"Forth, kau harus pulang. Nenekmu kan yang menyuruhmu karena ingin bertemu." bujuk Beam yang melihat Forth masih tidak ingin pulang dengan alasan tidak ingin meninggalkannya sendiri.
Beam harus terus-terusan mendesahkan nafas pelan dan memutar bola matanya jengah karena alasan Forth itu sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin ia tidak ingin pulang hanya karena takut Beam kesepian jika ia pulang?!
"Tapi Beam, jika aku pulang, kamu tidak ada teman dan gimana kalau kamu pulang kerja sendirian?" Forth dan beberapa pertanyaannya yang terus menerus ia ajukan itu membuat Beam sangat ingin menarik telinga Forth dan berteriak jika ia melupakan bahwa Beam laki-laki. Ia bisa menjaga dirinya sendiri, bahkan sebelum Forth tinggal bersamanya.
"Forth, jika kamu lupa, aku ini juga laki-laki. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kita masih bisa bertemu di sekolah atau di kafe, jika kamu ingin main kesini juga masih bisa. Jadi aku tidak akan merasa kesepian." jawab Beam dengan nada sabar, walaupun sebenarnya ia juga sudah kesal.
Sebenarnya bukan itu saja yang ditakutkan oleh Forth. Salah satunya ialah karena Beam tidak mempunyai handphone, jadi ia tidak bisa tau kabar apapun dari Beam jika ia tidak ada disampingnya. Jika ia harus membelikan Beam handphone setelah semua fasilitasnya kembali, sudah dipastikan kalau Beam tidak akan mau menerima pemberiannya. Itulah kenapa ia masih tidak bisa untuk meninggalkan Beam.
Setelah beberapa saat terdiam, Forth akhirnya meraih handphone nya dan menghubungi salah satu nomer penting di dalamnya.
"Halo pih."
"..."
"Forth mau pulang ke rumah. Tetapi Forth punya permintaan."
"..."
"Forth akan membawa teman Forth untuk tinggal bersama dirumah. Apakah bisa?"
"..."
"..."
"Ayolah pih! Baru kali ini Forth meminta tolong pada papih sama mamih."
"..."
Forth terdiam saat mendengarkan suara papihnya yang sedang berbicara itu.
"Oke, Forth bakal janji untuk memenuhi semua syarat itu. Deal ya pih?"
"..."
"Oke, besok Forth akan pulang bersama teman Forth. Makasih naa pih."
Setelah sambungan telepon sudah mati, Forth tersenyum ke arah Beam yang dari tadi hanya terdiam mendengarkan membicaraan Forth.
"Forth, jangan bilang kalau kamu-"
"Kamu ikut aku pulang. Suka atau tidak, kamu harus ikut!" kata Forth dengan tegas yang artinya tidak bisa diganggu gugat lagi, bahkan jika Beam bersikeras pun ia tetap akan di paksa oleh Forth. Jadi Beam hanya bisa pasrah dan menganggukkan kepalanya.
******
Beam menghela nafas untuk sekian kalinya bahkan saat ini ia berada di bis bersama Forth menuju ke rumah Forth. Ia tidak membawa banyak barang, hanya keperluan sekolah dan beberapa pakaian untuk kerja saja.
"Jadi, syarat agar aku ikut tinggal bersamamu adalah menjadi guru lesmu dan kamu harus masuk ke perguruan tinggi bagus?"
Beam masih tidak percaya dengan syarat yang diberikan oleh orang tuanya Forth saat ia meminta izin agar Beam ikut bersamanya.
"Hmm. Syarat yang mudah kan?" jawab Forth dengan santainya sambil memainkan game di handphonenya.
"Mudah? Forth, masuk ke perguruan tinggi yang bagus itu syaratnya gak mudah. Apalagi dengan kebiasaan belajar kamu yang hanya sebatas beberapa baris paragraf langsung tertidur!" jawab Beam dengan mengendus nafas kasar saat mengingat susahnya membuat Forth untuk duduk diam dan tenang saat belajar.
"Hey, jangan salahkan aku kalau pelajaran sosial itu sangat membosankan. Aku pikir pelajaran itu emang dibuat agar jadi pengantar tidur anak-anak sekolah." jawab Forth tidak terima.
Beam hanya memutar kedua bola matanya jengah dan memandang sisi jendela sampingnya.
Sebenarnya ia merasa kesal pada dirinya sendiri. Dia bukan siapa-siapa, ia juga bukan seseorang yang bisa membuat orang lain merasa harus menjaganya. Dengan sikap Forth seperti ini membuatnya sedikit demi sedikit mulai menaruh kepercayaan dan membuat ingin bersandar padanya. Itu tidak benar. Selama ini Beam tidak pernah ingin bersandar ataupun mengandalkan orang lain, karena ia takut jika kehilangan seseorang dan semua kepercayaannya itu. Tetapi entah kenapa Forth membuatnya seolah ingin melakukan itu.
Jika orang lain melihat Beam, ia pasti akan tau dari sorot mata mereka jika ada rasa kasihan pada dirinya dan itu membuat Beam marah. Marah karena membuat dirinya harus merasa dikasihani oleh orang lain. Tetapi selama beberapa waktu tinggal dan mengenal Forth, ia sama sekali tidak melihat bentuk dari kasihan itu dari sorotan matanya. Seolah-olah Forth melakukan semua itu memang demi dirinya dan juga tidak memandang siapa diri Beam. ia takut jika Forth akhirnya kembali pada dunia sebelum tinggal bersamanya itu, ia akan kembali ditinggalkan. Kembali menjadi Beam si penyendiri. Kembali sendiri tanpa Forth disampingnya. Dan itu membuatnya menangis saat memikirkan semua itu. Ia hanya berani menangis saat di kamar mandi, saat malam menjelang, saat Forth tertidur pulas di kasur usang miliknya.
Ia tidak ingin semua hal yang membuatnya diam-diam merasa bahagia itu kembali sirna saat Forth tidak ada dan meninggalkannya.
____
Special Tag : AntiqueRomantica
Serius, ini gak ada momen mellow padahal ya di request-nya. Tapi aeng terus-terusan nambahin beberapa scene wkwkwk...
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝓔𝓝𝓓] 𝐵𝑒𝒸𝒶𝓊𝓈𝑒 𝒪𝒻 𝒴𝑜𝓊
FanfictionIni cerita tentang mereka. Mereka yang saling membutuhkan satu sama lain.