HAPPY WEDDING

955 61 1
                                    

Pagi itu, suasana di bandara cukup ramai dengan penumpang yang berlalu-lalang. Rony dan Paul duduk di salah satu kursi di ruang tunggu, menunggu panggilan untuk penerbangan mereka menuju Surabaya. Rony mengenakan hoodie hitam dan celana jeans santai, sementara Paul dengan kemeja lengan pendek dan celana chino. Keduanya membawa tas ransel yang tidak terlalu besar, cukup untuk perjalanan singkat menghadiri pernikahan Salma dan Diman.

Paul menyeruput kopinya dengan santai sebelum bertanya, "Gimana perasaan lo?"

Rony, yang sedang melihat layar ponselnya, menoleh sekilas dan mengangkat bahu. "Ya biasa aja. Gue bahagia lihat teman kita akan menikah, menunaikan ibadah terpanjang."

Paul menyipitkan mata, menatap sahabatnya itu dengan ekspresi penuh selidik. "Biasa aja? Lo serius, Ron?"

Rony tertawa kecil, meletakkan ponselnya di meja di depannya. "Serius, lah. Gue bahagia banget Salma akhirnya bisa dapet sosok laki-laki yang akan menjaga dia seumur hidup. Dan gue nggak ngerasa ini jadi beban atau ada perasaan aneh. Semua asumsi yang beredar itu omong kosong, Paul. Gue cuma sahabatnya, rasa sayang gue ke dia ya sama kayak ke lo, ke Nabila, ke Anggis, dan semuanya. Nggak lebih dari itu."

Paul menghela napas dan mengangguk. "Oke, kalau lo bilang gitu. Yang penting lo bahagia, Ron."

Rony tersenyum. "Gue bahagia, bro. Lo tenang aja."

Tak lama, suara pengumuman dari pengeras suara bandara menggema, memberi tahu bahwa penerbangan mereka akan segera boarding.

"Yuk, waktunya terbang," ujar Rony sambil berdiri dan meraih tasnya.

Paul ikut bangkit, masih dengan ekspresi penasaran. "Kalau lo beneran baik-baik aja, baguslah. Tapi kalau nanti lo sadar lo ternyata nggak baik-baik aja, gue siap dengerin lo kapan pun."

Rony menepuk bahu Paul sambil tersenyum. "Gue baik-baik aja, bro. Percaya, deh."

Pesawat mereka mendarat di Bandara Juanda, Surabaya, tepat pukul 09.30 pagi. Setelah mengambil bagasi, mereka segera menuju hotel tempat mereka menginap, yang juga menjadi lokasi akad nikah Salma dan Diman.

Saat memasuki lobi hotel, mereka bertemu dengan beberapa teman lama, termasuk Nabila dan Anggis yang sudah tiba lebih dulu.

"Hei, akhirnya kalian sampai juga!" sapa Nabila ceria.

"Gimana penerbangannya? Lancar?" tanya Anggis.

"Lancar, cuma si Paul sepanjang jalan ngedrama," seloroh Rony sambil tertawa.

Paul mendelik. "Lo yang tidur sepanjang perjalanan, gue yang harus dengerin ibu-ibu sebelah gue curhat!"

Semua tertawa mendengar keluhan Paul. Suasana menjadi lebih hangat.

"Salma udah siap?" tanya Rony akhirnya.

Nabila mengangguk. "Udah dari tadi. Dia lagi di kamar sama bridesmaid-nya. Cantik banget dia!"

Suasana pernikahan Salma dan Diman dipenuhi kebahagiaan. Tawa, canda, dan doa mengalir dari setiap tamu yang hadir, terutama dari sahabat-sahabat terdekat mereka. Rony, Paul, dan Nabila duduk di salah satu meja, menikmati hidangan sambil sesekali berbincang santai.

"Nggak nyangka ya, Salma akhirnya menikah duluan di antara kita," ujar Paul sambil menyendok potongan kue ke piringnya.

Nabila tertawa kecil. "Iya ya, hahaha padahal katanya umur 27 tuh."

"Kita semua bahagia nggak sih untuk dia, yakan Ron!"

Rony mengangguk setuju. "Gue bahagia buat dia. Nggak ada yang lebih gue harapkan selain melihat Salma ketemu sama orang yang benar-benar mencintai dan menjaga dia. Diman orang yang baik, gue yakin mereka bakal bahagia."

Tatapan Nabila melembut, menyadari ketulusan Rony. Sejak awal, banyak orang yang berasumsi bahwa Rony memiliki perasaan lebih terhadap Salma. Tapi hari ini, semua asumsi itu terbantahkan. Rony benar-benar ikhlas, hanya menganggap Salma sebagai sahabat yang sangat ia sayangi, seperti halnya Paul dan Nabila.

"Gue senang akhirnya kita bisa kumpul lengkap lagi. Terakhir kita bareng kayak gini kapan ya?" tanya Paul sambil melirik ke arah panggung di mana Salma dan Diman berdiri menyapa para tamu.

Perjalanan mereka di dunia musik memang luar biasa. Setelah keluar dari ajang pencarian bakat yang mempertemukan mereka, mereka tetap berkarya di jalur masing-masing. Salma sukses dengan album solonya yang merajai berbagai tangga lagu. Rony menjadi produser sekaligus penyanyi berbakat yang karyanya sering viral. Nabila membangun karier sebagai penyanyi indie dengan warna musik unik yang digemari banyak orang. Sementara Paul, dengan keahliannya dalam menciptakan lagu, menjadi salah satu komposer terbaik di industri musik Indonesia.

"Gue bangga sama kita," ujar Paul sambil tersenyum. "Dulu kita cuma anak-anak yang bermimpi bisa berkarya di musik, sekarang kita beneran di sini, dikenal banyak orang."

"Dan kita tetap saling dukung, nggak pernah berubah," tambah Rony.

Mereka bertiga tersenyum, menikmati momen kebersamaan yang begitu berharga.

Di panggung, Salma dan Diman terlihat begitu bahagia. Mata Salma berbinar saat menatap suaminya, dan Diman membalas dengan senyum penuh cinta. Setelah sesi foto bersama, Salma mendekati sahabat-sahabatnya.

"Hei kalian! Kapan lagi kita bisa kumpul lengkap kayak gini?" seru Salma antusias.

"Makanya, Sal. Jangan kebanyakan sibuk jadi pengantin baru, inget kita juga," canda Nabila.

Salma tertawa. "Ya ampun, gue kan tetep inget kalian. Eh, gue kepikiran sesuatu. Gimana kalau kita berempat bikin proyek musik bareng? Kayak dulu lagi."

Paul menepuk tangannya sekali. "Itu ide bagus! Sudah lama kita nggak kerja bareng. Bayangin aja, Panaroma kembali dengan karya baru."

Panaroma adalah nama yang mereka gunakan saat pertama kali berkolaborasi di ajang pencarian bakat. Nama itu melambangkan warna musik mereka yang beragam, seperti panorama yang indah. Kembalinya Panaroma pasti akan menjadi sesuatu yang dinantikan para penggemar.

Rony mengangguk setuju. "Gue suka ide itu. Kita bisa bikin sesuatu yang beda, gabungin semua genre yang udah kita eksplorasi selama ini."

"Gue setuju!" sahut Nabila semangat.

Salma tersenyum lebar. "Oke, kita buat itu terjadi!"

Kehangatan kebersamaan mereka malam itu menambah makna dalam pernikahan Salma dan Diman. Momen itu bukan hanya tentang menyaksikan seorang sahabat memasuki babak baru dalam hidupnya, tapi juga tentang persahabatan yang tetap utuh meski waktu dan kesibukan telah membawa mereka ke berbagai arah.

Beberapa bulan setelah pernikahan Salma, Panaroma benar-benar kembali dengan proyek baru. Mereka merilis lagu yang langsung mendapat sambutan luar biasa. Lagu itu bukan hanya menjadi ajang reuni bagi mereka berempat, tetapi juga sebuah simbol bahwa persahabatan sejati tidak akan pudar oleh waktu.

Mereka berempat terus berkembang dalam dunia musik. Album-album mereka selalu dinantikan, konser mereka selalu dipenuhi oleh penggemar setia. Mereka bukan hanya teman, tetapi juga keluarga dalam musik.

Dan di balik semua kesuksesan itu, mereka tetap sama seperti dulu. Masih saling mendukung, masih saling menguatkan, dan yang terpenting, masih bersama.


Akhir kata, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mengikuti perjalanan ini hingga titik akhir. Setiap komentar, dukungan, dan apresiasi yang telah diberikan begitu berarti, menjadi bagian dari perjalanan panjang yang tak terlupakan.

Saya juga ingin menyampaikan permohonan maaf jika ada kekurangan dalam penyajian cerita ini, baik dari segi alur, karakter, maupun hal lainnya yang mungkin tidak sesuai dengan harapan.

Kini, kisah S dan R telah mencapai bab terakhirnya di sini. Tak akan ada lagi lembaran baru tentang mereka dalam work ini, tapi kenangan dan cerita yang telah terukir akan tetap ada dalam ingatan. Semoga kisah mereka bisa meninggalkan kesan, makna, atau bahkan sekadar kenangan manis bagi yang membacanya.

Terima kasih telah menemani mereka hingga akhir. Sampai jumpa di cerita berikutnya!  (Tentu saja bukan mereka visualnya, hehe)🌸

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita Pendek Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang