6. Angan

23 4 0
                                    

Malam hari di Desa Derso sangatlah dingin. Suhu di hpku tertulis 19° celcius. Aku tahu,karena desa ini terletak di lereng gunung lawu. Aku duduk di teras rumah bersama kakungku. Kakung sedang bercerita,aku asyik mendengarkannya. Setiap jengkal mulai ku pahami. Ah,aku lumayan mengerti kali ini.

Angin terus berhembus kencang,bulu kudukku seketika berdiri tegak. Saraf impuls ku sedang bekerja. Kulit sebagai reseptor lamgsung menghantarkan rangsang menuju saraf pusat. Lalu,saraf pusat menerima dan kembali menyalurkan kepada efektor.

"Nduk,masuk. Di luar dingin" teriak Simbah.

"Loh,mbahmu wis nesu galo. Yo wis mlebu" Aku hanya tertawa mendengar penuturan simbah dan kakungku ini.

(Loh,mbahmu udah marah tuh. Ya udah,masuk).

Aku masuk ke dalam rumah. Melihat bang Arya yang masih sama dengan tadi,sibuk dengan laptopnya. Aku duduk di sebelahnya,melihat layar laptopnya.

"Kamu tadi di tanyain Ibu" Kata bang Arya tanpa melihatku.

"Kenapa? Abang jawab apa?"

"Abang jawab,di luar sama kakung". Aku hanya mengangguk.

"Bang" Panggilku sembari mengubah posisi dudukku menghadapnya.

"Apa?"

"Bandung tenang,tapi lebih tenang di sini. Pengen rasanya menetap di sini"

"Terus cafemu gimana?"

"Biar Ibu yang ambil alih dulu,bang. Aku pengen di sini lama,mencari jati diri dan mengenal Karanganyar lebih luas. Mencari pengalaman juga" kataku.

"Terserah kamu aja dik. Kalo di sini lama,jangan lupa bantu simbah".

"Asiap"

"Dasar korban Atta Halilintar"

Aku tertawa dan beranjak dari tempat dudukku. Berjalan menuju dapur untuk membuat teh panas. Hawa yang dingin membuat diriku membutuhkan sesuatu yang hangat.

Menggeser kursi yang ada di depanku dan mendudukinya. Mengeluarkan ponsel dari saku celana. Dua notifikasi muncul dari aplikasi berwarna hijau. Ternyata Ayah dan mas Bayu.

Sekilas mengingat tentang mas Bayu. Aku begitu heran,bagaimana bisa hanya bertemu beberapa kali dan sekarang seperti sudah mengenalnya sejak lama. Biarlah semua berjalan semestinya,tinggal menunggu saja. Bukan berarti aku hanya diam,aku akan terus mengulasnya.

Pikiranku terus saja memikirkan mas Bayu yang dengan percaya dirinya meminta nomorku kepada karyawanku. Lucu sih,sudah ku bilang,baru bertemu beberapa kali tetapi sudah memberanikan diri. Aku mengambil gelas yang ada di depanku. Aku sampai lupa jika tujuanku ke sini untuk membuat teh panas,bukan untuk berorientasi pada masa depan.

Tubuhku mulai merasakan reaksi dari teh panas. Tubuhku mulai menghangat. Aku kembali beranjak dan memilih untuk tidur di kamar. Sepertinya tarikan kasur sudah memanggilku. Aku merasa jika tarikan kasur lebih besar dari minat keluar rumahku. Apakah kalian begitu? Haha.

🗻🗻🗻

Jam 4 pagi Aku berdiri di depan gapura desa. Aku menunggu bis yang lewat. Kali ini Simbah mengajakku pergi ke pasar Jamus. Pasar satu satunya yang ada di Kecamatan Kerjo.

Sudah sekitar 5 menit Aku dan Simbah menunggu. Ku masukan tangaku ke dalam saku jaket yang ku pakai. Sumpah,pagi ini sangatlah dingin. 

"Nduk,yo bisnya udah datang" Ajak Simbah yang berjalan mendahuluiku.  Aku membuntutinya dari belakang dan melangkahkan kakiku pada tangga masuk bis.

Terbit Dan TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang