Hari ini adalah hari ke-lima semenjak Arca dirawat inap di rumah sakit. Teritung hari ke-lima juga buat Dewa semenjak hari dimana ia bertemu dengan Arca. Cuma lima hari saja, namun telah cukup bagi Dewa untuk mulai menerima kehadiran Arca sebagai teman sekamarnya. Walaupun terkadang ia masih harus berusaha mengendalikan emosinya setiap kali Arca berceloteh atau pun mengganngunya.
Contohnya pun seperti saat ini. Arca sedang berceloteh lebar tentang hewan peliharaannya yang menurutnya bodoh.
"Terus ya, Wa masa kura-kura nya aku tanya pertanyaan sederhana saja dia tak tahu. Aku saja sudah mengetahui jawabannya sejak aku duduk di taman kanak-kanak." ucap Arca.
Dewa menatap heran gadis di depannya. Mendengar pernyataan Arca, dalam benak Dewa berpikir 'Dia bertanya pada hewan?
"Kau! Lagi-lagi menatapku dengan pandangan aneh itu." ucap Arca yang menyadari tatapan aneh dari Dewa.
"Ya jelas aku menatapmu dengan aneh. Kau bertanya pada hewan? Apa kau terlalu bodoh untuk bisa menggunakan logikamu?" tanya Dewa dengan wajah sebal.
"Tidak. Aku tidak bodoh. Kura-kura itu yang bodoh. Aku menanyainya satu ditambah satu sama dengan berapa, tapi dia tak tahu jawabannya." jawab Arca sambil melipat tangan ke dada.
Plak..
Dewa menepuk keningnya, lantas mengusap wajahnya berkali-kali tanda frustasi. Kemudian mengepalkan tangannya geram.
"Ar, aku tak tahu sebenarnya siapa yang bodoh di sini kamu atau kura-kura itu. Dan aku juga tak tahu siapa yang gila di sini aku atau kamu. Bisakah kau menjawabnya?" ucap Dewa geram.
"Hmmmm..." Arca nampak berpikir sejenak, lantas melanjutkan kembali ucapannya, "Itu pertanyaan yang sulit Wa! Aku tak bisa menjawabnya."
"Arrrgghh..."
Bruuuk... Brukkk.. Brukkk..
"Dasar kasur jelek, bodoh, kenapa aku harus di sini bersamamu." ucap Dewa sambil memukul ranjangnya.
"DEWA!"
Teriakan Arca mampu membuat Dewa berhenti dari aktivitasnya. Namun, tak menghilangkan sama sekali jejak kekesalan di wajahnya. Dewa pun mengalihkan atensinya dari ranjangnya. Lalu menatap Arca.
"Apa?" ucapnya sebal.
"Kamu tak boleh memukul kasur. Emang dia punya salah padamu?" ucap Arca kembali bertanya.
"Lantas kau mau ku pukul?" jawab Dewa dengan pertanyaan juga.
Srettt.. Brakkk...
Arca mengambil bantalnya, lalu melemparkan bantalnya secara kasar dengan bidikan wajah Dewa. Dan yah, dia tepat sasaran.
"Kata bundaku anak laki-laki tak boleh memukul perempuan. Pengecut namanya." ucap Arca.
"Perempuan itu manusia. Dan manusia itu mempunyai otak. Jadi, aku boleh kan memukulmu? Kamu kan tak mempunyai otak." ungkap Dewa.
"Enak aja. Otak ku masih ada. Walaupun sudah di operasi."
Kini Arca berkacak pinggang di atas tempat tidurnya. Berbeda dengan Dewa, dia agak begitu terkejut mendengar pernyataan Arca.
'Operasi?' batin Dewa.
Belum sempat Dewa bertanya lebih lanjut tentang pernyataan Arca, pintu ruangan terbuka. Arca dan Dewa pun sama-sama mengalihkan pandangannya menuju pintu. Terlihat ibunya Arca yang tengah mendorong kursi roda memasuki ruangan.
"Arca, ikut bunda yuk!" ajak wanita paruh baya itu.
"Kemana bunda?" tanya Arca bingung.
"Ke ruangan dokter." ucap ibunya Arca sambil tersenyum lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Teen Fiction[Hiatus] Ini bukan cerita klise. Bukan hanya mengisahkan tentang cinta segitiga anak SMA. Percayalah kisah ini lebih rumit dari apa yang kalian bayangkan. "Kamu datang ke dalam kehidupanku Dengan cara yang menyebalkan. Tapi, aku suka. Cause you're m...