lelaki itu baru membuka mulut bahkan belum mengeluarkan suara tetapi langsung disambar omongan Jena.
"Kamu malah nyuruh bohong ke Mbak Irene. Jahat ya kamu? Ntar kalo anaknya Mbak Irene ileran gimana? Aku jadi sangsi apa kamu juga bakal nurutin kemauan aku kalo ngidam. Cuman Mbak Irene aja kamu gak mau," cerocos Jena.
"Jen, gak kaya gitu. Aku itu--"
"Yaudah sini kalo gak mau biar aku yang beliin. Mana kunci motornya?" Jena beranjak dari kasur dan meraih jaketnya yang digantung di belakang pintu.
"Heh! Kamu mau kemana?"
"Beliin ketoprak buat Mbak Irene. Kasian kalo anaknya ileran. Aku gak mau besok kalo punya anak papanya rese gak mau nurutin ngidam mamanya."
"Yaudah kalo gitu biar aku yang beliin."
Tangan Jena yang hendak membuka knop pintu otomatis berhenti. Ia berbalik badan, "Serius?"
"Iyaa..." Sehun beranjak mengenakan celananya. Kebiasaannya kalau tidur hanya menggunakan boxer emang bikin ribet.
"Ikhlas?"
"Iya ikhlas..."
"Ikhlas kok diomong-omongin," gerutu Jena.
"Yaudah mana sini kunci motornya. Pake mobil aja biar gak kena angin malem."
Jena kemudian menyerahkan kunci motornya pada Sehun. Disusul dengan Sehun yang menarik tangan gadis itu untuk diajak mencari ketoprak pukul 12 malam.
Yang sabar ya, Hun.