4. Senja terakhir di Bandung

28 5 2
                                    

Jam 5.30 pagi,aku harus menyetir mobil menuju Bandara bersama Ibu dan Lea. Kondisi jalan di pagi hari masih sepi,belum banyak yang keluar. Tak perlu waktu lama untuk sampai di Bandara Husein Sastranegara. Mobil yang ku kendarai sudah tiba di parkiran.

Aku berjalan membuntuti Ibuku. Lea masih di belakang,jalannya lambat karena sembari bermain ponsel.

Aku menunggu Ayah keluar dari gate. Lama sekali,penumpang yang lain sudah keluar dan bertemu keluarga,salah satunya om Dewa. Sahabat Ayah.

Aku masih menunggu pahlawan sejatiku. Tak bertemu 3 hari membuatku sangat rindu,apalagi jika ditinggal Ayah pergi jauh ke luar negeri. Bisa berminggu minggu.

Aku melihat Ayah keluar dengan menyeret  koper berwarna abu abu. Aku antusias sekali,aku langsung lari dan memeluk Ayah.

"Ayah,kakak kangen". Kataku sembari memeluk pahlawan yang ada di depanku.

"Baru 3 hari udah kangen, kak?" Jawab Ayah sembari mengacak acak rambutku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

Lea berlari dan memeluk Ayah. Perpisahan 3 hari yang lalu benar benar membuat kami semua rindu. Ibu sedari tadi juga tak bisa lepas dari Ayah,tanganya terus bergandengan.

"Ya udah yuk,kita pulang". Ajak Ayah.

"Yah,Lea laper. Mampir dulu yuk ke Restoran"

"Ya udah,yuk". Kami semua berjalan berdampingan. Andai saja bang Arya ada di sini,semua pasti lengkap dan suasana menjadi lebih hangat. Aku rindu,bang.

"Ayah pasti capek kan? Biar kakak aja yang nyetir". Tawarku.

"Gak usah,Ayah aja". Aku mengangguk dan duduk di jok belakang bersama Lea.

Mobil ini melaju dengan kecepatan sedang  memecah keramaian kota Bandung. Hari ini hari libur,jalanan sangat ramai.

Mobil menepi dan berhenti di depan rumah makan yang terkenal dengan rasanya yang mantap,apalagi sotonya. Hum,menggoda iman.

Aku,Ayah,Ibu dan Lea masuk ke dalam rumah makan. Masih sepi,karena ini masih pagi. Aku dan keluarga duduk di meja nomor 20,kami lebih memilih lesehan dari pada duduk di kursi.

"Kak,menu di cafe ditambah Seblak ya,mantep". Usul Ayah.

"Iya,yah. Ntar kakak tambah". Jawabku menanggapi.

Aku mengambil ponselku di tas. Mengecek notifikasi yang masuk.

Bang Arya
Sini ke Karanganyar,mumpung kuliahan libur. Ada Dina.

"Ayah,Ibu,aku diajak Bang Arya ke Karanganyar,boleh gak?" Tanyaku.

Ayah langsung melihatku,tak hanya Ayah,tetapi Ibu dan juga Lea.

"Ngapain? Cafenya gimana?" Tanya Ibu.

"Pengen Liburan di sana. Mumpung Dina juga libur,bu"

"Biarin lah bu,biar kakak punya pengalaman baru di desa". Kata Ayah,kali ini Ayah pro denganku.

"Tapi yah,Cafenya gimana?" Tanya Ibu.

"Ibu aja yang ambil alih untuk sementara ya,biar mas Tomi yang mengurusi segala kebutuhan cafe. Tapi kakak juga harus bisa pantau loh ya"

"Iya,yah. Jadi kakak boleh ke Karanganyar nih?"

"Boleh"

"Yesss"

Besok bang.
Besok jemput aku di Solo.

Aku senang karena Ayah memberiku izin untuk pergi ke Karanganyar. Kata bang Arya,di sana banyak sekali wisata yang masih menyatu dengan alam. Dan aku adalah perempuan pecinta alam. Karena Alam adalah guru yang paling utama.

Terbit Dan TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang