Bab 5

148 12 3
                                    

Sebuah mobil merah meluncur melewati halaman parkir, lalu berhenti tepat di depan pintu warung mang Cecep. Pintu kanan terbuka. Keluarlah cewek ramping, tinggi semampai berkulit putih. Pashmina yang membalut kepalanya berkibar di permainkan angin. Mengenakan celana longgar dengan kaos senada dengan pashmina yang di pakainya. Inilah Aisyah Nurcahyani. Kembang baru kelas II MAN NUSANTARA.

Anak kedua seorang pengusaha terkenal yang enam bulan lalu baru kembali dari luar negeri. Sambil berjalan ia membuka kacamatanya. Sesaat kemudian ia sudah berada di dalam warung. Tersenyum di depan zamzam dan teman temannya. Harum farfum tercium memenuhi warung yang rada rada apek itu.

"Rapatnya serius amat.. Boleh ikutan nggak?" sapanya.

"Nggak.. Ehh boleh.." ujar vino bergurau menjawab pertanyaan Aisyah.

"Jadi besok kita berangkat?" tanya Aisyah serius.

"Kita? Berarti termasuk dia!" kata kata itu hanya di ucapkan di dalam hati ke tujuh anak yang berada di situ. Ronny berdiri dari kursinya.

"Duduk Syah. Nggak Baek cewek berdiri aja. Teman teman gue tinggal dulu ya"
"Ehh lu mau kemana Ron?" tanya zamzam.
"Aku kebelet pipis" akal akalan Ronny Aisyah memandang zamzam. Dengan senyum manisnya ia berkata "aku boleh ikut kan, zam?"

"Astagfirullah.. Aku lupa belum bayar pisang goreng mang Udin" alasan Ria.

Vino mengedipkan matanya padafirman. Keduanya lalu berdiri.
"Kami berdua cari buku dulu ya zam. Soalnya ada buku terbaru" ujar firman. Sama saja alasan yang di buat buat. Kini tinggal Rio dan Andi.

"Kalian juga kebelet? Mau bayar pisang goreng? Atau cari buku?" tanya zamzam Melotot.

"Mungkin semuanya" jawab Rio. Ia menendang kaki Andi dan cepat beranjak dari situ.
Aisyah tersenyum.

"Teman temanmu itu, kok..."
"Teman temanmu juga" potong zamzam. Aisyah kembali tersenyum.

"Mereka kelihatan sengaja menghindar. Gak suka aku ada di sini?"

"Bukan gak suka. Tapi mereka sengaja kasih kesempatan kita ngobrol berdua. Selama ini belum pernah kan?"

"Aku kan anak baru zam. Takut di bilang rese kalau suka nyelonong sana sini. Lagian nggak enak sama si Zahra" ujarnya.

"Memangnya ada apa dengan Zahra?" tanya zamzam.

"Kabarnya Zahra.."

"Udah ah ngomong yang lain aja" ujar zamzam yang sudah tau kemana arah pembicaraan Aisyah. "Liburan panjang kok nggak ikutan tour atau liburan kemana gitu?" tanya zamzam.

"Ah.. Bosan itu itu Mulu" ujar Aisyah entah polos entah menyombong. "Justru aku mau ikutan kamu dan teman teman"

"Ikutan kemana?"

Aisyah majukan wajahnya dekat sekali dengan wajah zamzam. Zamzam yang merasa risih buru buru menjauh menghindar.

"Jangan pura pura. Aku tau kalian mau naik gunung dan berangkat besok"

"Tau dari mana? Dari siapa?" tanya zamzam.

"Pokoknya tau deh. Boleh kan?"

"Boleh saja. Tapi..."

"Yahh.. Gelap deh kalau pakai tapi! Bilang aja nggak mau ngajak"

"Bukan gitu. Dalam ijin cuma terdaftar tujuh orang. Kalau kamu ikutan berarti ijinnya harus di perbarui dan itu nggak gampang. Ntar deh kalau kami naik gunung lagi pasti ngajak kamu"

"Ria kok ikut?"

"Dia sudah punya pengalaman naik gunung. Kakaknya ketua mapala UI. Jadi dia sering di ajak. Aku janji lain kali kau pasti ku ajak"

"Oo begitu?" ujar Aisyah kecewa. Tangannya meluncur mendekati tangan zamzam. Kali ini zamzam tak sempat mengelak. Persis seperti yang dikatakan ria. Zamzam berusaha melepaskan tembakan tangannya. Namun Aisyah menggenggam nya dengan erat. Zamzam merasa jantung nya berdebar kencang.

Sementara itu di balik dapur bakso mang Cecep. Ronny dan lima temannya diam diam mengintip kedalam.

"Apa gue bilang" bisik ria. "Terbukti kan Aisyah megang tangannya zamzam. Bisa luluh tuh anak"

"Gila.. Aisyah diam diam agresif juga" ujar vino. "Zamzam keliatannya tegang banget di pegang yang bukan muhrimnya"

"Kalau aku pasti balas megang" ujar Ronny.

"Kalau elu sih kagak heran. Emang dasarnya celamitan" omel ria.

"Aduh gimana nih.." bathin zamzam. Badannya panas dingin.

"Aisyah boleh ikut ya?" pinta Aisyah nurcahyani.

Zamzam tersenyum. Ia lepaskan tangannya yang di genggama Aisyah. Zamzam menggeleng.

"Aku janji. Lain kali kau pasti ku ajak. Kali ini ku harap kamu mau ngerti"

Aisyah tersenyum melihat ada keringat yang memercik di kening zamzam.

"Mentang mentang aku anak kelas lain, nggak satu kelas jadi gak boleh ikut gitu?"

"Bukan begitu.. Gimana ngomongnya ya?"

"Kalau gak boleh ikut ya udah" ujar Aisyah seraya menyandarkan tubuhnya ke kursi.

"Kamu marah?" tanya zamzam.

"Buat apa? Aku cuma sedih"

"Aisyah kalau teman-teman nggak mau kamu ikut. Bukan berarti mereka nggak senang sama kamu. Justru mereka khawatir ada apa apa sama kamu. Mereka sayang kamu"

"Ohh gitu?? Makasih kalau mereka udah mau sayang sama aku. Tapi kamu sayang nggak sama aku?"

Zamzam tersedak. Setengah tercekik ia menelan ludahnya. Satu pertanyaan yang tak pernah ia duga. Zamzam berusaha untuk tersenyum. Namun justru wajahnya tambah merah seperti udang rebus. Aisyah menunggu jawaban. Matanya yang bening bagus memandang tak berkedip pada zamzam.

"Nanti aja deh kita omongin lagi" ujar zamzam mengalihkan pembicaraan.

"Oke deh kalau begitu" Aisyah masukkan tangannya ke saku celananya. Ketika di keluarkan sehelai amplop tipis sudah ada di genggamannya. Amplop itu di letakkan nya di atas meja. Dari ciri-ciri nya zamzam tau isinya bukan surat.

"Apaan nih?" tanya zamzam.

"Tambahan dana"

"Tambahkan dana? Dana apa?"

"Aku tau naik gunung perlu dana yang besar. Itung itung aku ikut nyumbang"

"Jangan Syah, semua sudah beres. Termasuk masalah dana"

Zamzam hendak mengembalikan amplop itu. Namun Aisyah menolak.

"Zam, kalau kamu kembalikan. Aku nggak mau lagi kenal sama kamu"

"Tapi syah.."

Kembali ke belakang dapur. Ria yang pertama kali melihat cepat menarik baju Ronny.

"Ron. Teman teman. Lihat, siapa yang datang!"

Sorry ya kalau ceritanya jelek..
Saya hanya pemula yang baru belajar..
Menulis apa yang aku bisa tulis. .

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang