SMDL 5

103 11 0
                                    

Aku melihat dalam mimpiku seolah-olah berada di hari Kiamat dan orangorang telah dibangkitkan dari kuburnya. Padang Mashsyar pun menjadi sempit karena kerumunan mereka dan aku berada di tengah-tengah kerumunan itu. Kami merasa seperti biji-bijian yang tergerus di antara batu penggilingan karena beratnya tekanan yang kami rasa.

Padang Mahsyar telah membuat kami seperti air yang mendidih di dalam panci. Kepayahan yang kian menjadi-jadi. Kehausan yang tak tertahankan lagi, hingga tidaklah satupun di antara kami yang memiliki hati melainkan seolah-olah api neraka bernafas menyentuh hatinya. Ini bukan sekedar rasa haus, akan tetapi kegilaan dan kobaran api yang membuat perut mendidih dan terbakar.

Saat kami terlanda oleh kepayahan yang seperti ini, tiba-tiba ada anak-anak kecil yang datang memecah kerumunan manusia yang berdesak-desakan di Padang Mahsyar. Mereka membawa sapu tangan dari cahaya, sedangkan di tangan mereka ada teko yang terbuat dari perak dan gelas dari emas. Mereka memenuhi gelas-gelas tersebut dengan air tawar yang sejuk. Melihat air tersebut membuat rasa haus kian menjadi-jadi dan membuat orang-orang menggeliat karena rasa sakit yang ia rasakan saat melihatnya dan membuat orang-orang meliuk-liuk seolah-olah isi perutnya disetrika.

Anak-anak kecil tersebut memberi minum satu-persatu dan membiarkan yang lainnya tidak diberi. Orang begitu banyak, namun sepertinya mereka memecah gerombolan tersebut karena mencari orang-orang tertentu. Mereka menyirami hatihati manusia yang telah mendidih dengan air yang ada di teko tersebut, air, wewangian dan angin dari surga.

Salah seorang anak kecil itu berlalu di hadapanku, aku pun mengarahkan tanganku padanya seraya berkata: "Berilah aku minum, sungguh aku telah mengering dan terbakar karena rasa haus yang sangat".

Dia berkata : "Kamu siapa?"

Aku : "Abu Khalid Al-Ahwal Az-Zahid..."

Dia : "Apakah kamu mempunyai anak kecil yang meninggal di waktu kecil, sehingga engkau mengharapkan pahalanya pada Allah?"

Aku : "Tidak..."

Dia : "Apakah kamu mempunyai anak yang tumbuh besar dalam ketaatan kepada Allah?"

Aku : "Tidak..."

Dia : "Apakah kamu mempunyai anak yang sempat mendo'akanmu dengan do'a yang baik, sebagai balasan hakmu padanya karena telah mengeluarkannya ke dunia?"

Aku : "Tidak..."

Dia : "Apakah kamu mempunyai anak selain mereka, akan tetapi kamu telah dibuat lelah karena mendidiknya dan telah menegakkan hak-hak Allah padanya?"

Aku : "Semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya tiap kali kau berkata "Tidak" aku merasa kata "Tidak" itu berlalu di lidahku seperti setrika yang sangat panas..."

Dia : "Kami tidak akan memberikan minuman kecuali pada orang tua kami, mereka telah dibuat lelah oleh kami saat di dunia maka pada hari ini kami akan melelahkan diri untuk mereka di akherat. Orang tua - orang tua yang pada saat ini dihadapkan dengan anak-anak, tidaklah mereka dihadapkan dengan anak-anak itu melainkan dengan lisan yang suci untuk melindungi mereka di padang ini, sebuah tempat ditegakkannya Mahkamah kebaikan dan keburukan. Tidaklah ada di sini yang lebih lancar berbicara setelah lisannya para Nabi selain lisannya anak-anak. Sebab anak-anak tidak mempunyai makna dosa kalian yang membuat lisan tertahan atau menjadi gagap".

Aku : "Kegilaanku kian menjadi-jadi, aku mencari-cari kata "Anak" seolah-olah kata tersebut telah terhapuskan dari ingatanku seperti terhapus dari keberadaanku. Kemudian aku mengingat-ingat Sholat, puasa dan ibadahku, sama sekali tidak terlintas di hatiku hingga anak kecil tersebut tertawa. Aku melihat dalam makna tawanya adalah tangisan, penyesalan dan rasa kecewaku.

Dia : "Celakanya dirimu! apakah engkau tak pernah mendengar :

"Ada beberapa dosa yang tidak bisa dihapus dengan Sholat dan puasa, akan tetapi bisa dihapus dengan kesumpekan karena keluarga"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada beberapa dosa yang tidak bisa dihapus dengan Sholat dan puasa, akan tetapi bisa dihapus dengan kesumpekan karena keluarga". HR. Thobroni,

Apakah engkau tahu siapa aku wahai Abu Khalid?

Sebuah Mimpi Dari LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang