27 | Geram

2K 183 5
                                    

"Kamu kenapa? Pulang-pulang kok mukanya ditekuk gitu?" Sehun meletakkan berkas kantornya yang sengaja dia bawa pulang karena sedang judheg melihat suasana kantor yang bawaannya bikin badmood.

"Gak pa-pa," ucap Jena sedikit ketus.

"Serius?"

"Iya. Udah deh kamu jangan nanya-nanya dulu. Aku capek tau gak?" Jena berlalu begitu saja dari hadapan Sehun.

'Duh, Hun. Untung sayang. Coba kalo belum dijadiin istri,' batin Sehun.

Ia kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Tapi dua jam kemudian, Jena tak kunjung keluar kamar. Biasanya dia nemenin Sehun kalau lagi ngerjain berkas kantornya.

Maka dari itu Sehun berinisiatif menyusul Jena di kamar.

"Mau kemana, Yeol?" Sehun malah berpapasan dengan Chanyeol yang baru saja keluar kamar.

"Kencan dong sama doi," ujarnya sambil menaik-turunkan alisnya.

"Pih, kek laku aja lo."

"Yeee. Jangan salah. Emang lo pikir elo doang yang bisa ngegaet cewek? Gue juga bisa kali!"

"Santuy bos. Yaudah sana buruan pergi. Gue mau nyamperin ibu negara dulu."

"Siapa? Jena?"

"Iya lah. Siapa lagi? Emang gue punya ibu negara lain selain Jena?"

"Ya siapa tau lo lagi belok gitu. Terus cari yang lain."

"Hush! Omongan lo udah kaya akun turah tau gak,"

"Ya kan gue bilang siapa tahu. Lagian juga Jena masih bocah kaya gitu kalo lo lo betah sama sikap kekanakannya gue acungin lo 10 jempol."

Setelah berucap seperti itu, Chanyeol kembali pamitan, "Dah ya gue pergi dulu."

"Sono pergi!"

Sehun mengabaikan Chanyeol dan membuka pintu kamarnya. Ternyata Jena berada di dalam sana. Tidur tengkurap di atas kasur masih dengan seragam sekolahnya.

Lelaki itu mendekat ke ranjang dan duduk di tepian. Tangannya terulur merapikan rambut Jena yang terlihat sangat acak-acakan.

"Bangun, yuk! Kamu belum makan loh dari tadi."

Tidak ada respon. Mungkin Jena sedang tertidur.

"Jen?" Panggil Sehun.

Masih tidak ada respon dari Jena. Gadis itu masih tengkurap tanpa mengindahkan panggilan Sehun.

"Say--"

Tiba-tiba Jena bangun, "--masyaallah?! Kamu abis ngapain kok jelek banget gini, sih?"

Ingatkan Sehun untuk menepuk bibirnya nanti karena yang keluar malah ucapan semacam itu.

"HUWAAAA...!!!" Alhasil yang dikatain menangis keras-keras. Sehun kelimpungan. Pasalnya Jena sudah bukan anak kecil lagi. Dan Sehun hanya berpengalaman dalam menenangkan anak kecil yang sedang menangis. Bukan gadis macam Jena.

"Ada apa? Kamu ada masalah? Sstt.. tenang dulu. Tarik nafas... buang... Ayo sini cerita sama aku, kamu kenapa?"

Setelah cukup tenang, akhirnya Jena membuka mulutnya dan mulai bercerita tentang masalah yang menimpanya hari ini.

Dia mulai menceritakan tentang salah satu temannya yang lumayan pintar di kelas. Temannya itu ternyata tertangkap mata Jena sendiri sedang meminta jawaban kepada teman Jena yang lainnya pada saat ujian berlangsung.

Jena rasanya marah. Marah karena merasa tidak adil. Temannya itu sudah pintar loh, kenapa masih serakah dengan meminta jawaban dan bantuan kepada orang lain di saat sedang ujian?

"Jadi gitu? Terus kamu bilang ke pengawas ujiannya?" Sehun memeluk Jena dan mengelus rambutnya. Sementara itu, Jena menggeleng pelan.

"Yang ngerjain jujur itu bisa dihitung pake jari. Sisanya ya pasti nyontek semua."

"Ya udah. Yang penting kamu sudah usaha. Apapun hasilnya serahkan semuanya ke Tuhan. Tuhan pasti tahu mana yang berusaha dalam kebaikan dan mana yang menggunakan cara curang. Tuhan itu akan adil kok."

Jena menatap Sehun walaupun masih sedikit terisak. Matanya merah dan hidungnya berair karena terlalu banyak menangis.

"Kamu jangan kecewa ya kalau nilaiku kalah sama mereka yang tanya kiri kanan, yang searching, dan yang bawa rangkuman," pinta Jena.

Sehun mengangguk pelan, "Nilai kamu pasti ada di atas mereka. Karena kamu selalu belajar dan tentunya kamu ngerjain dengan jujur."






Serius ya, bagi kalian yang masih pelajar ataupun menempuh studi, jauh-jauh lah dari yang namanya menyontek. Nyontek itu gak cuman merugikan diri sendiri tapi orang lain. Orang lain maksudnya yang dicontekin dan yang gak mencontek. Gak kasian apa sama yang udah belajar serius dan ngerjain jujur? Atau memang serakah, sudah pinter kok masih tengak-tengok cari bantuan jawaban orang lain. Ayolah mana bisa Indonesia maju kalau kita nya kaya gini. Sadarkan diri kalian masing-masing untuk mulai bekerja secara jujur ya gaes...

Aku ngomong gini karena bukan ngerasa sok suci, udah ngerasa yang paling bener atau gimana. Tapi aku hanya mewakili mereka-mereka yang tidak mampu mengungkapkan keresahannya tentang masalah sontek-menyontek ini.

Sadarkan diri masing-masing. Ini juga untuk kebaikan kita bersama kok :)

Terima kasih.

Best MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang