13.

4.4K 479 40
                                    

Sifra Lee

Setelah kencan sial yang kujalani bersama Tuan Kim telah selesai, ia mengantarku pulang. Padahal sudah kukatakan bahwa aku bisa pulang sendiri, tapi ia bersikeras ingin sekali mengantarku. Aku sedang tidak dalam mood untuk beradu argumen dengannya. Aku benci Tuan Kim, kalau boleh jujur. Ia selalu memutarbalik perbincangan kami. Seperti ia sedang menghindari topik pembicaraan yang kubawa. Jelas bahwa yang selalu kutanyakan kepadanya hanya seputaran tentang Jeon Jungkook, karena dia pasienku.

Aku keluar dari mobilnya setelah berterima kasih kepadanya.

Tapi Tuan Kim ikut keluar dan turun dari mobilnya. Ia memanggil namaku dan mencekal pergelangan tanganku. “Sifra!” Aku berbalik dan mengernyit. “Aku rasa, kau melupakan sesuatu.”

“Apa lagi, Tuan Kim?”

Ia menunjuk ke bibirnya. “Ciuman untukku mana?”

“Astaga, kau gila, ya? Tuan Kim, aku tidak akan pernah mau melakukan itu. Tidak mungkin.”

Tuan Kim berdecih, “kau tahu, semua wanita di dunia ini begitu menginginkanku. Aku memberimu kesempatan, jadi jangan disia-siakan.”

“Kau tahu, aku berbeda dari semua wanita di dunia ini. Jangan samakan aku dengan mereka,”

“Sifra . . .”

Ponselku berbunyi. Aku mengeluarkannya dari dalam tasku. Tertera dilayar Rosé is calling. Aku segera mengangkatnya, “ya, ada apa?”

“Jeon Jungkook sudah kembali.”

Mendengar itu, aku berhenti bernapas untuk sejenak. Aku terkejut sampai tidak berkedip pula. Jeon Jungkook sudah kembali. Dia sudah kembali. Setelah aku mendapatkan kembali kesadaranku, aku segera mengatakan, “terima kasih karena sudah memberi tahuku. Aku akan segera tiba di sana dalam waktu sepuluh menit.” Sambungan telepon kami terputus, lalu kumasukkan ponselku ke dalam tas. Aku memandang Tuan Kim. Aku mendekat kepadanya dan berjinjit sedikit, lalu kumiringkan kepalaku dan aku menciumnya. Hanya sebentar. Tidak lebih dari dua detik. Tuan Kim terlihat sangat terkejut. Aku tersenyum, “Tuan Kim, aku ingin meminta tolong sesuatu kepadamu. Bisakah kau mengabulkannya? Aku sudah menciummu, lho.”

Tuan Kim mengangguk agak ragu. “Ya. Ya, tentu. Apa itu, Sifra Sayang?”

“Antar aku ke Rumah Sakit Jiwa sekarang.”

“Untuk apa?”

“Antar saja aku ke sana,” kataku. Lalu aku masuk lagi ke dalam mobil Tuan Kim tanpa menunggu persetujuannya. Persetan bahwa aku tadi menciumnya—aku tidak peduli. Toh itu hanya sekadar menempel dan tidak kulumat. Lagipula, aku melakukan itu karena aku ingin Tuan Kim mengantarku ke Rumah Sakit Jiwa.

Kulihat, Tuan Kim pada akhirnya masuk ke dalam mobilnya. Ia menyalakan mesinnya, lalu kami pun pergi meninggalkan area rumahku.

Dalam perjalanan, aku hanya tersenyum saja. Entah mengapa, ketika aku tahu bahwa Jeon Jungkook telah kembali, rasanya beribu-ribu bunga mulai bermekaran di hatiku. Aneh. Mengapa juga aku harus merasakan hal itu? Tapi entahlah, aku benar-benar senang sekali.

Sesampainya di Rumah Sakit Jiwa, aku segera turun dan tidak mengatakan apapun lagi. Sekadar berterima kasih pun juga tidak. Aku segera berlari menuju ke sel Jeon Jungkook. Tidak peduli dengan keadaan Rumah Sakit Jiwa yang sangat sepi dan gelap, karena sekarang sudah pukul 10:46 p.m.

WHOEVER HETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang