Please listen to the video ⬆️ to get the reference.
•••
"Moray, aku sudah bertemu dengannya"
Siren berwarna biru keperakan itu bicara pada siren di sebelahnya yang berwarna merah seperti ikan koi.
Moray, siren merah itu sedang asyik menyungkil daging anak ikan paus yang baru saja mereka buru untuk makan hari ini. Dengan cepat darah dari kuku panjang itu menghiasi birunya air laut dengan warnanya.
"Hm? Siapa?" katanya sambil memasukan potongan daging mentah yang tertancap di kukunya itu.
"Manusia yang tinggal dekat karang itu" jawab Genevieve santai. Moray tersedak.
"Ugh- Ohok!! Su-sungguh?! Lalu? Bagaimana ini? Kita harus segera membunuhnya sebelum dia membunuh kita!" seru Moray panik. Sisa daging dan darah menghiasi taringnya yang tajam.
"Tidak"
"Huh?"
"Aku tidak tahu ada apa dengannya, tapi aku merasa ada sesuatu diantara kami yang saling tarik menarik. Gadis itu juga tidak tampak serakah atau licik. Tidak ada aura seperti mereka yang mau memangsa kita. Kebalikannya, justru aku melihat kalau dia... sedang sedih dan kecewa" ritme bicara Genevieve memelan. Tidak seperti biasanya, kali ini dia terlihat seperti bisa mengerti perasaan manusia.
Menjijikan, bagi para siren.
"Manusia itu berubah-ubah, mungkin dia memang sedih saat itu, tetapi kita tidak tahu hatinya seperti apa. Mungkin saat kau lemah, dia akan menangkapmu"
"Begitu? Kalau begitu, boleh aku memastikannya?" tantang Genevieve.
"Apa yang kau pikirkan Gen. Jangan cari mati!"
"Aku sangat... Penasaran dengannya. Belum pernah aku melihat aura sedih secantik itu. Terselubung seperti mutiara dalam kerang tapi bercahaya dalam kegelapan" ocehnya. Nada bicara Genevieve mulai terdengar menyebalkan di telinga Moray.
"Dasar sinting. Terserah saja. Ingat, kalau kita tidak bisa bicara selain dengan makhluk laut. Begitu situasi semakin buruk, hilangkan ingatannya atau sebaiknya bunuh saja"
"Kita lihat nanti" Genevieve tersenyum, taring-taring yang berhias darah dan daging mentah itu terlihat juga padanya.
***
Rasa syukur tersirat dalam hati seorang mahasiswi yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Dia bersyukur untuk jurusan kelautan yang dia ambil. Oleh karena hal itu, dia bisa lebih dekat dengan laut yang dia sukai.Marine, nama mahasiswi itu.
Marine teringat kata-kata ayahnya yang bertanya, "Kenapa kau ingin pindah kerumah dekat laut? Apa penelitianmu tidak bisa dari rumah saja?"
Lalu Marine berpikir, apa gunanya dia mengambil kelautan kalau hanya di rumah saja. Marine sudah sangat menantikan waktu ini sejak lama dan sangat menyenangkan melakukan pekerjaan yang sesuai dengan minatnya.
Apapun tidak akan menghalanginya untuk bersatu dengan hal yang dia sukai. Tidak kesedihan, tidak juga bayangan ikan raksasa yang melompat di depannya dari karang 3 hari yang lalu.
Marine tiba di rumah sekitar jam 4 sore. Masih terang dan laut sangat menggoda untuk didatangi.
Terburu-buru gadis berumur 18 tahun itu mengganti baju kuliahnya menjadi hot pants dan bra bikini dengan summer outerwear. Kaki jenjang dan telanjangnya segera meluncur menuju laut di sebelah rumahnya.
Angin yang membawa aroma laut ini menjadi hal pertama yang dia sukai. Tidak peduli dengan panasnya pasir yang terkena terik matahari, kakinya tetap terus melangkah menuju dermaga usang pembatas daratan dan laut itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Male Siren
FantasiKepindahanku ke sebuah rumah mungil di pinggir pantai menjadi awal pertemuanku dengannya. Bentuk fisik tak lazim bagaikan gabungan manusia dan ikan itu membuatku penasaran. Ditambah warna sisik berkilauan itu menarik seluruh perhatianku. Tak pernah...