Bab 10

45 2 3
                                    

Cuaca mendung diikuti gerimis ketika mobil Aisyah berhenti di depan pos pengawas. Aisyah mengedarkan pandangannya memindai satu persatu pada kerumunan orang yang tengah berkumpul menanti kabar. Selain teman teman sekolahnya, di sana juga ada beberapa guru termasuk pak Ahmad wali kelasnya. Lalu para orang tua dan sanak keluarga dari anak anak yang mendaki gunung. Semuanya dirundung ke khawatiran. Ketika Aisyah mengalihkan pandangannya ke depan kakinya mendadak lemas ketika mata cantik nya menangkap empat buah ambulance dan beberapa mobil dinas Pemda setempat.

"Put, kok ada ambulance?? Jangan jangan..." Aisyah tak berani memikirkan lebih jauh lagi ia kehilangan kata kata. Sementara putri hanya menghela nafas dan memasang wajah penuh harap.

Pintu salah satu ambulance terbuka. Dua orang petugas terlihat menurunkan tandu lipat. Sementara pak polisi berbicara lewat HT. Tak lama kemudian orang orang itu masuk kedalam pos pengawas, ketika keluar lagi mereka membawa peralatan lengkap siap mendaki.

"Pak, saya boleh ikutan ke atas?" Tanya Aisyah dengan nafas tersengal karena berusaha mengejar rombongan itu.

"Adik siapa?" Tanya salah satu polisi itu.

"Saya... Saya teman dari anak anak yang....."

"Maaf dik. Tidak boleh. Yang boleh naik hanya petugas" potong polisi tadi sebelum Aisyah sempat menyelesaikan kata katanya.

"Pak, bagaimana kejadian yang sebenarnya?" Serobot putri. Bukan hanya Aisyah yang cemas ia juga.

"Maaf dik, saat ini saya tidak bisa memberi keterangan apa apa."

"Teman teman saya, mereka masih hidup?" Tanya Aisyah dengan suara tercekat. Sungguh, ia merasakan sesak di dadanya.

"Lokasi ketujuh anak itu sudah di temukan. Bagaimana keadaannya, kami belum dapat di pastikan. Sebaiknya adik bergabung saja dengan yang lainnya." Jawaban polisi itu membuat Aisyah semakin menciut.

"Uhh... Soknya pake acara mau ikutan ke gunung segala, datangnya aja baru gini hari. Kita kita udah nangkring dari subuh"

Aisyah berpaling, walaupun ia tidak melihat siapa yang angkat bicara ia sudah menduga, dan dugaannya tidak meleset. Di sana, Zahra tengah duduk di teras pos pengawas.

"Biarin aja.. tuh anak memang begitu, suka bicara seenak jidat" ujar putri. " Sebaiknya, kita temui orang tua teman teman aja."

"Kalau aku kesana nanti tuh cewek ngomong yang nggak nggak lagi"

"Udah jangan dipikirin, Lo kalo mikirin omongan orang setengah gila ya Lo juga sama gilanya" ujar putri gemas dengan teman barunya itu.

"Oke.."

Aisyah dan Putri menghampiri para orang tua yang duduk menggelar tikar di bawah pohon. Mereka adalah para orang tua dari Ronny, Zamzam, Ria, Vino, Rio, Andi, dan Firman. Beberapa orang tua tampak tidur karena kelelahan.

"Saya Aisyah teman Zamzam pak." Ujar Aisyah ketika menyalami ayah Zamzam. "Maaf pak, saya dan teman teman baru tau tadi siang"

Ayah Zamzam tidak menjawab. Hanya menganggukan kepala pada Aisyah dan Putri, kemudian berpaling pada istrinya.

"Bu.." Aisyah menyalami ibu Zamzam di ikuti oleh Putri.

"Doakan ya nak, doakan Zamzam dan teman temannya" ujar ibu Zamzam dengan suara serak karena menangis.

"Bu, gimana kejadian yang sebenarnya?" Putri memberanikan diri untuk bertanya.

"Ibu sudah melarang Zamzam untuk naik gunung. Apalagi sekarang musim hujan. Tadi malam kami mendapat kabar dari pak Agung kepala sekolah, bahwa anak anak mendapat musibah. Nyawa ibu seakan mau terbang" tutur ibu Asih ibunya Zamzam. "Tadi malam bersama sama dengan kepala sekolah dan orang tua yang lainnya kami langsung menuju kemari. Tapi petugas tidak memperbolehkan kami ikut naik gunung. Sudah dua hari anak anak itu tidak di ketahui nasibnya."

"Tadi ada kabar dari letnan, apa mereka sudah melakukan evakuasi?" Tanya putri. Kali ini ayah Zamzam yang menjawab.

"Mereka hanya menemukan lokasi, tidak ada kepastian tentang anak anak. Masih hidup atau....." Tangis ibu Zamzam dan orang tua yang lainnya pecah hanya dengan memikirkan kata kata mengerikan berikutnya. Sehingga ayah Zamzam tak lagi meneruskan ucapannya.

"Sudah Bu, serahkan saja semuanya kepada Allah" ujar Aisyah berusaha menenangkan walau pada hakikatnya iapun sama takutnya seperti orang tua teman temannya itu.

Aisyah kembali kedalam mobilnya. Kakinya ia luruskan. Perlahan matanya terpejam, sementara jauh di dalam hatinya tak putus putusnya ia memanjatkan doa pada yang kuasa untuk keselamatan teman temannya.

Ayah Zamzam dan beberapa orang tua lainnya baru saja selesai sholat ketika ada berita dari tim pencari. Zahra meminta Arifin menanyakan keadaan teman temannya namun tidak ada Jawaban.

"Jangan jangan teman teman kita udah nggak ada" ujar Zahra dengan suara bergetar hampir menangis.

"Hussss... Jangan ngomong begitu" ujar Nurul kalut.

Assalamualaikum warahmatullah sahabat... Maaf baru di lanjut kegiatan sedang banyak banyaknya...

Selamat membaca...

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang