BERJUANG BERSAMAMU?

1.1K 98 9
                                    

Hari kelulusan sekolah semakin dekat, dan itu membuat Beam semakin cemas akan nasibnya. Bukan hanya nasibnya, tetapi juga nasib seseorang yang juga menjadi tanggung jawabnya.

Sudah beberapa bulan ini Beam tinggal di kediaman keluarga Jaturphoom sebagai teman sekaligus sebagai guru private Forth.

Memang tidak mudah, mengingat bagaimana sikap Forth yang kadang-kadang harus dipaksa dulu baru menurut untuk belajar bersamanya. Kadang Forth hanya akan duduk diam memandangnya saat menjelaskan suatu rumusan masalah dari soal. Bukannya Beam tidak tau, dia sadar jika Forth selalu memperhatikan wajahnya jika sedang belajar bersama, tetapi ia memilih untuk tidak tau dan berpura-pura sikap Forth itu tidak berefek apa-apa pada kesehatan jantungnya.

"Forth, kalau kamu gak lulus di Kantaphat University, kamu mau kemana?" tanya Beam saat mereka berdua sedang asik menikmati udara sore dan ditemani secangkir teh di halaman belakang mansion Forth.

"Gak tau. Tapi kata papih, jika aku gak lulus kemungkinan aku akan kuliah diluar negeri." jawab Forth santai sambil sesekali meresapi secangkir kopi hitamnya.

Mendengar jawaban itu Beam seketika terdiam. Ah dia lupa, jika Forth adalah anak dari orang yang terpandang. Jelas jika Forth tidak masuk kuliah di Kantaphat, maka kemungkinan ia akan kuliah diluar. Tidak seperti dirinya. Mengikuti tes masuk universitas karena desakan dari Forth yang mengatakan jika Beam tidak kuliah makan Forth juga tidak akan kuliah.

Target awalnya adalah membuat Forth masuk ke universitas itu lebih tepatnya ke Fak. Teknik sedangkan ia mendaftar di Fak. Kedokteran. Ia tau jika fakultas itu pasti akan lebih selektif dalam menyaring siswa baru untuk masuk. Kalaupun Forth lulus dan dia tidak, itu tidak jadi masalah karena targetnya berhasil membuat Forth masuk. Dan itu juga menjadi akhir dari perjanjiannya dengan orang tua Forth. Dan mungkin setelah ini Forth juga akan pelan-pelan melupakannya karena kehidupan perkuliahan yang baru, dengan teman-teman yang baru dan juga mungkin kekasih.

Memikirkan itu membuat Beam merasa sedikit sedih. Mungkin ia memang harus lebih bekerja keras lagi agar posisinya bisa lebih sejajar dengan Forth. Dengan sahabat barunya itu.

"Tapi kita kan belum tau apa hasilnya. Semoga saja kita berdua lulus. Tapi kenapa sih kamu lebih memilih kedokteran? Kita jadi gak bisa bareng terus sama kamu kalau kita beda fakultas." rajuk Forth sambil memanyunkan bibirnya.

Melihat tingkah kekanak-kanakan Forth, Beam hanya menanggapinya dengan senyuman. Sangat aneh jika melihat pria yang bertubuh atletis dengan kulit tan yang eksotis itu bertingkah manja. Sangat tidak cocok.

Mungkin Beam harus sedikit menikmati waktunya bersama Forth. Mungkin sebelum akhirnya hasil itu menentukan bagaimana masa depan mereka nantinya.

******

Resah, khawatir, takut, excited dan penasaran.

Itu yang dirasakan Beam saat berdiri di depan papan pengumuman sekolahnya.

Sejak tadi pagi, ia merasa gelisah karena hari ini adalah hari penentuan dimana kelulusan sekolah diumumkan. Beda dengan Forth yang santai dan tersenyum senang seolah-olah ia yakin 100% kalau ia akan lulus.

"Tenang aja Bee, selama guru private ku adalah kamu, aku percaya sesusah apapun soalnya aku pasti bisa." kata Forth percaya diri.

"Tapi beneran kan kamu isi dengan teliti jawabannya? Gak kamu kosongin kan lembar jawabannya?" tanya Beam untuk kesekian kalinya. Bahkan pertanyaan itu yang terlebih dahulu ditanyakan saat melihat Forth keluar dari kelas saat ujian sebulan yang lalu.

Tapi serius, Beam berdiri dengan gelisah saat jari lentiknya itu menyusuri deretan nama yang terpampang di mading sekolah yang berisi nama-nama siswa yang dinyatakan lulus. Ia tidak langsung mencari namanya, ia hanya memikirkan nama Forth Jaturphoom harus ada di daftar siswa yang lulus.

Semakin jarinya bergerak semakin ke bawah tetapi nama Forth juga belum ditemukan.

'Bagaimana ini? Apa dia gak lulus?' pikir Beam yang sudah panik. 'Tidak tidak. Forth harus lulus. Demi masa depannya dan juga masa depanku.' ucap Beam dalam hati menyakinkan dirinya sendiri.

Jarinya sudah bergerak diujung daftar nama siswa tetapi tidak ditemukan juga nama Forth. Ia ingin menangis, ia merasa gagal jika Forth benar-benar tidak lulus. Beam menenangkan diri dan menarik nafas pelan. Jarinya mulai menyusuri dari awal daftar teratas lagi. Siapa tau ada yang terlewat oleh netranya, karena memang tadi Beam hanya mencari di daftar 50 terbawah.

Setelah melewati 10 besar nilai tertinggi, tiba-tiba mata Beam berair, pipinya sudah basah akibat air mata yang mengalir deras. Beam tidak percaya dan terus menangis hingga ia harus menutup mulutnya dengan tangan agar tidak ada yang menyadari bahwa dirinya menangis.

Matanya mencari-cari sosok yang tengah dipikirkannya itu. Forth.

Setelah netranya berhasil menangkap sosok itu, Beam langsung berlari menujunya. Ia tidak peduli bagaimana reaksi sekelilingnya ketika melihatnya menangis sambil berlari itu. Ia terus berlari dan memeluk sosok Forth. Ia menangis di pelukan sahabatnya itu. Forth membalas dekapannya itu dengan erat dan mengelus kepala belakangnya dan sekilas ia juga mencuri cium pada ujung telinga Beam sambil tersenyum kecil.

"Fo-forth.. Selamat.." kata Beam dengan terputus-putus akibat cegukan sehabis menangis tadi.

"Kamu nangis karna aku lulus hmm? Manisnya." kata Forth tersenyum senang. Ia lega, satu janjinya pada Beam bisa ditepati. Tinggal beberapa janji lagi.

"Aku senang kamu bisa lulus sekolah dengan usaha sendiri tanpa bantuan orang tua kamu. Selamat ya.." Beam mendongkak ke atas, menatap wajah Forth sambil tersenyum tulus.

"Terimakasih." balas Forth dengan mata yang sedikit berair. "Selamat juga sudah menjadi peringkat kedua, Beam. kamu yang terhebat." sambung Forth sambil tersenyum dan mengelus pipi Beam dengan lembut.

"Peringkat 2? Siapa?" wajah merah Beam sehabis menangis itu terganti dengan wajah bingungnya yang terlihat menggemaskan di mata Forth.

"Iya. Phana peringkat pertama dan kamu, Beam Baramee, kamu peringkat kedua. Selamat ya." kata Forth dengan wajah bangga.

Memang Beam tadi hanya fokus mencari nama Forth saja tanpa susah payah mencari namanya sendiri. Tetapi bukannya tadi ia melihat peringkat 10 besar? Kenapa ia tidak melihat namanya sendiri?

Beam tersenyum dan merasa lega. Satu janji telah ditepati yaitu Forth lulus dari sekolah tanpa bantuan dari kedua orang tua Forth. Satu janji lagi, yaitu Forth harus masuk ke Kantaphat University. Apa dia bisa membawa Forth sukses masuk bersamanya kesana? Mungkin. Itu harapannya.







____

Special Tag : AntiqueRomantica

Empat chapter menuju tamat ya genks :'))

[𝓔𝓝𝓓] 𝐵𝑒𝒸𝒶𝓊𝓈𝑒 𝒪𝒻 𝒴𝑜𝓊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang