Waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Dewa dan Arca belum tertidur rupanya. Mereka masih sibuk dengan kegiatan masing-masing. Dewa sibuk membaca buku dan Arca tengah sibuk menulis sesuatu diselembar kertas.
Semua baik-baik saja, sampai sebuah suara ketukan pintu terdengar. Aneh, biasanya tidak ada yang pernah mengetuk pintu kamar ini. Suster maupun dokter tidak pernah mengetuk pintu ruangan terlebih dahulu, begitu pula dengan ibunya Arca mereka semua langsung masuk ke dalam ruangan ini.
Tidak ambil pusing, Dewa menyuruh orang yang mengetuk tersebut masuk. Suara decitan pintu terdengar. Dan kini pintu telah terbuka lebar. Menampilkan seorang wanita paruh baya di ambang pintu. Melihat orang tersebut, raut wajah Dewa langsung berubah pucat.
Wanita tersebut berjalan menuju ranjang Dewa. Raut wajahnya nampak sedang menahan marah.
"Mama."
Dewa berkata pelan, saat perempuan itu telah tiba di samping ranjangnya.
"Kamu. Kata Dokter sudah sembuh dari beberapa hari lalu. Tapi, kamu menolak untuk pulang ke rumah. Kenapa? Kamu sudah ketinggalan banyak pelajaran di sekolah." ucap perempuan tersebut, yang tidak lain adalah ibunya Dewa.
Raut wajah ibunya Dewa tampak merah. Sepertinya ia sedang marah sekarang. Dewa yang mendengar perkataan ibunya. Tak kunjung berbicara. Ia lebih memilih untuk diam. Mungkin itu lebih baik menurutnya.
Mendengar sang anak hanya bungkam, sang ibu menghembuskan nafas kasar lantas berkata, " Jangan sampai ya ranking kamu turun di semester ini. Semester kemarin nilai rata-rata kamu sama Ares cuma beda tipis. Lima angka..."
"Tante"
Arca memotong ucapan ibunya Dewa yang membuat perhatian keduanya teralih pada Arca.
"Kamu siapa? Gak pernah di ajarin sopan santun ya, sama ayah ibu kamu? Memotong pembicaraan orang dewasa seenaknya." ujar ibunya Dewa sambil menatap sebal pada anak perempuan di hadapannya.
"Ayah ku memang tidak pernah mengajarkanku sopan santun. Karena ia sudah meninggal ketika aku lahir. Tapi, bunda selalu mengajarkan aku sopan santun." ucap Arca sambil tersenyum manis.
"Pantas saja didikannya tidak maksimal. Gak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah toh." ucap ibunya Dewa dengan sarkasnya.
"Eeeeh. Sembarangan aja situ ngomong."
Dari ambang pintu terdengar sebuah suara berteriak kesal. Beliau adalah ibunya Arca, yang kini sedang memandang tajam wanita paruh baya yang mengatai anaknya tadi.
"Anda siapa?" tanya ibunya Dewa.
Ibunya Arca hanya menghela nafas kasar. Lantas, berjalan menuju ranjang Arca. Sesampainya di samping ranjang Arca, ia mengelus lembut rambut putrinya. Kemudian berkata, "Saya ibunya anak ini."
"Oh, anda ibunya ya. Tolong ya, anaknya di ajarin sopan santun."
"Namanya anak-anak wajar bu, kalau dia melakukan kesalahan. Tapi, saya gak terima kalau situ ngatain anak saya kurang didikan, karena gak mendapat kasih sayang dari ayahnya." ucap ibunya Arca dengan nada kesal.
"Loh, fakta kan bu? Saya gak salah kan? Orang anak situ sendiri kok yang bilang, bapaknya meninggal saat dia lahir."
"Masih lebih baik dia ma," ucap Dewa yang sontak membuat suasana langsung hening.
Seluruh mata kini memandang lekat kepada Dewa yang tengah duduk di ranjangnya.
"Maksud kamu?" tanya ibunya Dewa tidak mengerti.
"Daripada aku. Papa dan Mama ku masih hidup. Tapi, mereka tak pernah memberikan kasih sayangnya kepada ku. Aku hidup tanpa didikan kasih sayang dari kedua orang tuaku. Mereka sibuk bekerja, dan terus memaksaku melakukan hal yang tidak ku suka, memaksaku untuk sama seperti mereka yang jenius."
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Teen Fiction[Hiatus] Ini bukan cerita klise. Bukan hanya mengisahkan tentang cinta segitiga anak SMA. Percayalah kisah ini lebih rumit dari apa yang kalian bayangkan. "Kamu datang ke dalam kehidupanku Dengan cara yang menyebalkan. Tapi, aku suka. Cause you're m...