Sifra Lee
Semenjak kejadian tadi, aku merasa canggung berada di dekat Jeon Jungkook. Ini semua begitu tiba-tiba dan aku merasa hampir gila karena dia yang menunjukkan penisnya di depanku. Itu memang kali pertama aku melihat alat kelamin pria. Sebelumnya, aku belum pernah melihatnya. Sebemarnya, aku sudah pernah melihat penis. Di internet. Untuk tugas penelitianku. Tapi tidak pernah secara langsung. Jeon Jungkook memang sudah tidak waras, aku tahu itu. Aku tidak bisa menyalahkannya, karena memang yang mengendalikan tubuhnya bukanlah dirinya yang sebenarnya.
Namun, aku tidak bisa terus-menerus seperti ini. Jika hal seperti ini saja sudah terjadi, aku takut hal berikutnya akan lebih parah dari ini. Apalagi mengingat Jeon Jungkook pernah memaksaku untuk melakukan seks dengannya. Oh tidak. Itu tidak akan pernah terjadi.
Aku tidak akan membiarkannya melakukan sesuatu hal yang buruk kepadaku.
Tapi, aku jadi memikirkan tentang kejadian di mana dia memperkosa Park Jihyo. Entah mengapa, setiap kali pemikiran itu muncul di benakku, aku kesal dan benci. Ingin sekali menghilangkan itu semua dari otakku. Aku ingin merasakan amnesia sesaat. Aku sendiri tidak mengerti mengapa aku merasa seperti itu. Harusnya itu bukan masalahku, karena posisiku di sini tidak lebih dari sekadar perawat. Jeon Jungkook memiliki hidupnya yang tidak boleh kucegah. Dia bisa berbuat sesuka hatinya, sesuai keinginannya. Aku tidak bisa melarang itu.
Saat ini, Jeon Jungkook tengah bermain dengan kukunya. Aku berada di luar jeruji besinya, karena aku masih terkejut dan belum bisa melupakan kejadian tadi. Jadi aku berniat untuk menjauhinya, setidaknya lima meter.
Tapi, aku kasihan juga. Sedari tadi pagi, dia belum makan apapun.
Aku berdeham. “Kookie, kau lapar?”
“Lapar, Noona.” Jawabnya pelan. “Memangnya Noona lapar?”
“Tidak. Kalau begitu, Kookie mau makan apa?”
“Sebenarnya, Kookie tidak terlalu lapar, sih. Tapi, boleh Kookie makan ice cream, Noona?”
Aku menghela napas. “Boleh. Tapi Kookie harus makan sesuatu untuk mengenyangkan perut Kookie dulu. Contohnya makan nasi.”
Jeon Jungkook hanya mengangguk seperti anak kecil penurut. Lalu, ia bilang, “tapi tidak pakai sayur kan, Noona? Kookie tifak suka makan sayur, soalnya.” Aku tersenyum. Aku tidak akan memaksanya untuk memakan apapun yang tidak disukainya.
Kukatakan kepadanya, “tunggu sebentar ya, Kookie. Noona akan mengambil makanan terlebih dahulu untuk Kookie.”
“Iya, Noona. Kookie tunggu di sini, ya.”
Aku pergi ke kantin. Kali ini, jeruji besinya kubiarkan untuk terbuka. Kookie anak pintar tidak akan pernah mencoba untuk melarikan diri. Aku yakin itu.
Setelah membelikan makanan untuk Jeon Jungkook, aku kembali ke sel nya. Kudapati ia tengah menatap ke arah kolam renang dari dalam jeruji besinya. Aku menghampirinya dan membelai rambutnya.
Ia menoleh padaku, “Noona, Kookie ingin sekali berenang. Sudah lama Kookie tidak berenang, Noona. Biasanya, Kookie pergi untuk berenang bersama Ayah dan Junghyun Hyung. Ibu tidak pernah mau pergi keluar rumah, karena Ibu sibuk membaca berita dan memasak.”
Jadi, seperti itu masa kecil Jeon Jungkook? Selalu pergi berenang dengan Ayah dan Kakaknya? Terdengar menarik. Bahkan aku tidak perlu memaksanya bercerita, karena Kookie kecil sudah menceritakannya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHOEVER HE
Fanfic[SELF-PUBLISHING & TERSEDIA VERSI EBOOK] Menjadi perawat di sebuah rumah sakit jiwa itu tidaklah mudah. Sungguh, percaya padaku. Pasalnya, pasien yang kurawat ini bukan pasien dengan tingkat kegilaan yang melebihi rata-rata-melainkan ada banyak raha...